Denpasar (Antara Bali) - Hari Raya Idul Fitri 1436 H/2015 jatuh hampir bersamaan dengan dua hari raya besar keagamaan umat Hindu yakni Galungan dan Kuningan, sehingga berpotensi besar memicu terjadinya peningkatan inflasi.

Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) akan diperingati umat Hindu di Bali pada Rabu (14 Juli) dan Kuningan pada Sabtu, 25 Juli 2015.

Di antara kedua hari raya besar umat Hindu itu terdapat Hari Raya Idul Fitri 1436 H/2015 yang jatuh pada Jumat (17/7).

Ketiga hari raya itu berpotensi memicu inflasi. Hal itu didasarkan pengalaman aneka jenis kebutuhan ritual untuk Hari Raya Galungan seperti janur, ambu (enau), pisang dan kelapa, sebagian besar didatangkan dari daerah sekitar Banyuwangi, Jawa Timur.

Upaya mendatangkan aneka jenis kebutuhan dari luar Bali itu semata-mata untuk menekan harga, karena persediaan di Bali sangat terbatas, sehingga menjadi alternatif dalam menekan lonjakan harga dengan mendatangkan dari daerah tetangga.

Masalahnya apakah petani di Jawa Timur akan dapat memenuhi permintaan janur, kelapa, dan pisang dalam jumlah banyak ke Bali, karena mereka juga segera akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1436.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar maupun Kepala Perwakilan Bank Indonesia Bali Dewi Setyowati sejak dini telah mengingatkan untuk mewaspadai risiko inflasi pada triwulan II-2015 menjelang Galungan, Kuningan dan Lebaran yang berbarengan dengan tahun ajaran baru bagi para siswa.

Kenaikan indeks pada kelima kelompok pengeluaran menjadi pemicu inflasi di Bali sebesar 0,39 persen dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 117,26 selama bulan Mei 2015, atau tingkat inflasi tahun kelender yakni Mei 2015 terhadap Mei 2014 sebesar 0,70 persen.

Tingkat inflasi tahun ke tahun yakni Mei 2015 terhadap Mei 2014 sebesar 6,24 persen, kelima kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan dan pemicu inflasi tersebut terdiri atas kelompok kesehatan 0,73 persen, kelompok bahan makanan 0,67 persen serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,42 persen.

Demikian pula kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,41 persen, kelompok sandang 0,31 persen, kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,11 persen, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,06 persen.

Sedangkan inflasi di Bali pada tahun 2014 mencapai 8,43 persen, lebih tinggi daripada tingkat nasional 8,36 persen.

Kepala Perwakilan BI Bali Dewi Setyowati memperkirakan meskipun terjadi inflasi pada triwulan II, risiko itu akan cukup terjaga, nanum masih terdapat beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai, salah satunya adalah tingginya ekspektasi inflasi masyarakat.

Untuk itu, pihaknya sejak dini telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Provinsi Bali maupun kabupaten/kota yang telah memiliki tim untuk membahas upaya pengendalian inflasi.

Pengendalian inflasi bisa dilaksanakan dengan menggelar operasi pasar dan pasar murah yang menyasar masyarakat ekonomi kecil untuk menstabilkan gejolak harga, menjelang perayaan hari raya besar keagamaan baik umat Hindu maupun muslim.

Tambah 1.000 ton

Kepala Perum Bulog Divisi Regional Bali Wayan Budhita menambahkan dalam mengantisipasi lonjakan harga kebutuhan masyarakat menjelang hari raya umat Hindu dan muslin di Pulau Dewata, pihaknya menambah alokasi beras 1.000 ton.

Beras medium yang rencananya didatangkan dari Nusa Tenggara Barat (NTB) akan tiba di Bali pertengahan Juni 2015 untuk memperkuat persediaan di sejumlah gudang yang saat ini totalnya mencapai 9.800 ton.

Kondisi stok bras sebesar 10.800 ton itu diangap sangat aman sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lalu berbelanja secara berlebihan.

Konsumsi beras di daerah tujuan wisata ini rata-rata sekitar 2.600 ton per bulan sehingga persediaan 10.800 ton itu mampu mampu memenuhi kebutuhan hingga Oktober 2015 atau lima bulan ke depan.

Dengan demikian diharapkan tidak ada kelangkaan beras saat terjadi lonjakan permintaan salah satu bahan kebutuhan pokok itu.

Bulog Bali melakukan berbagai upaya dan terobosan dalam mengendalikan lonjakan harga beras pada momentum hari raya keagamaan.

Bulog Divisi Regional Bali kini menyalurkan sebanyak 8.831 ton beras untuk masyarakat miskin atau sekitar 78 persen dari total target 11.394 ton.

Penyaluran beras miskin baru mencapai 78 persen, untuk itu pemerintah kabupaten/kota diimbau segera mengajukan raskin untuk disalurkan kepada masyarakat.

Hingga kini baru Kabupaten Tabanan yang sudah 100 persen menyalurkan beras miskin itu sedangkan kabupaten/kota lainnya rata-rata di bawah 80 persen.

Pihaknya telah meminta pemerintah daerah untuk segera mengajukan surat permintaan alokasi (SPA) kepada Bulog untuk selanjutnya menyuplai beras dengan kualitas medium. Hal itu penting dengan lancarnya penyaluran distribusi beras miskin akan dapat menjadi salah satu solusi dalam pengendalian harga beras.

Selain itu Bulog mengoptimalkan operasional "warung sembako keliling" dengan menggunakan satu unit mobil yang sebelumnya dihibahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.

Kegiatan itu dilakukan secara aktif dengan sasaran menjangkau delapan kabupaten dan satu kota di Bali, khususnya menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan serta Lebaran yang jatuh berdekatan pada bulan yang sama yakni Juli 2015.

"Mobil keliling itu sangat positif untuk psikologis masyarakat bahwa pemerintah memiliki kepedulian di dalam mengendalikan harga," ujar Wayan Budhita.

Setiap mobil keliling itu bergerak membawa sekitar 500 kilogram beras dan sejumlah kebutuhan pokok lainnya seperti tepung, minyak goreng, gula dan cabai dengan harga yang lebih murah dibandingkan di pasaran.

Upaya Bulog ini akan lebih efektif menekan inflasi bila didukung instansi lain serta para distributor bahan pokok lainnya seperti minyak goreng, gula pasir dan tepung terigu untuk jauh-jauh hari menyiapkan stok yang memadai agar tidak sampai terjadi kelangkaan yang memicu kenaikan harga. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015