Bekasi (Antara Bali) - Pihak keluarga Moch Ariyanto Misnan mengaku
kecewa juru mudi Kapal TB Henry itu tidak masuk dalam daftar sepuluh
warga negara Indonesia yang dibebaskan dari penyanderaan, Minggu (1/5).
"Mereka (yang dibebaskan) hanya awak kapal Brahma 12, bukan termasuk anak saya dan awak kapal TB Henry," kata ibunda Ariyanto, Melati Ginting (52) di Bekasi, Jawa Barat, Senin.
Menurut dia, seluruh keluarga sampai saat ini masih menanti kepulangan Ariyanto di rumahnya di Jalan Garuda 6, Perumahan Narogong, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi.
"Empat awak kapal TB Henry, termasuk anak saya bagaimana? Kenapa kesannya justru pilih kasih begini," katanya.
Sejak putus komunikasi dengan Ariyanto, keluarga hanya mencari kabar anaknya melalui media massa.
"Anak saya masih sangat muda dan bujangan. Saya pribadi sangat kecewa," katanya.
Dia juga mempertanyakan tindakan pemerintah yang dinilainya terkesan lamban dalam menangani kasus pembajakan kapal itu sejak awal.
"Asal muasalnya kasus dari Kapal Brahma 12, kapal anak saya akhirnya jadi korban selanjutnya," katanya.
Dia meminta PT Global Trans Energy Internasional yang menjadi tempat anaknya bekerja agar segera membayar tebusan yang diminta para pembajak.
"Perusahaan sampai sekarang masih rutin memberikan gaji anak saya melalui rekening saya," katanya.
Pembajakan kapal TB Henry terjadi pada 15 April 2016, saat akan menuju perairan Kota Tarakan, Kalimantan.
Empat anak buah kapal (AKB) TB Henry diculik, yakni Ariyanto, Pieter, Dede, dan Samsir.
Dugaan sementara, kelompok Abu Sayyaf menjadi aktor dalam pembajakan itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Mereka (yang dibebaskan) hanya awak kapal Brahma 12, bukan termasuk anak saya dan awak kapal TB Henry," kata ibunda Ariyanto, Melati Ginting (52) di Bekasi, Jawa Barat, Senin.
Menurut dia, seluruh keluarga sampai saat ini masih menanti kepulangan Ariyanto di rumahnya di Jalan Garuda 6, Perumahan Narogong, Kelurahan Pengasinan, Kecamatan Rawa Lumbu, Kota Bekasi.
"Empat awak kapal TB Henry, termasuk anak saya bagaimana? Kenapa kesannya justru pilih kasih begini," katanya.
Sejak putus komunikasi dengan Ariyanto, keluarga hanya mencari kabar anaknya melalui media massa.
"Anak saya masih sangat muda dan bujangan. Saya pribadi sangat kecewa," katanya.
Dia juga mempertanyakan tindakan pemerintah yang dinilainya terkesan lamban dalam menangani kasus pembajakan kapal itu sejak awal.
"Asal muasalnya kasus dari Kapal Brahma 12, kapal anak saya akhirnya jadi korban selanjutnya," katanya.
Dia meminta PT Global Trans Energy Internasional yang menjadi tempat anaknya bekerja agar segera membayar tebusan yang diminta para pembajak.
"Perusahaan sampai sekarang masih rutin memberikan gaji anak saya melalui rekening saya," katanya.
Pembajakan kapal TB Henry terjadi pada 15 April 2016, saat akan menuju perairan Kota Tarakan, Kalimantan.
Empat anak buah kapal (AKB) TB Henry diculik, yakni Ariyanto, Pieter, Dede, dan Samsir.
Dugaan sementara, kelompok Abu Sayyaf menjadi aktor dalam pembajakan itu. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016