Denpasar (Antara Bali) - Sanggar seni pimpinan Ketut Lanus itu menampilkan permainan musik tradisi dari berbagai daerah di Indonesia yang diolah menjadi jalinan melodi indah yang damai dalam pementasan musik perkusi yang dibawakan oleh Cahya Art di ajang Nusa Dua Fiesta (NDF).
Dalam penyajiannya itu, Cahya Art tak hanya mengedepankan teknik bermain musik, tetapi juga mengutamakan lagu-lagu yang khas. Setiap lagu itu tak hanya mengedepankan jalinan melodi, tetapi juga permainan ritme dan tempo. Kesan music Jawa, Sumatera, Bali ataupun Papua tidak saling menonjol, melainkan saling mengisi sehingga memiliki warna yang beda. Maka tak heran, olahan jenis music ini seakan menciptakan sebuah pakem music baru.
Dalam penampilannya bukan merupakan sajian komposisi murni, melainkan kolaborasi antara music, tembang dan narasi. Kepuasan tak hanya tampak dari pada para pemain gamelan, tetapi juga para penonton. Bahkan, pengunjung NDF yang terdiri dari masyarakat local dan wisatawan mancanegara ikut keranijingan dengan menggerak-gerakan tangan mengikuti irama lagu. Ada pula yang mengikuti, dengan mulut meski terputus-putus. “Is very good,†demikian kata pasangan wisatawan asing yang menyaksikan pertunjukan Perkusi Nusantara itu.
Belasan seniman lokal Bali itu tak hanya memainkan alat music berbagai daerah, tetapi juga mengenakan busana khas daerah. Itu menandakan kebhinekaan tak hanya dalam sisi luar, tetapi juga jauh kedalam. Alat music yang dimainkan antara lain kendang belig dari Lombok, tifa dari Papua, rebana dari Sumatera, kendang Bali, gamelan Jawa dan kendang Sunda (Jawa barat). Dipadu pula dengan alat music modern seperti gitar dan keyboard.“Kami lebih menekankan pada nuansa music nusantara baik dalam bentuk lagu, melodi dan lainnya,†jelas Lanus.
Dari enam garapan yang disiapkan, Cahya Art akhirnya menampilkan tiga garapan musik dan satu garapan tari. Diawali dengan penampilan garapan musik bertajuk Liuk yang terinspirasi dari gerakan-gerakan pohon kekanan dan kekiri. Gerakannya meliuk-liuk indah dan lembut seakan menggoda burung. Garapan ini direspon dengan tembang-tembang klasik berbahasa Indonesia.
Kemudian Tari Maha Puja yang menceritaka rasa puji syukur yang tiada tara atas segala anugrah yang telah dilimpahkan di duni ini. Ditarikan oleh 9 orang penari wanita dengan busana bernuansa putih suci. Tari ini juga dipadu dengan narasi untuk mempertegas maksud kebhinekaan yang ingin disampaikan. Pesan nusatara, menghargai perbedaan dengan memuja keindahan dipercaya dapat menciptakan persatuan yang damai.
Selanjutnya komposisi musik Legam berkisah tentang carut marut keadaan negeri dan komposisi music Bali Jani yang menceritakan kehidupan masyarakat di Bali yang majemuk dengan latar belakang budaya, agama suku dan ras berbeda. “Dari Nusa Dua sebagai kawasan wisata dunia ini kami mencoba menggemakan nusantara, kebhinnekaan yang indah,†ucap Lanus. (I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Dalam penyajiannya itu, Cahya Art tak hanya mengedepankan teknik bermain musik, tetapi juga mengutamakan lagu-lagu yang khas. Setiap lagu itu tak hanya mengedepankan jalinan melodi, tetapi juga permainan ritme dan tempo. Kesan music Jawa, Sumatera, Bali ataupun Papua tidak saling menonjol, melainkan saling mengisi sehingga memiliki warna yang beda. Maka tak heran, olahan jenis music ini seakan menciptakan sebuah pakem music baru.
Dalam penampilannya bukan merupakan sajian komposisi murni, melainkan kolaborasi antara music, tembang dan narasi. Kepuasan tak hanya tampak dari pada para pemain gamelan, tetapi juga para penonton. Bahkan, pengunjung NDF yang terdiri dari masyarakat local dan wisatawan mancanegara ikut keranijingan dengan menggerak-gerakan tangan mengikuti irama lagu. Ada pula yang mengikuti, dengan mulut meski terputus-putus. “Is very good,†demikian kata pasangan wisatawan asing yang menyaksikan pertunjukan Perkusi Nusantara itu.
Belasan seniman lokal Bali itu tak hanya memainkan alat music berbagai daerah, tetapi juga mengenakan busana khas daerah. Itu menandakan kebhinekaan tak hanya dalam sisi luar, tetapi juga jauh kedalam. Alat music yang dimainkan antara lain kendang belig dari Lombok, tifa dari Papua, rebana dari Sumatera, kendang Bali, gamelan Jawa dan kendang Sunda (Jawa barat). Dipadu pula dengan alat music modern seperti gitar dan keyboard.“Kami lebih menekankan pada nuansa music nusantara baik dalam bentuk lagu, melodi dan lainnya,†jelas Lanus.
Dari enam garapan yang disiapkan, Cahya Art akhirnya menampilkan tiga garapan musik dan satu garapan tari. Diawali dengan penampilan garapan musik bertajuk Liuk yang terinspirasi dari gerakan-gerakan pohon kekanan dan kekiri. Gerakannya meliuk-liuk indah dan lembut seakan menggoda burung. Garapan ini direspon dengan tembang-tembang klasik berbahasa Indonesia.
Kemudian Tari Maha Puja yang menceritaka rasa puji syukur yang tiada tara atas segala anugrah yang telah dilimpahkan di duni ini. Ditarikan oleh 9 orang penari wanita dengan busana bernuansa putih suci. Tari ini juga dipadu dengan narasi untuk mempertegas maksud kebhinekaan yang ingin disampaikan. Pesan nusatara, menghargai perbedaan dengan memuja keindahan dipercaya dapat menciptakan persatuan yang damai.
Selanjutnya komposisi musik Legam berkisah tentang carut marut keadaan negeri dan komposisi music Bali Jani yang menceritakan kehidupan masyarakat di Bali yang majemuk dengan latar belakang budaya, agama suku dan ras berbeda. “Dari Nusa Dua sebagai kawasan wisata dunia ini kami mencoba menggemakan nusantara, kebhinnekaan yang indah,†ucap Lanus. (I020)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015