Lebak (Antara Bali) - Wisatawan domestik maupun mancanegara dilarang
memasuki kawasan Baduy Dalam di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi
Banten, karena tanggal 18 Februari 2016 melaksanakan tradisi Kawalu
sehingga tertutup bagi masyarakat luar.
"Kami meminta wisatawan menghormati dan menghargai keputusan adat karena masyarakat Baduy Dalam sedang menjalani ritual adat peninggalan nenek moyang itu," kata Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang juga tetua adat Baduy Saija saat dihubungi di Rangkasbitung, Senin.
Pelaksanaan Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan untuk menjalankan tradisi dengan puasa serta berdoa meminta keselamatan bangsa dan negara yang aman, damai, dan sejahtera.
Tradisi Kawalu tersebut berlangsung sejak nenek moyang hingga kini masih dipertahankan oleh suku Baduy.
Mereka melaksanakan tradisi Kawalu pertama itu mulai Februari, dan Maret Kawalu dua serta Kawalu ketiga pada Maret mendatang.
Selama perayaan Kawalu, wisatawan domestik maupun mancanegara dilarang memasuki kawasan Baduy Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik.
Mereka menjalankan tradisi Kawalu penuh khusyuk dan penuh sederhana.
Warga Baduy sambil berdoa meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera.
"Kalau negara ini aman dan damai tentu masyarakat akan sejahtera," katanya.
Menurut dia, larangan tersebut nantinya dipasang peringatan di pintu gerbang Baduy di Ciboleger agar pengunjung menaati hukum adat.
Sebab, tradisi Kawalu warisan nenek moyang yang harus dilaksanakan setiap tahun, dirayakan tiga kali selama tiga bulan dengan puasa seharian.
Perayaan Kawalu merupakan salah satu tradisi ritual yang dipercaya oleh warga Baduy Dalam sehingga perlu menghargai dan menghormati keyakinan agama yang dianut mereka.
"Selama melaksanakan Kawalu, kondisi kampung Baduy Dalam sepi karena mereka berpuasa dan banyak memilih tinggal di rumah-rumah," katanya.
Penggiat Masyarakat Baduy, Asep mengatakan, selama kawalu perkampungan Baduy Dalam tertutup bagi pengunjung, sekalipun itu pejabat daerah ataupun pejabat negara.
Mereka menjalankan kawalu karena peninggalan adat yang turun temurun dan harus dilaksanakan.
Setelah berakhir perayaan Kawalu, lanjut dia, tentu pengunjung kembali diperbolehkan mendatangi kawasan Baduy Dalam.
Dia menjelaskan, setelah Kawalu, satu bulan yang akan datang merayakan acara "Seba" dengan mendatangi bupati dan Gubernur Banten dengan membawa hasil-hasil bumi (pertanian).
"Setiap Seba mereka masyarakat Baduy akan membawa hasil pertanian ladang, seperti gula merah, pisang dan petai," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kami meminta wisatawan menghormati dan menghargai keputusan adat karena masyarakat Baduy Dalam sedang menjalani ritual adat peninggalan nenek moyang itu," kata Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak yang juga tetua adat Baduy Saija saat dihubungi di Rangkasbitung, Senin.
Pelaksanaan Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan untuk menjalankan tradisi dengan puasa serta berdoa meminta keselamatan bangsa dan negara yang aman, damai, dan sejahtera.
Tradisi Kawalu tersebut berlangsung sejak nenek moyang hingga kini masih dipertahankan oleh suku Baduy.
Mereka melaksanakan tradisi Kawalu pertama itu mulai Februari, dan Maret Kawalu dua serta Kawalu ketiga pada Maret mendatang.
Selama perayaan Kawalu, wisatawan domestik maupun mancanegara dilarang memasuki kawasan Baduy Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik.
Mereka menjalankan tradisi Kawalu penuh khusyuk dan penuh sederhana.
Warga Baduy sambil berdoa meminta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera.
"Kalau negara ini aman dan damai tentu masyarakat akan sejahtera," katanya.
Menurut dia, larangan tersebut nantinya dipasang peringatan di pintu gerbang Baduy di Ciboleger agar pengunjung menaati hukum adat.
Sebab, tradisi Kawalu warisan nenek moyang yang harus dilaksanakan setiap tahun, dirayakan tiga kali selama tiga bulan dengan puasa seharian.
Perayaan Kawalu merupakan salah satu tradisi ritual yang dipercaya oleh warga Baduy Dalam sehingga perlu menghargai dan menghormati keyakinan agama yang dianut mereka.
"Selama melaksanakan Kawalu, kondisi kampung Baduy Dalam sepi karena mereka berpuasa dan banyak memilih tinggal di rumah-rumah," katanya.
Penggiat Masyarakat Baduy, Asep mengatakan, selama kawalu perkampungan Baduy Dalam tertutup bagi pengunjung, sekalipun itu pejabat daerah ataupun pejabat negara.
Mereka menjalankan kawalu karena peninggalan adat yang turun temurun dan harus dilaksanakan.
Setelah berakhir perayaan Kawalu, lanjut dia, tentu pengunjung kembali diperbolehkan mendatangi kawasan Baduy Dalam.
Dia menjelaskan, setelah Kawalu, satu bulan yang akan datang merayakan acara "Seba" dengan mendatangi bupati dan Gubernur Banten dengan membawa hasil-hasil bumi (pertanian).
"Setiap Seba mereka masyarakat Baduy akan membawa hasil pertanian ladang, seperti gula merah, pisang dan petai," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016