Denpasar (Antara Bali) - Belanja daerah dalam APBD Perubahan Provinsi Bali untuk 2015 ditetapkan naik sebesar Rp581,42 miliar lebih yang digunakan memenuhi beban pengeluaran belanja hibah dan bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota.

Ketua Pansus RAPBD Perubahan APBD Bali I Made Budastra, di Denpasar, Selasa saat menyampaikan laporan pansusnya menyampaikan untuk kenaikan belanja daerah, selain disebabkan dua hal tersebut juga diperuntukkan belanja bantuan keuangan kepada kabupaten dan kota serta parpol.

"Untuk belanja tidak langsung saja bertambah Rp361 miliar lebih atau 10,44 persen dari APBD Induk, sedangkan belanja langsung bertambah Rp219 miliar lebih atau 14,40 persen dari APBD Induk," ujarnya.

Di samping itu, ada 32 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mendapatkan tambahan dana dalam APBD Perubahan 2015.

Dengan demikian, ucap Budastra, belanja daerah dalam APBD Perubahan 2015 menjadi Rp5,57 triliun dari APBD Induk yang dirancang Rp4,98 triliun lebih.

Sedangkan pendapatan daerah dalam APBD Perubahan 2015 menjadi Rp4,91 triliun lebih dari pendapatan daerah dalam APBD Induk 2015 sebesar Rp4,60 triliun.

"Kami memberikan catatan atas rendahnya serapan anggaran belanja daerah yang sampai Mei 2015 baru mencapai realisasi 20,77 persen. Oleh karena itu, ke depan kami mendorong agar serapan anggaran belanja pemerintah terutama belanja modal dan belanja barang dan jasa dapat segera direalisasikan untuk peningkatan perekonomian," ucap Budastra.

Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan dari pendapatan dan belanja daerah tersebut memang terdapat defisit angggaran dalam APBD Perubahan 2015 sebesar Rp660 miliar lebih yang ditutup dari Silpa tahun anggaran.

Di samping itu, dia mengatakan adanya sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali tahun 2015 bukan dikarenakan jajaran Pemerintahan Provinsi Bali tidak bekerja. Namun disebabkan oleh beberapa faktor teknis pada saat anggaran tersebut akan digunakan.

"Adanya sisa tersebut memang dikarenakan ada beberapa alasan teknis seperti misalnya pada suatu kegiatan, HPS (harga perkiraan sementara) yang kita perkirakan ternyata ditawar lebih murah oleh para pemborong dan itu kalau sudah sesuai aturan dan memenuhi ketentuan, tentu kita pilih yang lebih murah, nah dari itulah muncul sisa," jelas Pastika.

Adanya penawaran yang lebih murah tersebut menurutnya bukan karena saat perencanaannya yang salah, dan bahkan perencanaanya sudah sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Selain itu menurut Pastika penyebabnya adalah pendapatan daerah yang bertambah. "Bahkan nanti ini bisa bertambah dan bisa berkurang, pendapatan ini paling banyak melalui pajak dan retribusi," imbuh Pastika.

Penyebab lainnya, ucap Pastika, juga dikarenakan ada program yang batal dilaksanakan dan anggarannya hanya bisa digunakan pada kegiatan tersebut yang di istilahkan dengan SilPA yang mengikat sehingga hanya bisa di gunakan untuk kegiatan yang sama di tahun berikutnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015