Denpasar (Antara Bali) - Pementasan drama tari "Keboiwa" dalam ajang Nusa Dua Fiesta (NDF) menarik untuk disimak karena di balik penataan koreografi yang inovatif dan kreatif, ada pesan moral dan pendidikan, kata dalang drama tari Sang Ketut Pesan Sandiyasa.

Nilai-nilai luhur yang disampaikan itu, kata Sang Ketut Pesan Sandiyasa di Nusa Dua, Bali, Sabtu, dapat dijadikan panutan dalam menjalani kehidupan. Apalagi, didukung penataan busana serta iringan yang energik, menjadikan garapan seni itu makin memesona.
Ia mengatakan bahwa penampilan oratorium "Keboiwa" hasil produksi Sanggar Sasiwimba, Kota Denpasar.

Drama tari itu didukung oleh sekitar 25 orang penari dan 30 penabuh. Tampil sebagai penata tari IBG Surya Peradantha, penata iringan I Wayan Darya dan I Ketut Budiyana.

Sejak gamelan mulai ditabuh, penonton langsung memadati tempat duduk. Bahkan, ada yang duduk di halaman bersama anak dan saudaranya. Tidak hanya masyarakat lokal, wisatawan mancanegara juga ikut melantai di atas rumput hijau itu.

Meski tahu dan pernah menyaksikan drama tari tersebut, namun mereka tak mau meninggalkan sajian seni yang menarik itu.

Penyajian drama tari "Keboiwa" yang menjadi Tarian Maskot Nusa Dua itu tergolong apik karena mengutamakan unsur dramatik.

Dalam garapan itu masih kuat dengan seni tradisi bahkan klasiknya.

Hal itu dapat dilihat dari pakem tari seperti agem, tandang, dan tangkep yang masih tetap dipertahankan. Misalnya, dalam tari prajurit yang digambarkan oleh penari baris menjadikan garapan ini sangat klasik.

Garapan seni berdurasi 45 menit itu tidak hanya menampikan gerak-gerak yang indah, tetapi juga penuh makna. Juga didukung dengan kostum klasik yang dominan poleng. Meski dalam bentuk sajian seni tradisi, gerak tari yang lebih banyak dikreasikan itu menjadikan garapan ini bernuansa baru. Hal itu yang membedakan dengan garapan drama tari sebelumnya.

Suasana dalam setiap adegan menjadi lebih hidup karena didukung kostum dan iringan. Kostum penari lebih banyak dikreatikan sesuai dengan kebutuhan tema. Namun, tidak keluar dari pakem busana tari Bali.

Hal itu termasuk juga iringannya yang menggunakan gamelan Semarandana. Jenis gamelan dengan nada saih pitu itu dapat memberikan kesan Jawa ataupun Bali kuno. Misalnya, dalam suasana di keraton, kerajaan, di hutan, ataupun pada saat perang.

Namun, yang lebih penting dari sajian seni itu adalah pesan moral yang disampaikan kepada penonton. Dari cerita rakyat dari Bali ini menyampaikan jadilah orang yang mampu diandalkan dan mampu berkorban untuk kepentingan orang banyak. Di samping itu, juga sebagai media pendidikan, khususnya tentang sejarah adanya Nusa Dua.

Adapun kisahnya adalah berawal dari kecemasan hati Ratu Kerajaan Majapahit Diah Tribhuana Uttunggadewi, yang murka terhadap Kerajaan Bali karena tidak mau tinduk di bawah kekuasaan Majapahit.

Sang Prabhu Bali Pulina Sri Bedahulu yang didampingi patih sakti Ki Kebo Iwa terlampau kuat untuk dihadapi. Namun, dengan upaya cerdik Mahapatih Gajah Mada, Patih Ki Kebo Iwa dapat diperdaya dan Kerajaan Bali pun menjadi mudah untuk ditaklukkan. Patih Ki Kebo Iwa gugur bukan karena kalah, tetapi merelakan dirinya gugur demi cita-cita luhur, bersatunya Nusantara. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Komang Suparta

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015