Sanur (Antara Bali) - Badan Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia dan Yayasan Orang Tua Perduli (YOP) Pusat, mengimbau masyarakat Bali untuk memanfaatkan obat antibiotik secara tepat dan bijak, jika disalahgunakan berdampak pada kesehatan tubuh.
"Imbauan ini kami sosialisasikan kepada masyarakat yang ada di Bali khusunya dan Indonesia umumnya, agar meminum obat antibiotik sesuai aturan agar bakteri yang ada dalam tubuh tidak kebal (resisten) terhadap obat itu," ujar Nursila Dewi, Staf Komunikasi WHO Indonesia, di Sanur, Jumat.
Menurut dia, resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat menjadi permasalahan sangat serius pada tubuh sesorang karena dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, resistensi terhadap antibiotik tersebut sudah menjadi atensi WHO sejak Tahun 1998, sehingga pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat efek samping antibiotik yang dikonsumsi secara tidak tepat.
"Apabila tubuh resisten terhadap antibiotik akan menyebabkan penurunan kemampuan obat itu dalam mengobati infeksi pada tubuh manusia," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk menekan perkembangbiakan bakteri itu dengan melihat jenis penyakit apa yang memerlukan antibiotik, sesuai resep dokter dan dengan dosis maupun waktu yang tepat.
Pendiri YOP dr Purnamawati Pujiarto, SpA (K) MMPed mengharapkan, masyarakat paham kapan obat antibiotik itu dapat digunakan dan untuk apa fungsi antibiotik itu. "Tidak semua penyakit dapat sembuh dengan antibiotik," ujarnya.
Ia mengatakan, ciri-ciri seseorang yang resisten terhadap obat antibiotik yakni saat dia sakit dan diberikan antibiotik akan sulit sembuh. Kemudian, saat dilakukan pemeriksaan laboratorium pada sampel darah dan dahak ditemukan adanya bakteri.
"Oleh sebab itu, pemakaian obat antibiotik harus dikontrol penggunaannya sesuai penyakit yang diderita dan kami mengajak masyarakat Bali bertanggungjawab menggunakan obat tersebut," ujarnya.
Ia menyarankan, apabila seseorang menderita gejala batuk dan pilek tidak perlu meminum antibiotik, karena penyakit itu disebabkan oleh virus bukan bakteri.
"Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat akselerasi resistensi bakteri, sehingga pada penyakit radang paru dan TBC jauh lebih sulit dan mahal untuk disembuhkan," kata Purnamawati.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Imbauan ini kami sosialisasikan kepada masyarakat yang ada di Bali khusunya dan Indonesia umumnya, agar meminum obat antibiotik sesuai aturan agar bakteri yang ada dalam tubuh tidak kebal (resisten) terhadap obat itu," ujar Nursila Dewi, Staf Komunikasi WHO Indonesia, di Sanur, Jumat.
Menurut dia, resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat menjadi permasalahan sangat serius pada tubuh sesorang karena dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, resistensi terhadap antibiotik tersebut sudah menjadi atensi WHO sejak Tahun 1998, sehingga pihaknya bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat efek samping antibiotik yang dikonsumsi secara tidak tepat.
"Apabila tubuh resisten terhadap antibiotik akan menyebabkan penurunan kemampuan obat itu dalam mengobati infeksi pada tubuh manusia," ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mengajak masyarakat untuk menekan perkembangbiakan bakteri itu dengan melihat jenis penyakit apa yang memerlukan antibiotik, sesuai resep dokter dan dengan dosis maupun waktu yang tepat.
Pendiri YOP dr Purnamawati Pujiarto, SpA (K) MMPed mengharapkan, masyarakat paham kapan obat antibiotik itu dapat digunakan dan untuk apa fungsi antibiotik itu. "Tidak semua penyakit dapat sembuh dengan antibiotik," ujarnya.
Ia mengatakan, ciri-ciri seseorang yang resisten terhadap obat antibiotik yakni saat dia sakit dan diberikan antibiotik akan sulit sembuh. Kemudian, saat dilakukan pemeriksaan laboratorium pada sampel darah dan dahak ditemukan adanya bakteri.
"Oleh sebab itu, pemakaian obat antibiotik harus dikontrol penggunaannya sesuai penyakit yang diderita dan kami mengajak masyarakat Bali bertanggungjawab menggunakan obat tersebut," ujarnya.
Ia menyarankan, apabila seseorang menderita gejala batuk dan pilek tidak perlu meminum antibiotik, karena penyakit itu disebabkan oleh virus bukan bakteri.
"Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat akselerasi resistensi bakteri, sehingga pada penyakit radang paru dan TBC jauh lebih sulit dan mahal untuk disembuhkan," kata Purnamawati.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015