Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali berupaya keras meningkatkan kualitas kakao hasil petikan pekebun untuk komoditas ekspor dengan harapan mampu menambah perolehan devisa karena bisa dihargai lebih mahal.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Kamis, mengatakan, kebijakan revitalisasi bidang pengolahan dan pemasaran untuk mengupayakan perbaikan kualitas.

"Oleh karena itu pembangunan komoditas perkebunan daerah Bali khususnya kakao dipusatkan pada kegiatan pengolahan berbasis unit pengolahan hasil (UPH) sebagai industri pedesaan skala ekonomi kecil," ujarnya.

Dalam meningkatkan pengetahuan para pekebun dan pengusaha, pihaknya menggelar bimbingan teknis. "Upaya itu penting dilakukan, baik oleh pemerintah maupun para pelaku sendiri seperti petani perkebunan rakyat maupun pedagang dengan harapan mampu memperbaiki mutu hasil produksi dalam menyongsong pasar bebas," kata Buana Duwuran.

Saat ini harga kakao di tingkat petani menutun dari Rp34.400 menjadi Rp32.000 per kilogram untuk jenis biji fermentasi dan dari Rp31.400 menjadi Rp30.500 per kilogram untuk nonfermentasi. Secara umum harga hasil perkebunan rakyat di Bali cukup stabil pada awal tahun ini. Ada beberapa yang berfluktuasi seperti kakao, mete yang sifatnya sementara dan diharapkan dalam waktu singkat naik lagi.

Sementara itu, harga kopi arabika jenis OSE WP Rp51.000 per kilogram, OSE DP Rp26.000 per kilogram, dan robusta Rp32.000 per kilogram. Jambu mete biji gelondong biasa Rp11.000 per kilogram, biji gelondong organik Rp14.000 per kilogram.

Cengkih bunga kering Rp 100.000 per kilogram, gagang kering Rp20.000 per kilogram, vanili polong basah Rp20.000 per kilogram, dan tembakau Rp50.000 per kilogram. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015