Denpasar (Antara Bali) - Dr Praptini, terdakwa yang diduga melakukan pemungutan liar dalam bentuk dana punia (sumbangan sukarela) di kampus Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Bali, dilakukan pemeriksaan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu.

Dalam sidang yang mengagendakan pemeriksaan terdakwa yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Gede Suarditha itu, terdakwa mengatakan uang sumbangan sukarela diambil dari calon mahasiswa baru di kampus setempat.

"Uang dana punia itu diperuntukan bagi keperluan keagamaan dan kegiatan ritual, namun apabila ada dosen yang meminjam uang itu harus seizin rektor," ujar Praptini dalam pesidangan.

Ia mengatakan, uang dana punia itu bisa dipinjam dosen di kampus setempat apabila keperluan mendesak seperti memiliki orang tua sakit atau anak sakit.

Untuk laporan pertanggungjawaban dana punia, kata dia, memang ada yang tidak disetor ke khas negara, namun semuanya tetap dilaporkan ke rektor.

Dalam kesaksiannya, pihaknya membantah pernah menyarankan bendahara PNPB kampus setempat Suparmi untuk tidak menyetorkan uang itu ke negara.

"Berdasarkan buku pedoman, dana punia ini bisa dipergunakan untuk keperluan selain dana punia ke pura," ujarnya.

Terkait draf perincian pertanggungjawaban, pihaknya mengatakan yang mengetahui hal itu panitia penerimaan mahasiswa baru. "Saya tidak pernah mengoreksi perincian itu," katanya.

Pihaknya juga menegaskan, tidak pernah menyetujui uang dana punia itu untuk membeli asesoris mobil dan bayar iuran layanan tv berbayar.

"Kalau ada kegiatan sosial atau ngayah di masyarakat, atas seizin rektor boleh menggunakan uang dana punia itu tanpa mengajukan proposal," ujarnya.

Sebelumnya, dalam kasus dugaan korupsi dana punia itu, Negara dirugikan Rp752,85 juta itu, dimana kedua terdakwa merupakan mantan pejabat IHDN Denpasar.

Kasus ini berawal dari kebijakan Prof Titib sebagai rektor dan Praptini sebagai Kabiro yang mengurangi biaya sumbangan dana penunjang pendidikan (SDPP) bagi calon mahasiswa baru dan mengalihkan selisih pengurangan biaya SDPP tersebut menjadi biaya dana punia.

Biaya SDPP sebelumnya telah diatur dalan keputusan rektor Nomor IHN/542a/kep/2011 tanggal 28 April 2011. Rektor Prof Titib kemudian mengeluarkan keputusan rektor baru dengan nomor, tanggal dan tahun yang sama.

Namun, dalam keputusan tersebut menyebutkan tentang pengurangan nilai biaya SDPP. Kemudian, Praptini menindaklanjuti dengan menyampaikan kepada panitia penerimaan mahasiswa baru agar dalam pelaksanaannya mencantumkan dana punia sebagai bagian dari biaya penerimaan mahasiswa baru.

Dana punia itu untuk membiayai kegiatan-kegiatan ibadah dan sosial yang anggarannya tidak tersedia atau tidak tercukupi.

Untuk meyakinkan aksinnya, Praptini mengataklan telah dikonsultasikan dan mendapat izin dari Kementerian Agama. Dari dana punia inilah didapat dana Rp752,85 juta yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Surya

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016