Denpasar (Antara Bali) - Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali mengimbau umat yang seharusnya melaksanakan kegiatan ritual piodalan di tempat suci bertepatan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938 pada hari Rabu, 9 Maret 2016 tetap melakukan ritual itu seperti biasa.
"Namun pelaksanaan ritual, baik di tempat suci keluarga (merajan) maupun pura desa adat itu hanya menggunakan sarana ritual tingkatan terkecil dan sudah selesai sebelum matahari terbit atau jam 06.00 wita," kata Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, demikian pula kegiatan ritual tingkat desa adat (pekraman) yang bersamaan dengan hari suci Nyepi tetap dilaksanakan sebelum matahari terbit tanpa menggunakan api (dupa).
Selain itu tidak menggunakan instrumen gamelan gong maupun tembang-tembang kekidung dan warga sari serta kegiatan ritual itu tetap dipimpin pemangku, namun hanya dihadiri para penjuru (tokoh dan pengurus) desa adat setempat.
Sedangkan umat lainnya dapat melakukan sembahyang dari tempat suci keluarga masing-masing.
Ngurah Sudiana menjelaskan, pelaksanaan piodalan tersebut secara teknis dapat dikoordinasikan dengan pengurus Parisada setempat sesuai ketentuan yang berlaku di wilayah tersebut.
"Kegiatan ritual tersebut diusahakan tidak banyak menyimpang dari pelaksanaan tapa brata penyepian," ujarnya.
PHDI mengeluarkan pedoman tentang pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938. Rangkaian ritual hari suci Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan di desa pekraman (desa kala patra), termasuk tradisi di masing-masing desa adat di Pulau Dewata.
Hari suci Nyepi tersebut diawali dengan mengadakan prosesi "Melasti/Melis" di kawasan pantai yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu.
Ritual itu dilakukan umat pada salah satu dari tiga hari yang ditetapkan, yakni Minggu, 6 Maret 2016 hingga Selasa, 8 Maret 2016. Setelah "Melasti", menyusul dilakukan "Bhatara Nyejer" di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, dilanjutkan dengan "Tawur Kesanga" atau persembahan kurban pada hari Selasa (8/3), sehari menjelang Nyepi.
"Tawur Kesanga" itu dilakukan secara berjenjang di tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Namun pelaksanaan ritual, baik di tempat suci keluarga (merajan) maupun pura desa adat itu hanya menggunakan sarana ritual tingkatan terkecil dan sudah selesai sebelum matahari terbit atau jam 06.00 wita," kata Ketua PHDI Provinsi Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, demikian pula kegiatan ritual tingkat desa adat (pekraman) yang bersamaan dengan hari suci Nyepi tetap dilaksanakan sebelum matahari terbit tanpa menggunakan api (dupa).
Selain itu tidak menggunakan instrumen gamelan gong maupun tembang-tembang kekidung dan warga sari serta kegiatan ritual itu tetap dipimpin pemangku, namun hanya dihadiri para penjuru (tokoh dan pengurus) desa adat setempat.
Sedangkan umat lainnya dapat melakukan sembahyang dari tempat suci keluarga masing-masing.
Ngurah Sudiana menjelaskan, pelaksanaan piodalan tersebut secara teknis dapat dikoordinasikan dengan pengurus Parisada setempat sesuai ketentuan yang berlaku di wilayah tersebut.
"Kegiatan ritual tersebut diusahakan tidak banyak menyimpang dari pelaksanaan tapa brata penyepian," ujarnya.
PHDI mengeluarkan pedoman tentang pelaksanaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938. Rangkaian ritual hari suci Nyepi disesuaikan dengan tempat, waktu dan keadaan di desa pekraman (desa kala patra), termasuk tradisi di masing-masing desa adat di Pulau Dewata.
Hari suci Nyepi tersebut diawali dengan mengadakan prosesi "Melasti/Melis" di kawasan pantai yang bermakna membersihkan "pratima" atau benda yang disakralkan oleh umat Hindu.
Ritual itu dilakukan umat pada salah satu dari tiga hari yang ditetapkan, yakni Minggu, 6 Maret 2016 hingga Selasa, 8 Maret 2016. Setelah "Melasti", menyusul dilakukan "Bhatara Nyejer" di Pura Desa/Bale Agung di desa adat masing-masing, dilanjutkan dengan "Tawur Kesanga" atau persembahan kurban pada hari Selasa (8/3), sehari menjelang Nyepi.
"Tawur Kesanga" itu dilakukan secara berjenjang di tingkat Provinsi Bali yang dipusatkan di Pura Besakih, kemudian tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa dan banjar hingga di rumah tangga masing-masing. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016