Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia mengklaim kebijakan pelonggaran
moneter Desember 2015 mulai mempengaruhi likuiditas perbankan, ditandai
penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan hingga akhir Maret
2016 meskipun besarannya belum signifikan.
Menurut Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Jakarta, Kamis, suku bunga deposito perbankan telah turun secara rata-rata 37 basis poin, yang akhirnya memperlonggar suku bunga kredit sebesar 13 basis poin di periode yang sama.
"Sudah mulai berjalan transmisi kebijakan moneter, namun memang belum optimal," kata Juda.
Penurunan suku bunga perbankan tersebut, menurut Juda, hasil dari transmisi penurunan instrumen kebijakan moneter sejak Desember 2015 yakni suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 75 basis poin, menjadi 6,75 persen dan Giro Wajib Minimum-Primer yang secara akumulasi sebesar 150 basis poin.
Juda melihat potensi efek ekonomi dari pelonggaran kebijakan moneter ini akan terus berlanjut di triwulan II 2016, sejalan dengan penguatan kerangka operasi moneter, salah satunya melalui suku bunga operasi moneter (term structure) sesuai tenornya.
Melalui penguatan suku bunga operasi moneter dan penggunaan bunga acuan baru yakni bunga transaksi penjualan SUN oleh BI ke perbankan dengan syarat akan dibeli lagi oleh BI (reverse repo rate) berjangka waktu 7 hari, diharapakan kebijakan moneter BI akan membuat perbankan lebih aktif di pasar uang antarbank, ketimbang menyimpan dananya di BI.
Pada April 2016, BI menetapkan "Reverse Repo Rate" untuk tujuh hari di 5,5 persen, sedangkan suku bunga acuan operasi moneter (term structure) lainnya adalah 5,6 persen untuk tenor dua minggu, 5,8 persen untuk satu bulan, 6,2 persen untuk tiga bukan, 6,45 persen untuk enam bulan, 6,6 persen, 6,6 persen untuk sembilan bulan, dan 6,75 persen untuk 12 bulan
Selain masalah likuiditas, permintaan kredit juga diyakini Juda akan meningkat pada triwulan II 2016, seiring dengan mulai begeraknya konsumsi swasta.
Jika merujuk pada data BI, Juda melihat, penyaluran kredit perbankan hingga akhir Februari 2016 memang masih lemah. Pertumbuhan kredit Februari 2016 hanya 8,2 persen, bahkan lebih lambat dibanding Januari 2016 sebesar 9,6 persen.
Adapun bunga kredit perbankan secara rata-rata menurut data yang beredar dalam arti luas BI hingga Februari 2016, sebesar 12,79 persen, turun dibandingkan Januari 2016 yang sebesar 12,83 persen
Sementara, pada Februari 2016,/suku bunga simpanan berjangka 1, 6, dan 12 bulan tercatat masing-masing sebesar 7,32 persen, 8,43 persen dan 8,40 persen. Untuk suku bunga simpanan berjangka 3 dan 24 bulan masing-masing tercatat sebesar 7,97 persen dan 9,10 persen.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Menurut Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Jakarta, Kamis, suku bunga deposito perbankan telah turun secara rata-rata 37 basis poin, yang akhirnya memperlonggar suku bunga kredit sebesar 13 basis poin di periode yang sama.
"Sudah mulai berjalan transmisi kebijakan moneter, namun memang belum optimal," kata Juda.
Penurunan suku bunga perbankan tersebut, menurut Juda, hasil dari transmisi penurunan instrumen kebijakan moneter sejak Desember 2015 yakni suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 75 basis poin, menjadi 6,75 persen dan Giro Wajib Minimum-Primer yang secara akumulasi sebesar 150 basis poin.
Juda melihat potensi efek ekonomi dari pelonggaran kebijakan moneter ini akan terus berlanjut di triwulan II 2016, sejalan dengan penguatan kerangka operasi moneter, salah satunya melalui suku bunga operasi moneter (term structure) sesuai tenornya.
Melalui penguatan suku bunga operasi moneter dan penggunaan bunga acuan baru yakni bunga transaksi penjualan SUN oleh BI ke perbankan dengan syarat akan dibeli lagi oleh BI (reverse repo rate) berjangka waktu 7 hari, diharapakan kebijakan moneter BI akan membuat perbankan lebih aktif di pasar uang antarbank, ketimbang menyimpan dananya di BI.
Pada April 2016, BI menetapkan "Reverse Repo Rate" untuk tujuh hari di 5,5 persen, sedangkan suku bunga acuan operasi moneter (term structure) lainnya adalah 5,6 persen untuk tenor dua minggu, 5,8 persen untuk satu bulan, 6,2 persen untuk tiga bukan, 6,45 persen untuk enam bulan, 6,6 persen, 6,6 persen untuk sembilan bulan, dan 6,75 persen untuk 12 bulan
Selain masalah likuiditas, permintaan kredit juga diyakini Juda akan meningkat pada triwulan II 2016, seiring dengan mulai begeraknya konsumsi swasta.
Jika merujuk pada data BI, Juda melihat, penyaluran kredit perbankan hingga akhir Februari 2016 memang masih lemah. Pertumbuhan kredit Februari 2016 hanya 8,2 persen, bahkan lebih lambat dibanding Januari 2016 sebesar 9,6 persen.
Adapun bunga kredit perbankan secara rata-rata menurut data yang beredar dalam arti luas BI hingga Februari 2016, sebesar 12,79 persen, turun dibandingkan Januari 2016 yang sebesar 12,83 persen
Sementara, pada Februari 2016,/suku bunga simpanan berjangka 1, 6, dan 12 bulan tercatat masing-masing sebesar 7,32 persen, 8,43 persen dan 8,40 persen. Untuk suku bunga simpanan berjangka 3 dan 24 bulan masing-masing tercatat sebesar 7,97 persen dan 9,10 persen.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016