Denpasar (Antara Bali) - Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba mengatakan Kementerian Kehutanan kini memberikan pengelolaan hutan desa kepada sejumlah desa, dan diharapkan mampu memberdayakan warga serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
"Saya harapkan sejumlah desa yang ada di dekat hutan, kini diberikan hak mengelola dan hasilnya bisa meningkatkan perekonomian warga setempat. Namun hutan yang dikelola itu adalah hutan desa," katanya saat rapat bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Dishut Buleleng, Jembrana dan Bangli serta pejabat desa di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan untuk di Bali ada tiga kabupaten yang diberikan mengelola hutan desa, yaitu di Kabupaten Buleleng sebanyak tujuh desa, Kabupaten Jembrana 13 desa dan Kabupaten Bangli dua desa.
"Pengelolaan hutan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan adalah di luar hutan lindung primer. Dan jenis tanaman yang bisa di tanam oleh masyarakat adalah berdasarkan penentuan dari Dinas Kehutanan disesuaikan dengan kemiringan lokasi hutan itu," ucap politikus Partai Demokrat.
Menurut dia, dengan pemerintah memberikan hak pengelolaan kepada desa yang bersebelahan dengan hutan lindung bertujuan untuk pelestarian dan perlindungan hutan itu sendiri.
"Mungkin selama ini masyarakat yang bersebelahan dan berbatasan hutan secara sembunyi-sembunyi melakukan pembabatan maupun menanami dengan tanaman yang bermanfaat. Sebab aturan semua hutan tidak boleh dimasuki, apalagi ditanami tanaman yang bermanfaat bagi warga. Tapi dengan aturan tersebut tujuannya adalah melindungi hutan itu," ujarnya.
Dengan memberikan desa untuk mengelola hutan perbatasan itu, kata dia, keberadaan hutan akan bisa dijaga oleh desa bersangkutan. Kawasan mana yang bisa dikelola dan kawasan mana yang tertutup.
"Jadi dengan aturan hak kelola itu, maka pemerintah secara tidak langsung sudah memperketat pengawasan. Seandainya ada yang melanggar maka pemerintah bisa menuntut desa bersangkutan. Tidak seperti dahulu ketika ada kerusakan hutan tak ada yang berani mengaku. Tetapi dengan aturan ini bisa diberi sanksi kepada desa perbatasan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Bali, IGN Wiranatha mengatakan dengan desa perbatasan hutan diberikan hak pengelolaan hutan tersebut, tidak semuanya bisa dimanfaatkan, akan tetapi ada batasan yang bisa dimanfaatkan masyarakat setempat.
"Jenis tanaman yang bisa ditanam juga ditentukan. Misal warga setempat ingin menanam durian, maka tidak boleh berasal dari tanaman cangkok atau stek. Tetapi harus dari biji ditanam, tujuannya agar batangnya tinggi dan akarnya kuat ditanah," katanya.
Termasuk juga bila ada pelanggaran di kawasan hutan itu, kata dia, maka bisa dilakukan minta pertanggungjawaban kepada kepala desa bersangkutan, siapa saja melakukan pelanggaran.
"Langkah ini akan lebih mudah mengetahui siapa saja warga yang melakukan pelanggaran. Kalau dulu polisi hutan masuk menemukan pelanggaran tidak bisa mengetahui siapa menaman tanaman bernilai ekonomis. Tapi dengan menyerahkan kepada desa perbatasan maka dengan harapan lebih mudah ditangkap dan diharapkan menjaga kelestarian keberadaan hutan tersebut," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Saya harapkan sejumlah desa yang ada di dekat hutan, kini diberikan hak mengelola dan hasilnya bisa meningkatkan perekonomian warga setempat. Namun hutan yang dikelola itu adalah hutan desa," katanya saat rapat bersama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, Dishut Buleleng, Jembrana dan Bangli serta pejabat desa di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan untuk di Bali ada tiga kabupaten yang diberikan mengelola hutan desa, yaitu di Kabupaten Buleleng sebanyak tujuh desa, Kabupaten Jembrana 13 desa dan Kabupaten Bangli dua desa.
"Pengelolaan hutan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan adalah di luar hutan lindung primer. Dan jenis tanaman yang bisa di tanam oleh masyarakat adalah berdasarkan penentuan dari Dinas Kehutanan disesuaikan dengan kemiringan lokasi hutan itu," ucap politikus Partai Demokrat.
Menurut dia, dengan pemerintah memberikan hak pengelolaan kepada desa yang bersebelahan dengan hutan lindung bertujuan untuk pelestarian dan perlindungan hutan itu sendiri.
"Mungkin selama ini masyarakat yang bersebelahan dan berbatasan hutan secara sembunyi-sembunyi melakukan pembabatan maupun menanami dengan tanaman yang bermanfaat. Sebab aturan semua hutan tidak boleh dimasuki, apalagi ditanami tanaman yang bermanfaat bagi warga. Tapi dengan aturan tersebut tujuannya adalah melindungi hutan itu," ujarnya.
Dengan memberikan desa untuk mengelola hutan perbatasan itu, kata dia, keberadaan hutan akan bisa dijaga oleh desa bersangkutan. Kawasan mana yang bisa dikelola dan kawasan mana yang tertutup.
"Jadi dengan aturan hak kelola itu, maka pemerintah secara tidak langsung sudah memperketat pengawasan. Seandainya ada yang melanggar maka pemerintah bisa menuntut desa bersangkutan. Tidak seperti dahulu ketika ada kerusakan hutan tak ada yang berani mengaku. Tetapi dengan aturan ini bisa diberi sanksi kepada desa perbatasan," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Bali, IGN Wiranatha mengatakan dengan desa perbatasan hutan diberikan hak pengelolaan hutan tersebut, tidak semuanya bisa dimanfaatkan, akan tetapi ada batasan yang bisa dimanfaatkan masyarakat setempat.
"Jenis tanaman yang bisa ditanam juga ditentukan. Misal warga setempat ingin menanam durian, maka tidak boleh berasal dari tanaman cangkok atau stek. Tetapi harus dari biji ditanam, tujuannya agar batangnya tinggi dan akarnya kuat ditanah," katanya.
Termasuk juga bila ada pelanggaran di kawasan hutan itu, kata dia, maka bisa dilakukan minta pertanggungjawaban kepada kepala desa bersangkutan, siapa saja melakukan pelanggaran.
"Langkah ini akan lebih mudah mengetahui siapa saja warga yang melakukan pelanggaran. Kalau dulu polisi hutan masuk menemukan pelanggaran tidak bisa mengetahui siapa menaman tanaman bernilai ekonomis. Tapi dengan menyerahkan kepada desa perbatasan maka dengan harapan lebih mudah ditangkap dan diharapkan menjaga kelestarian keberadaan hutan tersebut," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015