Denpasar (Antara Bali) - Lembaga Advokasi Buruh Bali (LAB -Bali) membentuk sebuah "open street office" (kantor jalanan), konsultasi hukum perburuhan di Angkringan Den Bagus, Jalan Imam Bonjol, Monang-Maning, Denpasar, Bali.
"Upaya itu untuk membantu pekerja (buruh) yang menghadapi masalah ketenagakerjaan di tempatnya bekerja," kata Direktur LAB-Bali Made Wipra Pratistita di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kantor jalanan tersebut dibentuk sejak April lalu buka tiga kali dalam seminggu, yakni hari Selasa, Kamis dan Sabtu mulai Pukul 19.30-22.00 waktu setempat.
Pengaduan pekerja tidak dikenakan biaya, karena posko ingin membantu pekerja yang menghadapi permasalahan di tempatnya bekerja.
Made Wipra Pratistita menjelaskan, posko yang dibentuk sebagai salah satu advokasi terhadap hak buruh yang tidak diberikan oleh perusahaan.
Hak normatif pekerja yang telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 yakni wajib diberikan perusahaan terhadap pekerjanya, namun hal itu kerap tidak dilaksanakan perusahaan.
"Kalaupun diberikan, bisa jadi nilainya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Made Wipra Pratistita.
Selama tiga bulan posko tersebut telah menerima pengaduan dan konsultasi dari sepuluh orang. Mereka umumnya menghadapi permasalahan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Setelah berkonsultasi kasus PHK buruh tersebut ada yang selesai dalam proses mediasi dan ada juga yang menang lewat proses hukum di persidangan, ujar Made Wipra Pratistita.
Menurutnya, pembentukan posko tersebut merupakan terobosan dari lembaganya untuk mempermudah akses pekerja menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
"Kami mengadvokasi banyak hal terkait ketenagakerjaan. Ada yang datang karena di-PHK, kerja lembur tak dibayar, upah di bawah UMK, dan masalah lainnya, ujar Made Wipra Pratistita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Upaya itu untuk membantu pekerja (buruh) yang menghadapi masalah ketenagakerjaan di tempatnya bekerja," kata Direktur LAB-Bali Made Wipra Pratistita di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, kantor jalanan tersebut dibentuk sejak April lalu buka tiga kali dalam seminggu, yakni hari Selasa, Kamis dan Sabtu mulai Pukul 19.30-22.00 waktu setempat.
Pengaduan pekerja tidak dikenakan biaya, karena posko ingin membantu pekerja yang menghadapi permasalahan di tempatnya bekerja.
Made Wipra Pratistita menjelaskan, posko yang dibentuk sebagai salah satu advokasi terhadap hak buruh yang tidak diberikan oleh perusahaan.
Hak normatif pekerja yang telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 yakni wajib diberikan perusahaan terhadap pekerjanya, namun hal itu kerap tidak dilaksanakan perusahaan.
"Kalaupun diberikan, bisa jadi nilainya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Made Wipra Pratistita.
Selama tiga bulan posko tersebut telah menerima pengaduan dan konsultasi dari sepuluh orang. Mereka umumnya menghadapi permasalahan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Setelah berkonsultasi kasus PHK buruh tersebut ada yang selesai dalam proses mediasi dan ada juga yang menang lewat proses hukum di persidangan, ujar Made Wipra Pratistita.
Menurutnya, pembentukan posko tersebut merupakan terobosan dari lembaganya untuk mempermudah akses pekerja menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
"Kami mengadvokasi banyak hal terkait ketenagakerjaan. Ada yang datang karena di-PHK, kerja lembur tak dibayar, upah di bawah UMK, dan masalah lainnya, ujar Made Wipra Pratistita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015