Denpasar (Antara Bali) - Tragedi berdarah penyerangan antaranggota organisasi masyarakat (Ormas) 17 Desember 2015 menyisakan trauma terhadap korban maupun warga atau tetangga korban, karena mendapat teror dari oknum tertentu.

Ni Made Amanda, seorang tetangga anggota ormas yang berseteru, di Denpasar, Kamis mengaku pascakejadian tersebut menjadi trauma dan was-was, karena aparat mendatangi rumah yang diduga bertikai itu dengan membawa senjata laras panjang dan berlaku keras menanyakan anggota ormas yang bersembunyi di sekitar tempat berjualan mereka.

"Saya jawab tidak tahu. Malah mereka membentak bohong kamu. Jadinya kalo ngak percaya saya suruh mereka periksa dah. Lalu mereka langsung periksa dan memang tidak ada siapa-siapa," tutur Amanda yang tinggal di Jalan Indrajaya Denpasar.

Di tengah ketakutannya, Amanda juga meminta aparat jangan bertindak seperti itu, dan seharusnya bisa bertanya baik-baik terlebih dahulu. Bahkan mereka juga sempat melihat warga yang duduk-duduk disamping warungnya juga langsung diinjak-injak sampai mulutnya keluar darah.

"Saya kira aparat oknum polisi tidak seperti itu, datang langsung injak-injak orang sampai saya kaget. Mereka juga bilang kalau kamu bohong saya bunuh kamu. Padahal saya sedang hamil dan perut lagi gede seperti ini. Polisi pakaian Brimob dan intelnya juga bentak-bentak. Digituin saya. Jadinya saya telepon suami saya dan dia pulang marah-marah. Satu malaman bayi di perut saya muter-muter sampai terkencing-kencing takut," ucapnya.

Perlakuan yang sama juga dialami pemilik warung yang juga tetangga korban, Wayan Mertayasa bersama salah satu pembeli, Ketut Muliana mengaku saat malam itu Brimob juga mengamankan beberapa orang berpakaian ormas.

"Saya melihat mereka digebugin dan saya langsung tutup warung. Saya sangat takut dan terasa sangat mencekam. Tumben ada kejadian seperti itu di Bali. Masyarakat merasa tercekam sampai anak saya gak bisa tidur. Saya harap penanganan ke depan agar lebih bijaksana dan tidak kasar dengan masyarakat. Karena bisa saja masyarakat yang tidak tahu apa-apa jadi korban kekerasan aparat," kata Muliana.

Dihubungi terpisah, Ketua Korlap salah satu ormas di kawasan itu, Bagus Edi Parajaya membenarkan kejadian tersebut. Menurutnya, saat mereka akan membesuk ke LP Kerobokan untuk menjalankan suka duka ternyata rekannya dikabarkan sudah meninggal, sehingga hendak menengok ke RSUP Sanglah. Namun sebagian anggota ormas juga ada yang balik ke Markas. Saat berada di Markas mereka mengaku di sana dihajar oleh aparat.

"Kita semestinya mendapat perlindungan hukum bukan diserang seperti itu. Dari rekaman CCTV (kamera pemantau) kita didatangi oleh aparat keamanan," katanya.

Dari keterangan istri Bagus Edi Parajaya, Yana juga mengakui ada penyerangan itu usai keributan di LP Kerobokan. Mereka datang bawa senjata laras panjang.

"Ajiknya (Bagus Edi) mana? Dia dituduh membunuh dan mereka terus membentak-bentak. Sampai anak saya takut dan nangis-nangis lihat orang banyak. Saya sangat trauma dengan kejadian itu," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016