Sibu, Sarawak (Antara Bali) - Guru besar ekologi hutan Universitas Kyoto Jepang Hisao Furukawa mengatakan lahan gambut bukan penyebab kebakaran kalau dikelola dengan baik karena ketinggian air pada lahan tersebut bisa dikontrol.

"Kunci pengelolaan gambut ada pada pengelolaan tata air (water management) dan pemadatan untuk mencegah gambut dari kekeringan dan subsidensi," ujar Furukawa disela-sela menghadiri workshop gambut di Sibu, Serawak, Malaysia, Kamis.

Menurut Furukawa, dirinya telah mengunjungi dan meneliti hutan-hutan dan kawasan gambut di seluruh dunia termasuk Indonesia selama lebih dari 36 tahun.

"Indonesia merupakan kawasan yang sering saya teliti. Sejak puluhan tahun lalu, gambut Indonesia telah dimanfaatkan dan tidak bermasalah," kata Furukawa.

Furukawa menilai, Indonesia sebenarnya terdepan dalam pengelolaan gambut karena pengalaman dan pemahaman tentang pengelolaan gambut yang baik dari beberapa korporasi di Indonesia sangat memadai.

"Korporasi di Indonesia bisa memanfaatkan gambut terdegradasi secara bertanggung jawab. Yang harus dilakukan adalah mereka (korporasi) harus membagi ilmu dan membantu masyarakat untuk memahami tentang pengelolaan gambut yang baik," kata Furukawa.

Furukawa menyarankan, pemerintah Indonesia harus bijaksana memilah antara kepentingan ekologi dan ekonomi dan pemanfaatan gambut. Perlu pemetaan yang baik agar tidak terjadi tumpang tindih dan saling menyalahkan.

Menurut Furukawa, tidak semua gambut harus dimanfaatkan untuk kepentingan ekologi karena ada gambut yang perlu dialokasikan untuk kepentingan ekonomi.

"Salah satu tujuan penelitian adalah agar gambut bisa memberi manfaat bagi ekonomi masyarakat dan negara," katanya.

Lulie Melling, Director of Tropical Peat Research Laboratory Unit (TPRL) Malaysia mengungkapkan, persepsi buruk gambut disebabkan banyak pihak yang berbicara mengenai gambut bukan merupakan ahli.

Mereka membuat persepsi sendiri sehingga pendapat yang muncul kebanyakan imajinasi.

"Pemahaman gambut yang baik perlu diverifikasi di lapangan (lahan) gambut. Tidak tepat mendeskripsikan lahan gambut hanya berdasarkan pemahaman yang sepotong-sepotong tanpa mengerti mengenai karakteristik tanah serta meninjau lokasi gambut untuk bisa membedakan gambut terkelola dan tidak terkelola," kata Lulie.

Menurut Lulie, kawasan gambut terutama gambut terdegradasi sebaiknya dikelola untuk kegiatan produktif agar tidak semakin rusak hanya saja, pemerintah harus mendukung kegiatan tersebut.

Melalui teknologi, lahan gambut sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan termasuk mengubah kawasan rusak tersebut menjadi tanah pertanian yang subur.

"Di Malasyia, gambut ditanami kelapa sawit untuk memberikan pendapatan dan membangun perekonomian Malaysia," kata dia. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Agus Setiawan

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016