Karangasem (Antara Bali) - Duta pada "even International Symposium for the Asia Heritage Network 2016", terkagum-kagum saat melihat masih terjaganya budaya dan lingkungan di kawasan Desa Kuno Tenganan, Karangasem, Bali.
Para duta itu berasal dari Australia, Inggris, India, Malaysia, Myanmar, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Hongkong, Singapura dan Indonesia, yang pada Sabtu pagi antusias melihat-lihat dan mengagumi arsitektur bangunan, serta terjaganya lingkungan di Tenganan.
"Hutan di Tenganan termasuk salah satu hutan terbaik di Indonesia. Hutan ini masih terjaga karena ada `awig-awig` yang dipegang teguh penduduk Tenganan," ujar tokoh adat Tenganan Wayan Sadra, saat memberi penjelasan di hadapan peserta simposium.
Dia menjelaskan, bunyi awig-awig antara lain tidak boleh menebang pohon yang masih hidup dan tidak boleh membakar sampah di dalam hutan.
Sadra melanjutkan, terdapat empat macam buah-buahan yang tidak boleh diambil buahnya saat masih di atas pohon, yakni durian, kemiri, terep dan `pangi` atau keluwek. Kalau buah itu jatuh sendiri, maka penduduk boleh memungutnya.
"Makanya kalau musim durian yang berlangsung Desember hingga Februari, maka penduduk ramai-ramai membangun pondok di tengah hutan. Kampung menjadi sepi karena banyak yang pindah sementara ke hutan," katanya.
Keunikan budaya dan tradisi di Tenganan, ucap dia, menjadikan desa ini eksis sebagai salah satu desa kuno di Bali. Kehidupan penduduk Tenganan yang memegang filosofi keseimbangan dan sangat menjaga lingkungan, membuat kawasan ini lestari dan sering menjadi ajang studi dari pemerhati lingkungan dari berbagai dunia.
Sementara itu, Diane Butler, seorang staf pengajar di Universitas Udayana, Bali, sekaligus perwakilan dari International Foundation for Dharma Nature Time menyebutkan, Desa Tenganan ini masih mampu bertahan menjaga kebudayaan sebagai desa kuno.
Misalnya keberadaan Bale Agung, ujarnya, di tengah pemukiman penduduk melambangkan kebersamaan karena semua aktivitas bertumpu pada tempat tersebut. Bale Agung ini sekaligus menjadi kekhasan sekaligus pembeda antara Tenganan dengan desa lainnya.
"Lingkungan yang tertata sesuai falsafah segara gunung, serta kepedulian penduduk dalam menjaga lingkungan, membuat Tenganan terjaga dari masa ke masa," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Para duta itu berasal dari Australia, Inggris, India, Malaysia, Myanmar, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Hongkong, Singapura dan Indonesia, yang pada Sabtu pagi antusias melihat-lihat dan mengagumi arsitektur bangunan, serta terjaganya lingkungan di Tenganan.
"Hutan di Tenganan termasuk salah satu hutan terbaik di Indonesia. Hutan ini masih terjaga karena ada `awig-awig` yang dipegang teguh penduduk Tenganan," ujar tokoh adat Tenganan Wayan Sadra, saat memberi penjelasan di hadapan peserta simposium.
Dia menjelaskan, bunyi awig-awig antara lain tidak boleh menebang pohon yang masih hidup dan tidak boleh membakar sampah di dalam hutan.
Sadra melanjutkan, terdapat empat macam buah-buahan yang tidak boleh diambil buahnya saat masih di atas pohon, yakni durian, kemiri, terep dan `pangi` atau keluwek. Kalau buah itu jatuh sendiri, maka penduduk boleh memungutnya.
"Makanya kalau musim durian yang berlangsung Desember hingga Februari, maka penduduk ramai-ramai membangun pondok di tengah hutan. Kampung menjadi sepi karena banyak yang pindah sementara ke hutan," katanya.
Keunikan budaya dan tradisi di Tenganan, ucap dia, menjadikan desa ini eksis sebagai salah satu desa kuno di Bali. Kehidupan penduduk Tenganan yang memegang filosofi keseimbangan dan sangat menjaga lingkungan, membuat kawasan ini lestari dan sering menjadi ajang studi dari pemerhati lingkungan dari berbagai dunia.
Sementara itu, Diane Butler, seorang staf pengajar di Universitas Udayana, Bali, sekaligus perwakilan dari International Foundation for Dharma Nature Time menyebutkan, Desa Tenganan ini masih mampu bertahan menjaga kebudayaan sebagai desa kuno.
Misalnya keberadaan Bale Agung, ujarnya, di tengah pemukiman penduduk melambangkan kebersamaan karena semua aktivitas bertumpu pada tempat tersebut. Bale Agung ini sekaligus menjadi kekhasan sekaligus pembeda antara Tenganan dengan desa lainnya.
"Lingkungan yang tertata sesuai falsafah segara gunung, serta kepedulian penduduk dalam menjaga lingkungan, membuat Tenganan terjaga dari masa ke masa," ucap dia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016