Denpasar (Antara Bali) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali menegaskan penggunakan hewan penyu untuk upacara keagamaan di Pulau Dewata harus mendapat rekomendasi dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.

"Kalau masyarakat belum mengantongi izin dan rekomendasi dari majelis tertinggi umat hindu itu, kami tidak akan mengizinkan pemanfaatan penyu untuk sarana upacara," kata Kepala BKSDA Bali, Sumarsono di Denpasar, Rabu.

Ia menjelaskan, aturan tersebut merupakan perjanjian antara BKSDA dengan PHDI mengenai pemanfaatan dan penggunaan salah satu fauna dilindungi di Nusantara tersebut.

Dalam aturan tersebut tertulis bahwa hanya diperbolehkan memakai satu ekor penyu untuk satu jenis upacara keagamaan baik tingkat besar, sedang, maupun kecil.

"Kami membatasi jumlah pemanfaatan penyu karena jumlah penyu yang ada di penangkaran dan di beberapa pusat pengembangbiakan peyu sudah semakin terbatas," kata dia.

Selain itu, pihak penyelenggaran upacara mesti mengganti uang yang dihabiskan selama proses pengembangbiakan penyu di beberapa daerah perlindungan dan pengembangbiakan fauna langka itu. "Saat ini, di Bali terdapat beberapa tempat pengembangbiakan penyu, dua di antaranya di daerah Benoa dan Serangan, Denpasar.

Lebih lanjut, aturan berupa perjanjian itu kata Sumarsono sebagai langkah antisipasi semakin berkurangnya jumlah penyu, utamanya penyu hijau yang sudah semakin langka di Bali.

Apalagi, menurutnya, saat ini banyak pihak memanfaatkan penyu menggunakan alasan untuk upacara agama, padahal, dagingnya digunakan untuk kebutuhan bisnis dan komersil.

"Daging penyu harganya cukup mahal di pasaran, jadi, banyak yang menghalalkan segala cara memanfaatkan daging penyu untuk diperjualbelikan," katanya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: I Made Bagus Andi Purnomo

Editor : I Made Andi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015