Denpasar (Antara Bali) - Produksi padi di Bali berdasarkan angka sementara tahun 2015 mencapai 853.710 ton gabah kering giling (GKG), turun 0,49 persen atau sekitar 4.234 ton dibandingkan tahun 2014.
"Berkurangnya produksi padi tersebut hanya terjadi pada subround I-2015 yakni periode Januari-April sebesar 59.696 ton GKG (20,09 persen. Sebaliknya produksi padi pada subround II-2015 yakni periode Mei-Agustus justru mengalami kenaikan sebesar 44.523 ton GKG (17,24 persen)," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Ir Adi Nugroho MM di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, demikian juga pada subround III-2015 yakni periode September-Desember terjadi kenaikan sebesar 10.939 ton GKG (3,62 persen).
Penurunan produksi padi yang relatif tinggi terjadi di Kabupaten Tabanan yang selama ini menjadi "gudang beras" Bali yang mencapai 20.082 ton GKG (9,38 persen).
Menurunnya produksi padi di Bali selama tahun 2015 secara umum akibat berkurangnya luas panen yang mencapai 5.312 hektare (3,72 persen) yang terjadi di lima wilayah yakni Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Buleleng.
Berkurangnya luas panen paling tinggi terjadi di Kabupaten Tabanan yang mencapai 4.518 hektare (12,25 hektare).
Penyebab utama berkurangnya luas panen sekaligus menurunnya produksi antara lain perbaikan jaringan irigasi pada tahun 2014 mencapai 12.085 hektare yang menyebabkan kekurangan luas tanam 24.170 hektare.
Adi Nugroho menjelaskan, kekeringan akibat keterbatasan air yakni debit air mengecil dan perbaikan saluran irigasi seperti yang terjadi di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gainyar, Karangasem, Bangli dan Buleleng.
Demikian pula adanya sidementasi saluran dam Saba di Kabupaten Buleleng yang mencapai sekitar 80 sentimeter sehingga sawah seluas 250 hektare tidak bisa ditanami.
Hal penting lainnya menurut Adi Nugroho adanya pengalihan komoditas yakni dari padi ke tembakau seluas 600 hektare di Kabupaten Buleleng dan 200 hektare lainnya di Kabupaten Gianyar.
Selain itu adanya pergeseran atau tunda tanam di beberapa lokasi antara lain Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar dan Buleleng karena perbaikan jaringan irigasi dan musim kemarau panjang sebagai akibat dari el-nino.
Hal itu ditunjukkan dari relatif rendahnya curah hujan selama tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan olahan data dari Bali Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahun 2015 mencapai 1.576 mm, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 1.622 mm.
Sementara Dinas Pertanian Provinsi Bali mencatat Januari-September 2015 terjadio kekeringan pada tanaman padi seluas 881 hektare di enam kabupaten yang meliputi Jembrana 259 hektare, Tabanan 103 hektare, Badung 20 hektare, Gianyar lima hektare, Karangasem dua hektare dan Buleleng 492 hektare.
Kekeringan tersebut sebagian besar yakni 304 hektare (34,51 persen) kekeringan dengan intensitas ringan, sisanya 238 hektare (27,01 persen) intensitas ringan, 185 hektare (21 persen intensitas berat dan puso 154 hektare (17,48 persen). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Berkurangnya produksi padi tersebut hanya terjadi pada subround I-2015 yakni periode Januari-April sebesar 59.696 ton GKG (20,09 persen. Sebaliknya produksi padi pada subround II-2015 yakni periode Mei-Agustus justru mengalami kenaikan sebesar 44.523 ton GKG (17,24 persen)," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Ir Adi Nugroho MM di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, demikian juga pada subround III-2015 yakni periode September-Desember terjadi kenaikan sebesar 10.939 ton GKG (3,62 persen).
Penurunan produksi padi yang relatif tinggi terjadi di Kabupaten Tabanan yang selama ini menjadi "gudang beras" Bali yang mencapai 20.082 ton GKG (9,38 persen).
Menurunnya produksi padi di Bali selama tahun 2015 secara umum akibat berkurangnya luas panen yang mencapai 5.312 hektare (3,72 persen) yang terjadi di lima wilayah yakni Tabanan, Badung, Bangli, Karangasem dan Buleleng.
Berkurangnya luas panen paling tinggi terjadi di Kabupaten Tabanan yang mencapai 4.518 hektare (12,25 hektare).
Penyebab utama berkurangnya luas panen sekaligus menurunnya produksi antara lain perbaikan jaringan irigasi pada tahun 2014 mencapai 12.085 hektare yang menyebabkan kekurangan luas tanam 24.170 hektare.
Adi Nugroho menjelaskan, kekeringan akibat keterbatasan air yakni debit air mengecil dan perbaikan saluran irigasi seperti yang terjadi di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gainyar, Karangasem, Bangli dan Buleleng.
Demikian pula adanya sidementasi saluran dam Saba di Kabupaten Buleleng yang mencapai sekitar 80 sentimeter sehingga sawah seluas 250 hektare tidak bisa ditanami.
Hal penting lainnya menurut Adi Nugroho adanya pengalihan komoditas yakni dari padi ke tembakau seluas 600 hektare di Kabupaten Buleleng dan 200 hektare lainnya di Kabupaten Gianyar.
Selain itu adanya pergeseran atau tunda tanam di beberapa lokasi antara lain Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar dan Buleleng karena perbaikan jaringan irigasi dan musim kemarau panjang sebagai akibat dari el-nino.
Hal itu ditunjukkan dari relatif rendahnya curah hujan selama tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan olahan data dari Bali Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan tahun 2015 mencapai 1.576 mm, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 1.622 mm.
Sementara Dinas Pertanian Provinsi Bali mencatat Januari-September 2015 terjadio kekeringan pada tanaman padi seluas 881 hektare di enam kabupaten yang meliputi Jembrana 259 hektare, Tabanan 103 hektare, Badung 20 hektare, Gianyar lima hektare, Karangasem dua hektare dan Buleleng 492 hektare.
Kekeringan tersebut sebagian besar yakni 304 hektare (34,51 persen) kekeringan dengan intensitas ringan, sisanya 238 hektare (27,01 persen) intensitas ringan, 185 hektare (21 persen intensitas berat dan puso 154 hektare (17,48 persen). (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016