Amlapura (Antara Bali) - Salak menjadi buah hidangan wajib pada setiap perkantoran atau kalangan perhotelan di Kabupaten Karangasem, Bali, dengan tujuan agar permintaan dari petani selalu ada sehingga harganya tidak mengalami penurunan.
"Nanti di masing-masing dinas pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib ada sepiring buah atau permen salak. Dengan demikian, permintaan buah salak dari petani tidak pernah surut sehingga harganya tidak turun atau jatuh saat panen raya," kata Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri, Minggu.
Dia melanjutkan, nanti dikondisikan agar hotel menyiapkan salak pada masing-masing kamarnya untuk sajian kepada pengunjung. Hidangan salak ini nanti menjadi menu wajib, sehingga menjadi "trade mark" bagi Kabupaten Karangasem.
"Kalau sudah dikondisikan agar salak menjadi hidangan di perkantoran atau perhotelan, tentu harga salak tidak sampai jatuh," ujarnya.
Selama ini, kalau panen raya maka harga salak di kalangan petani bisa anjlok hingga Rp1.000 per kilogram. Panen raya biasanya terjadi pada akhir tahun hingga Februari, sehingga mengakibatkan petani menderita kerugian.
Untuk meminimalkan kerugian, sebagian masyarakat memodifikasi buah salak menjadi produk olahan permen, dodol, keripik, `wine` atau brem. Bahkan ada yang mengirim salak ke Jawa atau Lombok, agar bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi.
Salah satu sentra perkebunan salak terdapat di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem. Hampir di setiap kebun atau ladang penduduk, dapat dijumpai pepohonan salak. Ketika memasuki musim panen raya dan buah salak amat berlimpah, penduduk mengolahnya menjadi produk makanan dan minuman.
Salak di Kecamatan Bebandem Salak merupakan hasil perkebunan yang dominan di Kabupaten Karangasem. Berkat pengolahan yang inovatis, maka nilai ekonomis salak menjadi lebih tinggi.
"Selanjutnya juga akan diimbau kepada para pejabat yang akan keluar daerah agar membawa oleh-oleh buah salak," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Nanti di masing-masing dinas pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib ada sepiring buah atau permen salak. Dengan demikian, permintaan buah salak dari petani tidak pernah surut sehingga harganya tidak turun atau jatuh saat panen raya," kata Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri, Minggu.
Dia melanjutkan, nanti dikondisikan agar hotel menyiapkan salak pada masing-masing kamarnya untuk sajian kepada pengunjung. Hidangan salak ini nanti menjadi menu wajib, sehingga menjadi "trade mark" bagi Kabupaten Karangasem.
"Kalau sudah dikondisikan agar salak menjadi hidangan di perkantoran atau perhotelan, tentu harga salak tidak sampai jatuh," ujarnya.
Selama ini, kalau panen raya maka harga salak di kalangan petani bisa anjlok hingga Rp1.000 per kilogram. Panen raya biasanya terjadi pada akhir tahun hingga Februari, sehingga mengakibatkan petani menderita kerugian.
Untuk meminimalkan kerugian, sebagian masyarakat memodifikasi buah salak menjadi produk olahan permen, dodol, keripik, `wine` atau brem. Bahkan ada yang mengirim salak ke Jawa atau Lombok, agar bisa mendapatkan harga yang lebih tinggi.
Salah satu sentra perkebunan salak terdapat di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem. Hampir di setiap kebun atau ladang penduduk, dapat dijumpai pepohonan salak. Ketika memasuki musim panen raya dan buah salak amat berlimpah, penduduk mengolahnya menjadi produk makanan dan minuman.
Salak di Kecamatan Bebandem Salak merupakan hasil perkebunan yang dominan di Kabupaten Karangasem. Berkat pengolahan yang inovatis, maka nilai ekonomis salak menjadi lebih tinggi.
"Selanjutnya juga akan diimbau kepada para pejabat yang akan keluar daerah agar membawa oleh-oleh buah salak," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016