Mataram (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat bersikukuh tidak akan memberikan izin PT Tirta Wahana Bali Indonesia mengeruk pasir untuk revitalisasi Teluk Benoa Bali.
"Kita tetap pada pendirian untuk tidak mengeluarkan izin pertambangan karena izin pertambangan di laut tidak ada," kata Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral NTB Husni di Mataram, Kamis.
Menurut dia, secara regulasi dan aturan Kementerian ESDM tidak membenarkan adanya pertambangan di laut. Karena secara aturan pemerintah hanya mengizinkan aktivitas pertambangan hanya boleh dilakukan didaratan.
"Kalau diperbolehkan harus diubah dulu peraturan Menteri ESDM. Tetapi itu tidak akan mungkin terjadi, karena SK yang boleh adalah kegiatan pertambangan di daratan," jelasnya.
Bahkan, kalaupun izin ini tetap dipaksakan untuk melakukan pengerukan maka sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku sudah masuk ke ranah pidana. "Jadi barang siapa yang mengeluarkan izin tidak sesuai ketentuan akan berhadapan dengan hukum," katanya menyikapi keinginan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang tetap memberikan izin pengerukan pasir tersebut.
Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB Hery Erpan Rayes menyayangkan sikap Bupati Lombok Timur Ali Bin Dahlan yang tetap mengizinkan PT Tirta Wahana Bali Indonesia mengeruk pasir untuk revitalisasi Teluk Benoa Bali.
Padahal rencana pengerukan pasir tidak mengantongi izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin prinsip perusahaannya tidak sah karena izin kewenangannya ada di provinsi bukan kabupaten/kota. "Jika pasir di kawasan itu tetap di keruk apa jadinya nanti. Mestinya, Pemkab Lombok Timur tidak mengeluarkan izin karena memang izinnya merupakan kewenangan provinsi," katanya.
Dia menjelaskan, izin Amdal yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten tidak layak dari hasil kajian. Mengingat kebijakan tersebut, merupakan kewenangan pemerintah provinsi dalam hal ini gubernur bukan kebijakan bupati. Menurut dia, belum ada kajian jelas soal pengerukan pasir tersebut. Apakah betul tidak merusak ekosistem yang ada ditempat itu ataukah sebaliknya.
Sebab, lanjutnya, hasil kajian dan penelitian salah seorang pakar peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) DR Budi Sulistio, mengatakan kalau saja dilakukan pengerukan dengan kedalaman sudah ditentukan nantinya, racun-racun yang ada didalam laut akan terangkat. Sehingga, nantinya akan berdampak pada matinya ikan dan ekosistem yang ada ditempat itu," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kita tetap pada pendirian untuk tidak mengeluarkan izin pertambangan karena izin pertambangan di laut tidak ada," kata Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral NTB Husni di Mataram, Kamis.
Menurut dia, secara regulasi dan aturan Kementerian ESDM tidak membenarkan adanya pertambangan di laut. Karena secara aturan pemerintah hanya mengizinkan aktivitas pertambangan hanya boleh dilakukan didaratan.
"Kalau diperbolehkan harus diubah dulu peraturan Menteri ESDM. Tetapi itu tidak akan mungkin terjadi, karena SK yang boleh adalah kegiatan pertambangan di daratan," jelasnya.
Bahkan, kalaupun izin ini tetap dipaksakan untuk melakukan pengerukan maka sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku sudah masuk ke ranah pidana. "Jadi barang siapa yang mengeluarkan izin tidak sesuai ketentuan akan berhadapan dengan hukum," katanya menyikapi keinginan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang tetap memberikan izin pengerukan pasir tersebut.
Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB Hery Erpan Rayes menyayangkan sikap Bupati Lombok Timur Ali Bin Dahlan yang tetap mengizinkan PT Tirta Wahana Bali Indonesia mengeruk pasir untuk revitalisasi Teluk Benoa Bali.
Padahal rencana pengerukan pasir tidak mengantongi izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin prinsip perusahaannya tidak sah karena izin kewenangannya ada di provinsi bukan kabupaten/kota. "Jika pasir di kawasan itu tetap di keruk apa jadinya nanti. Mestinya, Pemkab Lombok Timur tidak mengeluarkan izin karena memang izinnya merupakan kewenangan provinsi," katanya.
Dia menjelaskan, izin Amdal yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten tidak layak dari hasil kajian. Mengingat kebijakan tersebut, merupakan kewenangan pemerintah provinsi dalam hal ini gubernur bukan kebijakan bupati. Menurut dia, belum ada kajian jelas soal pengerukan pasir tersebut. Apakah betul tidak merusak ekosistem yang ada ditempat itu ataukah sebaliknya.
Sebab, lanjutnya, hasil kajian dan penelitian salah seorang pakar peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) DR Budi Sulistio, mengatakan kalau saja dilakukan pengerukan dengan kedalaman sudah ditentukan nantinya, racun-racun yang ada didalam laut akan terangkat. Sehingga, nantinya akan berdampak pada matinya ikan dan ekosistem yang ada ditempat itu," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015