Konsep pembangunan berwawasan lingkungan lebih dikedepankan Tiongkok dalam menata ruang wilayah negaranya sehingga kawasan perkotaan dan perdesaan di Negeri Tirai Bambu itu tetap tampak berseri menghijau sekaligus sebagai sumber oksigen bagi paru-paru negara tersebut.
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan ini cukup terlihat jelas di Provinsi Fujian, bagian selatan Tiongkok. Provinsi kepulauan yang lepas dari daratan Tiongkok itu memiliki topografis wilayah yang terdiri atas bukit dan pegunungan.
Namun, dalam konsep tata ruang wilayah, terutama pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, tidak ada satu pun bukit maupun gunung yang harus diruntuhkan, atau dengan merusak kawasan hutan perbukitan sekitarnya demi dan atas nama pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.
Beda jauh tampilannya jika harus membandingkannya dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Indonesia yang menyentuh kawasan perbukitan atau pegunungan.
Di wilayah Provinsi Fujian itu semua wilayah perbukitan dan gunung yang masuk dalam konsep tata ruang pembangunan infrastruktur jalan, terpaksa dilubangi agar bisa menghasilkan terowongan yang dapat dilalui kendaraan dengan nyaman, tanpa harus naik turun gunung seperti jalan-jalan di Indonesia.
Untuk memasuki Fu Zhou, ibu kota Fujian dari Bandara Internasional Changle, harus melewati sekitar 12 terowongan yang tertata rapi berhiaskan lampu warna-warni seperti layaknya anak-anak tengah menikmati arena balapan di Play Station (PS).
"Gile benar," gumam para wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur saat melewati terowongan pertama dari Bandara Internasional Changle menuju Kota Fu Zhou.
Ada sekitar 12 terowongan yang harus dilalui sampai ke jantung kota Fu Zhou. "Hampir tidak ada jalanan yang naik turun gunung dan berkelok-kelok seperti di Indonesia," komentar Wong Kianhuei, anggota delegasi dari sebuah koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar, Bali.
Kunjungan 10 orang delegasi wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur ini atas inisiatif dan prakarsa dari Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Denpasar, Bali, Hu Yinquan. Konjen RRT di Bali baru beroperasi pada tanggal 8 Desember 2014.
Kebijakan Hu Yinquan mengirim delegasi wartawan Indonesia di wilayah kerjanya tersebut setelah pertemuan para investor dari Tiongkok dengan Gubernur Bali, NTB, dan NTT di Denpasar, beberapa waktu lalu.
Para investor dari Tiongkok memiliki hasrat yang kuat untuk menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya di sektor pariwisata, infrastruktur jalan dan jembatan di tiga wilayah tersebut untuk mewujudkan gagasan Presiden RI Joko Widodo tentang jalur tol laut dan jalur sutra laut yang digelindingkan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Kini, tinggal keseriusan dari pemerintah daerah untuk mengundang investor Negeri Tirai Bambu untuk menanamkan investasinya di sana, apakah itu pariwisata seperti yang sudah dirintis oleh Bali dan Provinsi Hainan untuk sektor pariwisata, atau infrastruktur jalan dan jembatan.
Mencermati topografis wilayah NTT yang terdiri atas pulau-pulau dan perbukitan, investasi di sektor pembangunan jalan dan jembatan merupakan sebuah pilihan yang tepat untuk memperlancar arus lalu lintas dari satu pulau ke pulau lainnya lewat jalur tol laut seperti yang dirindukan Presiden Joko Widodo.
Pembangunan jalur tol laut untuk menghubungkan pulau terdekat seperti antara Flores Timur daratan dan Pulau Adonara sampai ke Pulau Lembata di Kabupaten Lembata, bukanlah sesuatu yang mustahil bagi para investor dari Tiongkok karena hal itu sudah mereka buktikan di negerinya sendiri.
"Namun, ada satu hal yang sering dikhawatirkan para investor adalah persoalan tanah. Masalah tanah umumnya menjadi biang penghambat pembangunan di Indonesia," ujarnya Henry Somantri, anggota delegasi dari koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar, Bali.
"Sekarang tinggal pemerintah daerah bagaimana memainkan perannya agar setiap perencanaan pembangunan jalan dan jembatan serta lapangan terbang, misalnya, tidak terbentur dengan masalah tanah. Jika semua persoalan ini berhasil diatasi, saya optimistis para investor dari Tiongkok tidak akan ragu untuk menanamkan investasinya di NTT, NTB, maupun Bali," katanya.
Delegasi wartawan Indonesia yang dipimpin I Made Tinggal Karyawan dari Perum LKBN Antara Biro Bali itu juga mengunjungi Kota Tianjin, sekitar 120 km selatan Beijing, ibu kota negara Tiongkok, serta Kota Hainan. Kota ini sudah menjalin kerja sama "sister province" dengan Provinsi Bali untuk pengembangan sektor pariwisata.
Dalam perencanaan pembangunan, hampir semua kota di Tiongkok mengedepankan konsep pembangunan berwawasan lingkungan sehingga tidak mengherankan jika di semua tepi jalanan umum selalu tampak indah dengan rimbunan pepohonan serta bunga warna-warni yang selalu menggoda mata untuk dilihat.
Selain pohon kelapa dan pinang, di sisi kiri kanan jalan ditanami beraneka ragam pohon, seperti mangga, dan beberapa jenis pohon buah-buahan lainnya sehingga membuat ruang wilayah kota tetap saja menampakkan keindahan dengan hiasan lampu warna-warni yang menggoda pula.
Kawasan hutan di Fujian tampak tetap terjaga meski wilayah seluas 121,400 km2 yang dihuni sekitar 37,48 juta jiwa penduduk itu padat dengan bangunan-bangunan pencakar langit, seperti halnya dengan Kota Beijing, Tianjin, maupun Hainan.
Hamparan lahan nan menghijau tetap tampak subur dengan beraneka jenis tanaman, seperti jagung, padi, dan umbi-umbian. Lahan pertanian tetap terjaga meski bangunan jalanan layang hampir melingkari semua wilayah kota serta pulau-pulau di sekitarnya, seperti Pingtan yang sudah dinobatkan menjadi kawasa perdagangan bebas terbesar di dunia.
Pulau ini dikelola oleh sebuah badan otoritas seperti Pulau Batam di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Namun, semua model pembangunan sudah dirancang oleh para ahli, tinggal ditindaklanjuti oleh para investor sesuai dengan maket yang tersaji.
Untuk menjangkau pulau tersebut, hanya dengan jalan darat karena pemerintahan setempat sudah membangun tol laut yang menghubungkan Fujian daratan dengan Pulau Pingtan yang berhadapan langsung dengan Taiwan itu.
Wilayah perbukitan di provinsi itu, tidak ada satu pun yang tampak gundul sebagai efek dari pembangunan fisik sebuah wilayah kota. Semua tampak menghijau karena wilayah perbukitan yang kukuh itu telah dilubangi untuk terowongan bagi lalu lintas kendaraan yang selalu tampak laju di setiap waktu.
"Saya tidak pernah melihat ada kemacetan lalu lintas selama di sini, kecuali pada saat lampu merah," ujar Ni Komang Erviani yang dibenarkan oleh Ni Nyoman Astini. Dua anggota delegasi wartawan Indonesia itu masing-masing dari Harian The Jakarta Post dan TVRI Bali.
Para penduduk Fujian, seperti halnya dengan penduduk lainnya di Tiongkok, umumnya menempati apartemen-apartemen yang telah disiapkan oleh Pemerintah. Nyaris tidak tampak ada rumah penduduk di Tiongkok, kecuali gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di setiap ruang kota. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan ini cukup terlihat jelas di Provinsi Fujian, bagian selatan Tiongkok. Provinsi kepulauan yang lepas dari daratan Tiongkok itu memiliki topografis wilayah yang terdiri atas bukit dan pegunungan.
Namun, dalam konsep tata ruang wilayah, terutama pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, tidak ada satu pun bukit maupun gunung yang harus diruntuhkan, atau dengan merusak kawasan hutan perbukitan sekitarnya demi dan atas nama pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.
Beda jauh tampilannya jika harus membandingkannya dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Indonesia yang menyentuh kawasan perbukitan atau pegunungan.
Di wilayah Provinsi Fujian itu semua wilayah perbukitan dan gunung yang masuk dalam konsep tata ruang pembangunan infrastruktur jalan, terpaksa dilubangi agar bisa menghasilkan terowongan yang dapat dilalui kendaraan dengan nyaman, tanpa harus naik turun gunung seperti jalan-jalan di Indonesia.
Untuk memasuki Fu Zhou, ibu kota Fujian dari Bandara Internasional Changle, harus melewati sekitar 12 terowongan yang tertata rapi berhiaskan lampu warna-warni seperti layaknya anak-anak tengah menikmati arena balapan di Play Station (PS).
"Gile benar," gumam para wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur saat melewati terowongan pertama dari Bandara Internasional Changle menuju Kota Fu Zhou.
Ada sekitar 12 terowongan yang harus dilalui sampai ke jantung kota Fu Zhou. "Hampir tidak ada jalanan yang naik turun gunung dan berkelok-kelok seperti di Indonesia," komentar Wong Kianhuei, anggota delegasi dari sebuah koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar, Bali.
Kunjungan 10 orang delegasi wartawan Indonesia dari Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur ini atas inisiatif dan prakarsa dari Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Denpasar, Bali, Hu Yinquan. Konjen RRT di Bali baru beroperasi pada tanggal 8 Desember 2014.
Kebijakan Hu Yinquan mengirim delegasi wartawan Indonesia di wilayah kerjanya tersebut setelah pertemuan para investor dari Tiongkok dengan Gubernur Bali, NTB, dan NTT di Denpasar, beberapa waktu lalu.
Para investor dari Tiongkok memiliki hasrat yang kuat untuk menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya di sektor pariwisata, infrastruktur jalan dan jembatan di tiga wilayah tersebut untuk mewujudkan gagasan Presiden RI Joko Widodo tentang jalur tol laut dan jalur sutra laut yang digelindingkan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Kini, tinggal keseriusan dari pemerintah daerah untuk mengundang investor Negeri Tirai Bambu untuk menanamkan investasinya di sana, apakah itu pariwisata seperti yang sudah dirintis oleh Bali dan Provinsi Hainan untuk sektor pariwisata, atau infrastruktur jalan dan jembatan.
Mencermati topografis wilayah NTT yang terdiri atas pulau-pulau dan perbukitan, investasi di sektor pembangunan jalan dan jembatan merupakan sebuah pilihan yang tepat untuk memperlancar arus lalu lintas dari satu pulau ke pulau lainnya lewat jalur tol laut seperti yang dirindukan Presiden Joko Widodo.
Pembangunan jalur tol laut untuk menghubungkan pulau terdekat seperti antara Flores Timur daratan dan Pulau Adonara sampai ke Pulau Lembata di Kabupaten Lembata, bukanlah sesuatu yang mustahil bagi para investor dari Tiongkok karena hal itu sudah mereka buktikan di negerinya sendiri.
"Namun, ada satu hal yang sering dikhawatirkan para investor adalah persoalan tanah. Masalah tanah umumnya menjadi biang penghambat pembangunan di Indonesia," ujarnya Henry Somantri, anggota delegasi dari koran berbahasa Mandarin yang terbit di Denpasar, Bali.
"Sekarang tinggal pemerintah daerah bagaimana memainkan perannya agar setiap perencanaan pembangunan jalan dan jembatan serta lapangan terbang, misalnya, tidak terbentur dengan masalah tanah. Jika semua persoalan ini berhasil diatasi, saya optimistis para investor dari Tiongkok tidak akan ragu untuk menanamkan investasinya di NTT, NTB, maupun Bali," katanya.
Delegasi wartawan Indonesia yang dipimpin I Made Tinggal Karyawan dari Perum LKBN Antara Biro Bali itu juga mengunjungi Kota Tianjin, sekitar 120 km selatan Beijing, ibu kota negara Tiongkok, serta Kota Hainan. Kota ini sudah menjalin kerja sama "sister province" dengan Provinsi Bali untuk pengembangan sektor pariwisata.
Dalam perencanaan pembangunan, hampir semua kota di Tiongkok mengedepankan konsep pembangunan berwawasan lingkungan sehingga tidak mengherankan jika di semua tepi jalanan umum selalu tampak indah dengan rimbunan pepohonan serta bunga warna-warni yang selalu menggoda mata untuk dilihat.
Selain pohon kelapa dan pinang, di sisi kiri kanan jalan ditanami beraneka ragam pohon, seperti mangga, dan beberapa jenis pohon buah-buahan lainnya sehingga membuat ruang wilayah kota tetap saja menampakkan keindahan dengan hiasan lampu warna-warni yang menggoda pula.
Kawasan hutan di Fujian tampak tetap terjaga meski wilayah seluas 121,400 km2 yang dihuni sekitar 37,48 juta jiwa penduduk itu padat dengan bangunan-bangunan pencakar langit, seperti halnya dengan Kota Beijing, Tianjin, maupun Hainan.
Hamparan lahan nan menghijau tetap tampak subur dengan beraneka jenis tanaman, seperti jagung, padi, dan umbi-umbian. Lahan pertanian tetap terjaga meski bangunan jalanan layang hampir melingkari semua wilayah kota serta pulau-pulau di sekitarnya, seperti Pingtan yang sudah dinobatkan menjadi kawasa perdagangan bebas terbesar di dunia.
Pulau ini dikelola oleh sebuah badan otoritas seperti Pulau Batam di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Namun, semua model pembangunan sudah dirancang oleh para ahli, tinggal ditindaklanjuti oleh para investor sesuai dengan maket yang tersaji.
Untuk menjangkau pulau tersebut, hanya dengan jalan darat karena pemerintahan setempat sudah membangun tol laut yang menghubungkan Fujian daratan dengan Pulau Pingtan yang berhadapan langsung dengan Taiwan itu.
Wilayah perbukitan di provinsi itu, tidak ada satu pun yang tampak gundul sebagai efek dari pembangunan fisik sebuah wilayah kota. Semua tampak menghijau karena wilayah perbukitan yang kukuh itu telah dilubangi untuk terowongan bagi lalu lintas kendaraan yang selalu tampak laju di setiap waktu.
"Saya tidak pernah melihat ada kemacetan lalu lintas selama di sini, kecuali pada saat lampu merah," ujar Ni Komang Erviani yang dibenarkan oleh Ni Nyoman Astini. Dua anggota delegasi wartawan Indonesia itu masing-masing dari Harian The Jakarta Post dan TVRI Bali.
Para penduduk Fujian, seperti halnya dengan penduduk lainnya di Tiongkok, umumnya menempati apartemen-apartemen yang telah disiapkan oleh Pemerintah. Nyaris tidak tampak ada rumah penduduk di Tiongkok, kecuali gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di setiap ruang kota. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015