Asparagus, jenis sayur mayur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi itu berkembang di daerah berhawa sejuk di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali sekitar 50 km utara Kota Denpasar.
Petani yang terhimpun dalam kelompok tani itu mendapat pembinaan ahli pertanian dari Yayasan International Cooperation and Development Fund (ICDF) Taiwan hingga kini mampu menghasilkan asparagus untuk memenuhi kebutuhan hotel maupun konsumen di pasaran luar negeri.
Pemerintah Kabupaten Badung, Bali bekerja sama dengan ICDF Taiwan menggelar Festival Asparagus melibatkan seluruh kelompok tani di daerah itu bertempat di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Petang.
Festival yang berlangsung selama dua hari, 22--23 Oktober 2015 melibatkan enam kelompok tani asparagus di Desa Pelaga diisi dengan lomba antara lain pemilihan petani aspragus terbaik, tingkat produktivitas, hasil asparagus terpanjang, terberat, lomba memasak asparagus serta lomba duta asparagus.
Kegiatan tersebut dibuka Deputi Pengkajian Sumber Daya Usaha UKMK Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring didampingi Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung Dewa Made Apramana mewakili Penjabat Bupati I Nyoman Harry Yudha Saka.
Festival ke dua kali ini mengusung tema "Melalui Festival Asparagus Kita Tingkatkan Inovasi Produk Unggulan Daerah" diharapkan mampu meningkatkan pertanian budidaya asparagus sekaligus mendorong kreativitas anak-anak muda untuk berinovasi dalam bidang pertanian.
Kelompok tani asparagus yang menghimpun diri dalam wadah Koperasi Tani Mertha Nadi Desa Pelaga, Petang itu hingga kini telah mampu meningkatkan pendapatannya terbukti aset koperasi mencapai Rp3 miliar dan memiliki keuntungan Rp1,3 miliar hingga Agustus 2015.
Deputi Meliadi Sembiring memberikan apresiasi atas kegiatan tersebut, karena sesuai laporan dari (ICDF) Taiwan, bahwa budidaya pengembangan asparagus di Desa Pelaga mengalami peningkatan hingga 300 persen.
Peningkatan yang luar biasa itu telah mampu mendorong anak-anak muda untuk menggeluti pengembangan asparagus, karena penghasilannya yang diperolehnya tidak kalah dengan menekuni usaha jasa lainnya, termasuk bidang pariwisata.
"Kami menekankan kepada Pemkab Badung dan instansi terkait bagaimana pengembangan asparagus melalui program ICDF dapat terus berlanjut dan kegiatan produktif itu menjadi milik masyarakat bukan proyek," harap Deputi Meliadi Sembiring.
Oleh sebab itu semua petani menjadi duta pengembangan asparagus, sehingga Badung mampu menjadi penghasil asparagus terbaik di dunia.
Emas hijau
Ketua Panitia The Leader of ICDF Taiwan Mu Gow Jong mengatakan, asparagus di Taiwan dikenal dengan "emas berwarna hijau", karena jenis sayur mayur itu memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Asparagus tidak hanya dinilai dari penampilan luar yang menarik, namun memiliki gizi yang tinggi, cita rasa yang lezat sehingga sangat diminati oleh semua orang.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung Dewa Made Apramana mengatakan, keberhasilan pengembangan asparagus melalui program "one village one product" (OVOP) berkat sinergi dengan ICDF)Taiwan dan semua pihak baik di lingkungan Pemprov Bali dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pengembangan jenis sayur mayur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi itu kini telah menjangkau sekitar 50 hektare yang melibatkan delapan kelompok petani mampu menghasilkan asparagus untuk memenuhi kebutuhan hotel maupun konsumen di pasaran luar negeri.
Setiap pertani yang mengembangkan asparagus seluas tujuh are (700 meter persegi) mampu menghasilkan Rp400.000 per hari atau sekitar Rp12 juta per bulan. Pendapatan tersebut sangat menjajikan dibanding dengan pegawai negeri sipil atau pegawai perusahaan suasta lainnya.
Bahkan produksi aspragus Desa Plaga berdasarkan hasil penelitian dari Insitut Teknologi Bandung (ITB) masuk paling baik di Asia. Hal itu menunjukkan potensi pertanian asparagus di Kabupaten Badung cukup menjajikan baik dari segi kondisi lingkungan, maupun prospek penjualannya.
Asparagus merupakan salah satu jenis sayur mayur yang memiliki khasiat kesehatan yang tinggi. tidak salah kalau masyarakat yang mengerti kesehatan selalu mengkonsumsi aspragus, meskipun harganya relatif tinggi yakni mencapai kisaran Rp 35.000--Rp50.000/kg.
Berdasarkan hasil perhitungan, petani yang mengembangkan asparagus secara intensif itu investasi yang ditanam sudah bisa kembali pada tahun pertama atau tahun ke dua.
Dengan demikian selama enam tahun sisanya umur asparagus tinggal merawat sambil menikmati hasil yang lumayan besar, sehingga pengembangan asparagus itu sangat menjanjikan.
Petani bisa memanfaatkan modal dari koperasi dengan bunga ringan, atau kredit perbankan, karena setelah tanaman berumur enam bulan sudah bisa dipanen, sekaligus memulai mencicil hutang yang digunakan untuk investasi.
"Semakin baik kualitas asparagus semakin mahal harganya," tutur I Made Artana, seorang petani asparagus. Proses budidaya dari bibit bijian hingga penyemaian membutuhkan waktu selama tiga bulan. Setelah itu bibit siap ditanam di tanah.
Selama enam bulan perawatan selanjutnya sudah mulai bisa dipanen, jika dihitung dalam setahun lahan seluas sepuluh are itu menghasilkan sedikit Rp30 juta sehingga investasi yang ditanam bisa kembali pada tahun pertama atau ke dua.
Pengembangan asparagus itu seluruhnya menggunakan pupuk organik yang berimbang disamping persediaan air yang tidak begitu banyak untuk penyiraman. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Petani yang terhimpun dalam kelompok tani itu mendapat pembinaan ahli pertanian dari Yayasan International Cooperation and Development Fund (ICDF) Taiwan hingga kini mampu menghasilkan asparagus untuk memenuhi kebutuhan hotel maupun konsumen di pasaran luar negeri.
Pemerintah Kabupaten Badung, Bali bekerja sama dengan ICDF Taiwan menggelar Festival Asparagus melibatkan seluruh kelompok tani di daerah itu bertempat di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Petang.
Festival yang berlangsung selama dua hari, 22--23 Oktober 2015 melibatkan enam kelompok tani asparagus di Desa Pelaga diisi dengan lomba antara lain pemilihan petani aspragus terbaik, tingkat produktivitas, hasil asparagus terpanjang, terberat, lomba memasak asparagus serta lomba duta asparagus.
Kegiatan tersebut dibuka Deputi Pengkajian Sumber Daya Usaha UKMK Kementerian Koperasi dan UKM Meliadi Sembiring didampingi Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung Dewa Made Apramana mewakili Penjabat Bupati I Nyoman Harry Yudha Saka.
Festival ke dua kali ini mengusung tema "Melalui Festival Asparagus Kita Tingkatkan Inovasi Produk Unggulan Daerah" diharapkan mampu meningkatkan pertanian budidaya asparagus sekaligus mendorong kreativitas anak-anak muda untuk berinovasi dalam bidang pertanian.
Kelompok tani asparagus yang menghimpun diri dalam wadah Koperasi Tani Mertha Nadi Desa Pelaga, Petang itu hingga kini telah mampu meningkatkan pendapatannya terbukti aset koperasi mencapai Rp3 miliar dan memiliki keuntungan Rp1,3 miliar hingga Agustus 2015.
Deputi Meliadi Sembiring memberikan apresiasi atas kegiatan tersebut, karena sesuai laporan dari (ICDF) Taiwan, bahwa budidaya pengembangan asparagus di Desa Pelaga mengalami peningkatan hingga 300 persen.
Peningkatan yang luar biasa itu telah mampu mendorong anak-anak muda untuk menggeluti pengembangan asparagus, karena penghasilannya yang diperolehnya tidak kalah dengan menekuni usaha jasa lainnya, termasuk bidang pariwisata.
"Kami menekankan kepada Pemkab Badung dan instansi terkait bagaimana pengembangan asparagus melalui program ICDF dapat terus berlanjut dan kegiatan produktif itu menjadi milik masyarakat bukan proyek," harap Deputi Meliadi Sembiring.
Oleh sebab itu semua petani menjadi duta pengembangan asparagus, sehingga Badung mampu menjadi penghasil asparagus terbaik di dunia.
Emas hijau
Ketua Panitia The Leader of ICDF Taiwan Mu Gow Jong mengatakan, asparagus di Taiwan dikenal dengan "emas berwarna hijau", karena jenis sayur mayur itu memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Asparagus tidak hanya dinilai dari penampilan luar yang menarik, namun memiliki gizi yang tinggi, cita rasa yang lezat sehingga sangat diminati oleh semua orang.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Badung Dewa Made Apramana mengatakan, keberhasilan pengembangan asparagus melalui program "one village one product" (OVOP) berkat sinergi dengan ICDF)Taiwan dan semua pihak baik di lingkungan Pemprov Bali dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Pengembangan jenis sayur mayur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi itu kini telah menjangkau sekitar 50 hektare yang melibatkan delapan kelompok petani mampu menghasilkan asparagus untuk memenuhi kebutuhan hotel maupun konsumen di pasaran luar negeri.
Setiap pertani yang mengembangkan asparagus seluas tujuh are (700 meter persegi) mampu menghasilkan Rp400.000 per hari atau sekitar Rp12 juta per bulan. Pendapatan tersebut sangat menjajikan dibanding dengan pegawai negeri sipil atau pegawai perusahaan suasta lainnya.
Bahkan produksi aspragus Desa Plaga berdasarkan hasil penelitian dari Insitut Teknologi Bandung (ITB) masuk paling baik di Asia. Hal itu menunjukkan potensi pertanian asparagus di Kabupaten Badung cukup menjajikan baik dari segi kondisi lingkungan, maupun prospek penjualannya.
Asparagus merupakan salah satu jenis sayur mayur yang memiliki khasiat kesehatan yang tinggi. tidak salah kalau masyarakat yang mengerti kesehatan selalu mengkonsumsi aspragus, meskipun harganya relatif tinggi yakni mencapai kisaran Rp 35.000--Rp50.000/kg.
Berdasarkan hasil perhitungan, petani yang mengembangkan asparagus secara intensif itu investasi yang ditanam sudah bisa kembali pada tahun pertama atau tahun ke dua.
Dengan demikian selama enam tahun sisanya umur asparagus tinggal merawat sambil menikmati hasil yang lumayan besar, sehingga pengembangan asparagus itu sangat menjanjikan.
Petani bisa memanfaatkan modal dari koperasi dengan bunga ringan, atau kredit perbankan, karena setelah tanaman berumur enam bulan sudah bisa dipanen, sekaligus memulai mencicil hutang yang digunakan untuk investasi.
"Semakin baik kualitas asparagus semakin mahal harganya," tutur I Made Artana, seorang petani asparagus. Proses budidaya dari bibit bijian hingga penyemaian membutuhkan waktu selama tiga bulan. Setelah itu bibit siap ditanam di tanah.
Selama enam bulan perawatan selanjutnya sudah mulai bisa dipanen, jika dihitung dalam setahun lahan seluas sepuluh are itu menghasilkan sedikit Rp30 juta sehingga investasi yang ditanam bisa kembali pada tahun pertama atau ke dua.
Pengembangan asparagus itu seluruhnya menggunakan pupuk organik yang berimbang disamping persediaan air yang tidak begitu banyak untuk penyiraman. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015