Nusa Dua, Bali (Antara Bali) - Asosiasi Sekolah Bisnis Asia Pasifik (AAPBS) ingin mengoptimalkan pengembangan model bisnis inklusif untuk berkontribusi menangani masalah kemiskinan bagi masyarakat yang belum merasakan dampak pembangunan ekonomi di suatu negara.

Pengembangan model bisnis inklusif tersebut menjadi salah satu topik bahasan dalam Konferensi AAPBS yang digelar oleh Sekolah Bisnis Prasetya Mulya, selaku tuan rumah pertemuan tahunan yang dilaksanakan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Kamis.

"Manfaat pembangunan ekonomi masih menyisakan masyarakat miskin yang belum tersentuh perbaikan. Untuk itu kami angkat inklusivitas tersebut yang bukan hanya kebijakan makro tetapi bisnis juga bisa secara langsung berbuat dan menjalankan model inklusif berkelanjutan," kata Ketua Sekolah Bisnis Prasetya Mulya, Prof Djoko Wintoro, Ph.D usai membuka konferensi tersebut.

Menurut dia, model inklusif pada sekolah bisnis berbeda dengan "corporate social responsibility" (CSR) atau dana sosial masyarakat suatu berusahaan yang sebagian besar dijalankan terpisah dengan agenda instansi itu.

Model inklusif, kata dia, lebih menekankan nilai bersama dan melibatkan masyarakat miskin khususnya pelajar menjadi produsen, konsumen, wirausaha atau pelaku usaha.

"Sekolah bisnis memiliki peranan besar mengajarkan sebuah model bisnis inklusif, yang memasukkan mereka yang tertinggal (secara ekonomi) ke dalam nilai korporasi dengan menjadikan konsumen, prosuden, pekerja, wirausaha atau partner bisnis," imbuhnya seraya menambahkan bahwa selama ini sekolah bisnis hanya mengembangan model bisnis semata.

Djoko mengungkapkan penerapan model inklusif tersebut merupakan model baru yang bisa diaplikasikan oleh perguruan tinggi khususnya bagi sekolah atau perguruan tinggi bisnis yang berada dibawah naungan sebuah yayasan atau pengembangan dari suatu perusahaan.

Nantinya, perusahaan bisa meningkatkan pendapatannya namun kepentingan sosial juga dibangun secara bersama-sama.

"Kesenjangan ekonomi perlu diperbaiki dengan model ini yang merupakan solusi," ucapnya.

Model inklusif bertolak belakang dengan model ekslusif yang masih diterapkan oleh lembaga pendidikan saat ini yang lebih menekankan pertumbuhan semata sedangkan inklusif menekankan kepentingan sosial bersama.

Sejumlah guru besar bidang bisnis dari perguruan tinggi atau sekolah bisnis dari 14 negara di kawasan Asia Pasifik turut hadir dari pertemuan akademis itu.

AAPBS merupakan asosiasi dengan misi kerja sama penelitian dan pendidikan untuk meningkatkan standar kualitas sekolah bisnis para anggotanya yang berjumlah 120 institusi sekolah bisnis di lebih dari 25 negara di Asia Pasifik. (WDY)

Pewarta: Oleh Dewa Wiguna

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015