Singaraja (Antara Bali) - Sekitar 25 persen lahan yang akan digunakan untuk proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di kawasan Dusun Pungkukan, Desa Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng, Bali, masih bermasalah.

Kepala Dusun (Kadus) Pungkukan, Saharudin ketika dikonfirmasi ANTARA di Singaraja, Selasa mengatakan ada sekitar 20 hektare lebih atau sekitar 25 persen lahan yang masih bermasalah dengan proses pembebasannya.

"Selain itu, sejumlah lahan yang sudah dibebaskan juga masih menuai permasalahan terkait dengan pembayarannya karena masyarakat yang sudah memberikan tanahnya, beberapa masih belum lunas dari pihak PT General Energy Bali (GEB) pimpinan H Abdul Djalil," katanya.

Menurut dia, pemilik yang masih belum mau lahannya dibeli, sebagian besar merasa ada tidak cocok dengan harga jual tanah, termasuk nilai ganti rugi bangunan untuk proyek listrik tersebut.

Terkait pembebasan lahan pada proyek yang anggaran pengerjaan awalnya berkisar Rp6 triliun itu, Kepala Desa Celukan Bawang Muhajir mengatakan, saat ini masih ada sekitar 19 orang pemilik tanah yang berada di timur Dusun Pungkukan tidak mau melepaskan tanahnya.

Pihaknya mengaku sudah melakukan pendekatan dari tim gabungan yang sebelumnya sempat dibentuk dan dipimpin oleh Ketut Gegel Ariadi saat masih menjadi Asisten II Pemerintahan Kabupaten Buleleng.

Selain itu, lanjut Muhajir, sudah ada ketetapan harga yang menjadi kesepakatan saat dilakukannya tahap pertama pembebasan lahan di lokasi proyek PLTU Celukan Bawang yang direncakanan menggunakan bahan bakar Batubara.

"Harganya relatif dan digolongkan menjadi tiga, yakni tanah perkebunan bernilai Rp10 juta per are, lahan pemukiman dinilai Rp20 juta, sementara tanah yang lokasinya di pinggir jalan dihargai Rp25 juta," ujar Muhajir.

Sampai saat ini, lanjutnya, dari 60 hektare lahan yang merupakan keseluruhan dari Dusun Pungkukan, baru bisa dibebaskan sekitar 43 hektare lahan saja dan itu letaknya tidak beraturan, kata Muhajir.

Menurut dia, beberapa pendekatan sudah dilakukan kepada para pemilik tanah yang masih belum mau untuk melepaskan lahan mereka untuk proyek yang juga melibatkan dua investor asal negera tirai bambu China itu.

"Sejumlah warga ingin nilai pembelian tanah di atas dari yang sudah ditetapkan dalam kesepakatan bersama beberapa pihak, baik tim Pemkab Buleleng maupun pihak PT GEB," ucap Muhajir.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010