Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali ingin memiliki kewenangan untuk ikut mengatur besaran dana desa yang diterima berbagai desa di Pulau Dewata agar lebih sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Denpasar, Selasa mengatakan ke depan untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan desa-desa di Bali, pembagian dana desa perlu diatur lagi agar tidak sampai terjadi kecemburuan dan memperparah urbanisasi.
Menurut dia, sekarang kriteria yang ditetapkan pusat untuk pembagian dana desa sesungguhnya belum betul-betul mencerminkan beban desa dan kondisi desa yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, pihaknya tengah berupaya memperjuangkan Bali agar bisa mendapatkan otonomi asimetris sehingga dapat memiliki kewenangan untuk mengatur besaran dana desa.
"Minimal ngatur itu, kita yang kasi tahu desa ini dapatnya sekian. Jangan diatur dari sana (pusat) semunya. Tolong beri kesempatan Bali untuk mengatur," kata Pastika di sela-sela acara Sosialisasi Pengawalan Bersama Pengelolaan Keuangan Dana Desa itu.
Dia mencontohkan saat ini ada desa di Bali yang Lembaga Perkreditan Desanya (LPD) dapat mengelola aset hingga lebih dari Rp50 miliar, namun ada juga desa yang justru LPD-nya mati.
Selain itu, ada desa di Kabupaten Badung yang anggaran pendapatan dan belanja desanya sekitar Rp20 miliar, tetapi banyak desa miskin di Kabupaten Karangasem.
"Masih bagus sekarang desa pakraman masih dibantu dari Pemprov Bali, walaupun sedikit. Padahal seharusnya biayanya jauh lebih besar untuk menjaga adat, budaya dan tradisi. Uang Rp200 juta (bantuan pemprov) sampai dimana. Jelas tidak cukup, apalagi kalau masyarakat di sana miskin," ujar Pastika.
Sejauh ini, lanjut dia, memang tidak terjadi konflik antardesa yang signifikan. Tetapi suatu hari bisa saja terjadi konflik antara desa dinas dengan desa pakramanan (desa adat) dan diantara desa pakraman satu dengan yang lainnya, seiring dengan perkembangan zaman dan nilai tanah yang mahal serta nilai-nilai lain yang bisa diperjualbelikan.
"Hal itu bisa membuat orang berubah pikirannya, prinsip menyamabraya (persaudaraan) bisa berubah menjadi kompetitor dan predator. Itu sebabnya perlu pengaturan segera terkait dana yang ditujukan ke desa-desa," ucap Pastika.
Pihaknya berharap pemerintah pusa mau mendengarkan keinginan Bali ini dan mau berunding, termasuk UU No Tahun 2014 tentang Desa bisa mewadahi kepentingan Bali.
Tahun ini Bali mendapatkan dana desa sebesar Rp416 miliar lebih yang diperuntukkan untuk 636 desa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Denpasar, Selasa mengatakan ke depan untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan desa-desa di Bali, pembagian dana desa perlu diatur lagi agar tidak sampai terjadi kecemburuan dan memperparah urbanisasi.
Menurut dia, sekarang kriteria yang ditetapkan pusat untuk pembagian dana desa sesungguhnya belum betul-betul mencerminkan beban desa dan kondisi desa yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, pihaknya tengah berupaya memperjuangkan Bali agar bisa mendapatkan otonomi asimetris sehingga dapat memiliki kewenangan untuk mengatur besaran dana desa.
"Minimal ngatur itu, kita yang kasi tahu desa ini dapatnya sekian. Jangan diatur dari sana (pusat) semunya. Tolong beri kesempatan Bali untuk mengatur," kata Pastika di sela-sela acara Sosialisasi Pengawalan Bersama Pengelolaan Keuangan Dana Desa itu.
Dia mencontohkan saat ini ada desa di Bali yang Lembaga Perkreditan Desanya (LPD) dapat mengelola aset hingga lebih dari Rp50 miliar, namun ada juga desa yang justru LPD-nya mati.
Selain itu, ada desa di Kabupaten Badung yang anggaran pendapatan dan belanja desanya sekitar Rp20 miliar, tetapi banyak desa miskin di Kabupaten Karangasem.
"Masih bagus sekarang desa pakraman masih dibantu dari Pemprov Bali, walaupun sedikit. Padahal seharusnya biayanya jauh lebih besar untuk menjaga adat, budaya dan tradisi. Uang Rp200 juta (bantuan pemprov) sampai dimana. Jelas tidak cukup, apalagi kalau masyarakat di sana miskin," ujar Pastika.
Sejauh ini, lanjut dia, memang tidak terjadi konflik antardesa yang signifikan. Tetapi suatu hari bisa saja terjadi konflik antara desa dinas dengan desa pakramanan (desa adat) dan diantara desa pakraman satu dengan yang lainnya, seiring dengan perkembangan zaman dan nilai tanah yang mahal serta nilai-nilai lain yang bisa diperjualbelikan.
"Hal itu bisa membuat orang berubah pikirannya, prinsip menyamabraya (persaudaraan) bisa berubah menjadi kompetitor dan predator. Itu sebabnya perlu pengaturan segera terkait dana yang ditujukan ke desa-desa," ucap Pastika.
Pihaknya berharap pemerintah pusa mau mendengarkan keinginan Bali ini dan mau berunding, termasuk UU No Tahun 2014 tentang Desa bisa mewadahi kepentingan Bali.
Tahun ini Bali mendapatkan dana desa sebesar Rp416 miliar lebih yang diperuntukkan untuk 636 desa. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016