Nusa Dua (Antara Bali) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meningkatkan kewaspadaan untuk menangkal masuknya kelompok Uighur dari Tiongkok yang bergabung dengan jaringan teroris Santoso.

"Kami butuh efek `deterrent` (pencegahan) untuk mengurungkan niat mereka dengan adanya mewaspadaan dan kesiapsiagaan tinggi," kata Direktur Perlindungan BNPT Brigadir Jenderal Herwan Chaidir ditemui usai menjadi pembicara dalam seminar bertema "pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme di hotel dan restoran" serangkaian Rapat Kerja Nasional PHRI I 2016 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Sabtu.

Menurut dia, secara legal petugas Imigrasi telah melakukan pengetatan mengantisipasi masuknya etnis dari Tiongkok daratan itu ke wilayah Indonesia.

Meski demikian, ia menampik apabila pemerintah dikatakan kecolongan dengan masuknya kelompok dari Tiongkok tersebut dan bergabung bersama jaringan teroris yang dipimpin Santoso.

Menurut Herwan Chaidir, wilayah Indonesia yang luas dengan pintu masuk yang banyak menjadi celah untuk kelompok tersebut memasuki Indonesia.

Herwan lebih lanjut menjelaskan bahwa diperkirakan kelompok tersebut masuk melalui kawasan Sulawesi Utata sejak mereka berdiri atau sekitar dua tahun lalu dengan terlebih dahulu melakukan survei lokasi.

"Mereka bergerak dengan survei dulu tidak serta merta langsung masuk," imbuh jenderal bintang satu itu.

Setelah menemukan lokasi dan pemikiran yang sama, maka mereka bergabung dengan kelompok Santoso sekaligus berlatih militer.

Masuknya kelompok Uighur dengan jaringan Santoso diketahui setelah dua orang anggota kelompok dari Tiongkok itu ikut tewas dalam baku tembak aparat saat Operasi Tinombala di Poso untuk memburu Santoso.

Diduga kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari Tiongkok itu memanfaatkan jaringan Santoso untuk berlatih, bersembunyi dan berjihad. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016