Surabaya (Antara Bali) - Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga (Unair) Surabaya mengajak masyarakat untuk mengenali kandungan
merkuri berlebih yang berbahaya bagi pengguna kosmetik.
"Merkuri merupakan bahan tambahan yang biasa digunakan pada kosmetik. Merkuri masih diperbolehkan hingga ambang batas 0,007 persen," kata mahasiswa Unair, Erwin Chandra Christiawan (19), di Surabaya, Minggu.
Mengadaptasi jurnal penelitian dosen dan merujuk pada sejumlah jurnal internasional, ia mengatakan banyak produk kosmetik yang ditemukan masih menggunakan merkuri melebihi ambang batas.
"Saya bersama teman-teman saya, Hatif Indra Nur Septiyanti (20), Rendha Kusumaning (20), Hawi Queen Nisa (19), dan Ayu Tarantika (21) mengajak masyarakat mendeteksi bahan yang mengandung merkuri di luar ambang batas," kata dia ketika memasarkan uji kit di kawasan Jalan Darmo.
Menurut dia, ambang batas penggunaan merkuri pada bahan kosmetik berdasarkan standar "World Health Organisation" (WHO). Hal ini juga dimaksudkan agar masyarakat awam memahami bahan merkuri.
"Uji kit ini berisi dua larutan penguji, yaitu dua sendok kaca, satu mangkok porselen untuk uji bahan padat, satu tabung kaca untuk uji bahan cair, dan sarung tangan plastik," ujarnya.
Erwin menjelaskan, untuk kosmetik berbentuk padat, ambang batasnya 0,007 persen per 100 gram, sedangkan kosmetik cair maksimal 0,1 "parts per million" (ppm).
"Kami pun menyusun komposisi yang terstandar, sehingga ketika komposisi menimbulkan reaksi, maka produk tersebut memang sudah di atas ambang batas, namun jika tidak ada reaksi, maka bahan merkurinya masih tergolong wajar," paparnya.
Ia menjamin uji kitnya ini memiliki keakuratan hampir 100 persen, karena terdapat dua kali tahapan uji, yaitu dengan larutan pertama yang bisa mengindikasikan adanya merkuri dengan adanya perubahan warna bahan menjadi merah muda.
"Kemudian larutan kedua yang bisa menimbulkan titik-titik oranye yang menunjukkan banyaknya kandungan merkuri. Selama sebulan membuat larutan sesuai jurnal, kurang lebih dua semester untuk menentukan komposisi yang sesuai untuk bisa dipahami masyarakat," ujarnya.
Rendha Kusumaning menambahkan dampak merkuri bisa menimbulkan kecacatan pada janin, bahkan merusak wajah. Jika digunakan dapat mencerahkan dan memutihkan kulit, namun jangka panjangnya akan menimbulkan flek, kusam bahkan kanker kulit.
"Biasanya tes merkuri ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan tes amalgam, yaitu tes penujian megunakan kawat tembaga dengan hcl. HCL ini berbahaya jika digunakan sembarangan," tandasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Merkuri merupakan bahan tambahan yang biasa digunakan pada kosmetik. Merkuri masih diperbolehkan hingga ambang batas 0,007 persen," kata mahasiswa Unair, Erwin Chandra Christiawan (19), di Surabaya, Minggu.
Mengadaptasi jurnal penelitian dosen dan merujuk pada sejumlah jurnal internasional, ia mengatakan banyak produk kosmetik yang ditemukan masih menggunakan merkuri melebihi ambang batas.
"Saya bersama teman-teman saya, Hatif Indra Nur Septiyanti (20), Rendha Kusumaning (20), Hawi Queen Nisa (19), dan Ayu Tarantika (21) mengajak masyarakat mendeteksi bahan yang mengandung merkuri di luar ambang batas," kata dia ketika memasarkan uji kit di kawasan Jalan Darmo.
Menurut dia, ambang batas penggunaan merkuri pada bahan kosmetik berdasarkan standar "World Health Organisation" (WHO). Hal ini juga dimaksudkan agar masyarakat awam memahami bahan merkuri.
"Uji kit ini berisi dua larutan penguji, yaitu dua sendok kaca, satu mangkok porselen untuk uji bahan padat, satu tabung kaca untuk uji bahan cair, dan sarung tangan plastik," ujarnya.
Erwin menjelaskan, untuk kosmetik berbentuk padat, ambang batasnya 0,007 persen per 100 gram, sedangkan kosmetik cair maksimal 0,1 "parts per million" (ppm).
"Kami pun menyusun komposisi yang terstandar, sehingga ketika komposisi menimbulkan reaksi, maka produk tersebut memang sudah di atas ambang batas, namun jika tidak ada reaksi, maka bahan merkurinya masih tergolong wajar," paparnya.
Ia menjamin uji kitnya ini memiliki keakuratan hampir 100 persen, karena terdapat dua kali tahapan uji, yaitu dengan larutan pertama yang bisa mengindikasikan adanya merkuri dengan adanya perubahan warna bahan menjadi merah muda.
"Kemudian larutan kedua yang bisa menimbulkan titik-titik oranye yang menunjukkan banyaknya kandungan merkuri. Selama sebulan membuat larutan sesuai jurnal, kurang lebih dua semester untuk menentukan komposisi yang sesuai untuk bisa dipahami masyarakat," ujarnya.
Rendha Kusumaning menambahkan dampak merkuri bisa menimbulkan kecacatan pada janin, bahkan merusak wajah. Jika digunakan dapat mencerahkan dan memutihkan kulit, namun jangka panjangnya akan menimbulkan flek, kusam bahkan kanker kulit.
"Biasanya tes merkuri ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan tes amalgam, yaitu tes penujian megunakan kawat tembaga dengan hcl. HCL ini berbahaya jika digunakan sembarangan," tandasnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016