Denpasar (Antara Bali) - Desa Pakraman Nongan, Kabupaten Karangasem, Bali, akan menyelenggarakan upacara ritual keagamaan "Ngusaba Desa" dengan didahului dengan upacara di Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan pada 9-12 April 2016.

Bendesa Pakraman Nongan I Gusti Ngurah Wiryanata MSi di Nongan, Karangasem, Bali, Kamis mengatakan sebelum melaksanakan upacara ritual keagamaan "Ngusaba Desa" yang merupakan ritual setiap tahun tersebut didahului dengan upacara "mecaru" di "tulak tanggu" atau jalan menuju setra (kuburan) pada Tilem Sasih Kedasa (6/4).

"Upacara `mecaru` tersebut dilakukan oleh `pengempon` Pura Dalem Kupa dan Dalem Nongan. Tujuan dari upacara `mecaru` ini adalah untuk membersihkan alam secara spiritual, sehingga `butha kala` dinetralisir menjadi perwujudan dewa," ucapnya.

Ia mengatakan upacara ritual keagamaan "Ngusaba Desa" tersebut sudah dilakukan secara turun-temurun, sejak berdirinya Desa Pakraman Nongan. Sehingga sebagai penerus dari leluhur maka wajib untuk melakukan dan melestarikan apa yang menjadi warisan para leluhur itu.

"Kami sebagai generasi penerus tetap malakukan upacara tersebut. Karena upacara ritual `Ngusaba Desa` bertujuan sebagai ungkapan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) atas waranugraha yang telah dilimpahkan kepada krama (warga) Nongan khususnya, dan masyarakat Pulau Dewata pada umumnya," ujarnya.

Ngurah Wiryanata menjelaskan tatanan upacara "Ngusaba Desa" Nongan diawali dengan upacara "mecaru" di "tulak tangul" atau pintu gerbang setra adat setempat pada Rabu (6/4), kemudian Sabtu (9/4) di Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan dengan melaksanakan piodalan oleh "pengemong" (warga banjar) yang mendapat giliran melakukan serangkaian upacara piodalan tersebut.

Selanjutnya pada Minggu (10/4) "Ida Betara Ratu Dalem Kupa dan Betara Dalem Nongan" dilakukan upacara prosesi "memasar" menuju Pura Bale Agung Nongan untuk melakukan serangkaian upacara "Ngusaba Desa".

"Krama desa akan melakukan persembahyangan bersama selama `Ida Betara Ratu Dalem` diupacara `Nyejer` hingga Selasa (12/4). Dan dilakukan prosesi pada rangkaian terakhir dengan upacara `penyineban` ke Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan," ucapnya.

Selama upacara "Ngusaba Desa" masing-masing banjar (dusun) yang terdiri dari 14 banjar akan membuat "dangsil", yakni rangkaian dari buah-buah, jajan dan kelengkapan sesaji ditata menyerupai meru dan dipasang di pelataran Pura Bale Agung setempat.

Ngurah Wiryanata lebih lanjut menjelaskan upacara "Ngusaba Desa" Nongan merupakan wujud syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi, dan ritual tersebut sudah diwarisi sejarah zaman dahulu. Sebab dari sejarah, bahwa Desa Nongan ada sejak tahun saka 1327 masehi, hal itu berdasarkan dari prasasti Pande Besi Bujaga.

Dalam prasasti itu disebutkan pada prasasti Pande Besi Bujaga yang dicetuskan oleh Raja Gelgel (Klungkung) pada hari Jumat Kliwon Wuku Watugunung tahun saka 1327/1405 masehi di wilayah Desa Nongan sudah ada kehidupan masyarakat yang telah hidup atau tinggal di wilayah utara Nongan sampai Peringalot, Desa Rendang, dimana wilayahnya dinamai Bujaga. Berdasarkan prasasti tersebut di wilayah Bujaga pada saat itu terdapat seorang "penglingsir" (tetua) yang berkuasa, yaitu I Bendesha Adat Bujaga.

Diperkirakan sebelum tahun 1779 masehi, wilayah Nongan sudah mempunyai seorang raja yang bernama I Gusti Nyoman Rai yang diperintahkan I Gusti Nengah Sibetan mewakili Raja Karangasem bagian barat bukit yang tinggal di Desa Selat akan menguasai Desa Nongan.

Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peninggalan berupa tulisan di Gandawari Bale Pelik Merajan Raja Nongan bertepatan dengan dimulainya upacara "Ngenteg Linggih" bertuliskan angka tahun 1779 masehi. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016