Denpasar (Antara Bali) - Masyarakat pesisir di Pantai Matahari Terbit, Sanur, Denpasar Bali, mengharapkan pemerintah memperhatikan nasib nelayan yang hidup masih di bawah garis kemiskinan.
Nelayan setempat membutuhkan subsidi pembeli bahan bakar minyak yang selama ini belum dirasakan para nelayan, kata Ketua Kelompok Nelayan Mina Sari Asih, Ketut Sukarja, di Denpasar, Jumat.
"Sejauh ini pemerintah sudah memberi membantu kami dalam menyediakan sarana dan prasarana alat tangkap, namun untuk bantuan subsidi bahan bakar minyak (BBM) belum kami rasakan," katanya.
Ia menuturkan, selama ini masih membeli bahan bakar di SPBU yang ada di daerah itu dengan harga Rp7.400 per liternya yang tidak sebanding dengan biaya operasional saat melaut.
Sukarja menerangkan, sekali melaut pihaknya menghabiskan biaya operasional mencapai Rp400 ribu untuk membeli bahan bakar minyak dan kebutuhan melaut lainnya.
"Untuk pengeluaran operasional kadang tidak sebanding dengan penjualan hasil tangkapan ikan," ujarnya.
Ia mengakui untuk memperoleh tangkapan ikan secara maksimal, nelayan setempat harus melaut lebih ke dalam lagi dekat dengan perairan laut Nusa Penida.
Sukarja mengatakan nelayan harus menangkap ikan lebih ke dalam dekat perairan Nusa Penida agar hasil tangkapan lebih banyak.
Namun, saat hasil tangkapan sedikit, maka nelayan hanya mendapat uang hasil penjualan ikan tangkapan yang hanya mampu menutupi biaya operasional.
Apabila musim panen ikan, nelayan mampu menjual ikan kakap, ikan jangki, ikan sniper, dan kerapu yang harganya sebanding dengan jerih payah dan biaya operasional sekali melaut.
"Oleh sebab itu saat musim air laut hangat biasanya ikan-ikan hasil tangkapan untuk jenis tersebut meningkat. Namun, saat ini justru musim peralihan air laut dari hangat ke dingin," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Nelayan setempat membutuhkan subsidi pembeli bahan bakar minyak yang selama ini belum dirasakan para nelayan, kata Ketua Kelompok Nelayan Mina Sari Asih, Ketut Sukarja, di Denpasar, Jumat.
"Sejauh ini pemerintah sudah memberi membantu kami dalam menyediakan sarana dan prasarana alat tangkap, namun untuk bantuan subsidi bahan bakar minyak (BBM) belum kami rasakan," katanya.
Ia menuturkan, selama ini masih membeli bahan bakar di SPBU yang ada di daerah itu dengan harga Rp7.400 per liternya yang tidak sebanding dengan biaya operasional saat melaut.
Sukarja menerangkan, sekali melaut pihaknya menghabiskan biaya operasional mencapai Rp400 ribu untuk membeli bahan bakar minyak dan kebutuhan melaut lainnya.
"Untuk pengeluaran operasional kadang tidak sebanding dengan penjualan hasil tangkapan ikan," ujarnya.
Ia mengakui untuk memperoleh tangkapan ikan secara maksimal, nelayan setempat harus melaut lebih ke dalam lagi dekat dengan perairan laut Nusa Penida.
Sukarja mengatakan nelayan harus menangkap ikan lebih ke dalam dekat perairan Nusa Penida agar hasil tangkapan lebih banyak.
Namun, saat hasil tangkapan sedikit, maka nelayan hanya mendapat uang hasil penjualan ikan tangkapan yang hanya mampu menutupi biaya operasional.
Apabila musim panen ikan, nelayan mampu menjual ikan kakap, ikan jangki, ikan sniper, dan kerapu yang harganya sebanding dengan jerih payah dan biaya operasional sekali melaut.
"Oleh sebab itu saat musim air laut hangat biasanya ikan-ikan hasil tangkapan untuk jenis tersebut meningkat. Namun, saat ini justru musim peralihan air laut dari hangat ke dingin," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015