Palu (Antara Bali) - Dua orang anggota kelompok sipil bersenjata pimpinan Santoso alias Abu Wardah yang tertangkap pada Jumat (15/4), yakni Ibad dan Faqih, sebenarnya sengaja melarikan diri dari kelompok itu karena tiga alasan.
Alasan pertama, kata sumber Antara di Polda Sulawesi Tengah, Selasa, adalah perjuangan kelompok ini sudah tidak sesuai lagi dengan syar'ii atau ajaran Islam dan hal-hal seperti yang sebelumnya mereka baca dalam media sosial/propaganda kelompok Santoso.
Alasan kedua adalah mereka dikucilkan oleh anggota kelompok lainnya dan alasan ketiga mereka diperlakukan berbeda dengan kelompok lainnya dalam hal pembagian makanan, pekerjaan dan perlakuan.
Sesuai hasil pemeriksaan sementara oleh tim Operasi Tinombala di Poso, Ibad (21) diketahui bergabung dengan kelompok Santoso sejak tiga tahun lalu sehingga diperkirakan Ibad mengetahui seluruh peristiwa teror yang dilakukan oleh kelompok Santoso.
Ibad diketahui banyak berperan sebagai anggota pencari logistik.
Sedangkan Faqih (19 ) bergabung dengan kelompok ini pada September 2015 dan mengikuti berbagai pelatihan militer (tadrip) dan sebagai anggota pencari logistik serta aktif sebagai anggota tim pengintai.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Rudy Sufahriadi kepada wartawan di Palu, Senin (18/4), mengaku belum bisa mengorek keterangan lebih banyak dari kedua terduga teroris anggota Mujahdin Indonesia Timur (MIT) itu karena kondisi mereka sangat lemah dan badan kekurusan akibat kuran makan.
Kedua DPO kasus terorisme Poso itu tertangkap di sebuah kebun warga desa Padang Lembara, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, pada Jumat (15/4).
Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto menjelaskan bahwa pada saat itu, kedua orang tidak dikenal (OTK) itu berjalan di jalan desa Padang Lembara. Keduanya kemudian bertanya kepada seorang personel operasi Tinombala yang menyamar sebagai warga biasa, tentang alamat rumah pak Badri asal Medan.
Personel operasi itu kemudian menanyakan identitas mereka namun mereka tidak menjawab sehingga petugas menaruh curiga dan meminta mereka menunjukkan KTP. Akan tapi kedua OTK itu langsung mencabut golok dan terjadilah perkelahian fisik di antara mereka. Petugas bersangkutan dengan dibantu dua rekannya yang juga berpakaian sipil segera dapat melumpuhkan keduanya dengan tangan kosong tanpa melepaskan tembakan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Alasan pertama, kata sumber Antara di Polda Sulawesi Tengah, Selasa, adalah perjuangan kelompok ini sudah tidak sesuai lagi dengan syar'ii atau ajaran Islam dan hal-hal seperti yang sebelumnya mereka baca dalam media sosial/propaganda kelompok Santoso.
Alasan kedua adalah mereka dikucilkan oleh anggota kelompok lainnya dan alasan ketiga mereka diperlakukan berbeda dengan kelompok lainnya dalam hal pembagian makanan, pekerjaan dan perlakuan.
Sesuai hasil pemeriksaan sementara oleh tim Operasi Tinombala di Poso, Ibad (21) diketahui bergabung dengan kelompok Santoso sejak tiga tahun lalu sehingga diperkirakan Ibad mengetahui seluruh peristiwa teror yang dilakukan oleh kelompok Santoso.
Ibad diketahui banyak berperan sebagai anggota pencari logistik.
Sedangkan Faqih (19 ) bergabung dengan kelompok ini pada September 2015 dan mengikuti berbagai pelatihan militer (tadrip) dan sebagai anggota pencari logistik serta aktif sebagai anggota tim pengintai.
Kapolda Sulteng Brigjen Pol Rudy Sufahriadi kepada wartawan di Palu, Senin (18/4), mengaku belum bisa mengorek keterangan lebih banyak dari kedua terduga teroris anggota Mujahdin Indonesia Timur (MIT) itu karena kondisi mereka sangat lemah dan badan kekurusan akibat kuran makan.
Kedua DPO kasus terorisme Poso itu tertangkap di sebuah kebun warga desa Padang Lembara, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, pada Jumat (15/4).
Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto menjelaskan bahwa pada saat itu, kedua orang tidak dikenal (OTK) itu berjalan di jalan desa Padang Lembara. Keduanya kemudian bertanya kepada seorang personel operasi Tinombala yang menyamar sebagai warga biasa, tentang alamat rumah pak Badri asal Medan.
Personel operasi itu kemudian menanyakan identitas mereka namun mereka tidak menjawab sehingga petugas menaruh curiga dan meminta mereka menunjukkan KTP. Akan tapi kedua OTK itu langsung mencabut golok dan terjadilah perkelahian fisik di antara mereka. Petugas bersangkutan dengan dibantu dua rekannya yang juga berpakaian sipil segera dapat melumpuhkan keduanya dengan tangan kosong tanpa melepaskan tembakan. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016