Kuta, Bali (Antara) - Pemerintah Provinsi Bali membutuhkan penjaminan untuk membangun sejumlah proyek infrastruktur melalui kemitraan dengan badan usaha karena memerlukan biaya besar yang belum mampu didanai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali, Ketut Wija ditemui dalam lokakarya skema penjaminan infrastruktur di Kuta, Kabupaten Badung, Rabu, menyatakan skema pembayaran ketersediaan layanan infrastruktur atau "availability payment" merupakan skema yang membantu pemerintah dalam membangun proyek infrastruktur yang pada akhirnya menyejahterakan masyarakat.

"Kalau model seperti ini dilakukan, pemerintah daerah akan semangat karena kami ikut memiliki, mengelola dan mendapatkan hasil karena dikembalikan lagi ke pemerintah," katanya.

Dia menjelaskan bahwa dengan APBD Provinsi Bali sebesar Rp4 triliun, dinilai belum mampu membiayai sejumlah proyek infrastruktur yang menelan anggaran besar karena lebih banyak dialihkan untuk program kesejahteraan rakyat seperti kesehatan dan pengentasan kemiskinan.

Sedangkan saat ini, proyek infrastruktur juga sangat diperlukan guna menunjang mobilitas dan roda ekonomi daerah.

Pemprov Bali, lanjut dia, tengah merancang pembangunan proyek infrastruktur di antaranya tol yang menghubungkan Denpasar-Tabanan-Jembrana dan Buleleng yang saat ini dalam tahap studi kelayakan yang dilakukan oleh Waskita Karya. Selain tol, proyek pengembangan pelabuhan di Tanah Ampo, Kabupaten Karangasem, Pelabuhan Amed dan Celukan Bawang juga tengah diupayakan.

Selain itu, lanjut dia, rencana pembangunan bandara di Bali Utara, proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di Sungai Telaga Waja di Kabupaten Karangasem, Sungai Ayung di Kabupaten Gianyar dan Sungai Lambuk di Kabupaten Tabanan, rencana pembangunan stadion olahraga di Pecatu Kabupaten Badung dan proyek pembangunan kolam renang berstandar internasional di Denpasar, juga memerlukan pembiayaan dan penjaminan.

Sementara itu Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), Sinthya Roesly yang menerapkan skema pembayaran atas ketersediaan layanan infrastruktur atau "availability payment" menjelaskan bahwa dalam skema itu pihaknya memberikan jaminan bagi proyek yang dikerjakan melalui kerja sama pemerintah dengan badan udaha (KPBU).

Nantinya badan usaha akan menanggung biaya pendanaan proyek infrastruktur termasuk biaya konstruksi dan biaya operasi dan pemeliharaan proyek selama masa konsesi.

Investasi itu akan dikembalikan secara periodik oleh kementerian, lembaga negara atau pemerintah daerah yang bertindak sebagai PJPK. Nantinya pihak PJPK mulai melakukan pembayaran dengan skema itu setelah proyek infrastruktur tersebut mulai beroperasi dan telah memberikan pelayanan yang dihasilkan oleh badan usaha.

Dalam memberikan jaminan, pihaknya harus melakukan proses seleksi transparan dan akuntabel kepada calon investor atau badan usaha yang bekerja sama dengan pemerintah. "Saat kami menjamin proyek, kami membutuhkan komitmen pemerintah dan proyek sendiri yang dilihat harus berstruktur baik dalam arti layak secara ekonomi dan finansial, peduli lingkungan dan sosial dan kami akan melihat dokumen perjanjian kerja samanya yang menyangkut alokasi risiko sebagia kata kunci," ucapnya. (WDY)

Pewarta: Oleh Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015