Nusa Dua (Antara Bali) - Direktur Pemasaran PT Bio Farma Indonesia, Mahendra Suhardono mengatakan, pihaknya mendukung program pemerintah melakukan pencegahan penyakit tifoid (tifus).

"PT Bio Farma kini mengembangkan vaksin Tifoid menggunakan teknologi transfer dari Sabin Vaccine Institute serta kerja sama dengan IVI Korea," kata Mahendra Suhardono di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Di sela-sela berlangsungnya kegiatan Konferensi Tifoid sedunia yang melibatkan 200 pakar kesehatan se dunia menambahkan, PT Bio Farma sebagai badan usaha milik negara (BUMN) masih fokus untuk penyediaan vaksin memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Pihaknya terus berupaya melakukan inovasi dan perbaikan untuk mengembangkan vaksin tifoid ini, ujar Mahendra Suhardono.

PT Bio Farma, turut bertanggungjawab dalam mencapai kemandirian Vaksin dalam negeri dengan memproduksi Vaksin Tifoid Konjugat yang saat ini dalam tahap pra uji kilinik dan diharapkan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pada tahun 2018.

Sementara itu, dr.Bonita Effendi dari Universitas Indonesia yang tampil sebagai salah satu pembicara menyebutkan bahwa, risiko kematian akibat tifoid di Indonesia mencapai 1,25 persen dan masih ada beberapa provinsi di Indonesia yang angka penderita tifoid nya di atas 1,6 persen.

Provinsi tersebut antara lain Aceh, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Banten, Jawa Barat, Papua, Papua Barat, Gorontalo, dan Kalimantan Timur.

Hal itu akibat rendahnya kesadaran masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti mencuci tangan sebelum melakukan persiapan makanan, akses air bersih khususnya penggunaan air bekas pada berbagai kebutuhan rumah tangga.

Sedangkan Brian Davis, perwakilan dari Coalition against Typhoid (CaT) menyebutkan bahwa saat ini terdapat dua produk vaksin konjugat yang telah memiliki izin edar di India, dan transfer teknologi telah dilakukan kepada tiga produsen yang mulai melakukan uji klinik dalam 12 bulan ke depan, satu diantaranya PT Bio Farma milik ndonesia.

Penyakit Tifoid atau dikenal dengan tifus, menyerang sekitar 21 juta orang, menyebabkan kematian 216.000 per tahun, dimana kasus terbanyak terjadi pada anak usia di bawah 15 tahun. Serta iNTS menyebabkan sekitar 3,4 juta kejadian dan 681.316 kematian per tahun.  (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015