Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof. Dr Wayan Windia menegaskan, aspek ritual memegang peranan penting dalam aktivitas fungsi sistem subak yang diterapkan petani secara turun temurun di Bali.
"Dengan demikian organisasi pengairan tradisional bidang pertanian itu tidak sekedar mengurus dan mengatur masalah pengairan, namun juga padat terhadap kegiatan ritual," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, aktivitas ritual itulah yang membedakan antara sistem irigasi yang biasa diterapkan para petani di daerah lainnya di Indonesia dengan sistem irigasi subak di Pulau Dewata.
Subak berfungsi untuk mendistribusikan air irigasi secara merata, memelihara saluran irigasi, mengerahkan sumberdaya dan kegiatan ritual.
Kegiatan ritual dilaksanakan pada tingkat petani (lahan sawah masing-masing), tingkat subak (pura subak), dan tempat suci lain yang dianggap berkaitan dengan sumber air irigasi subak tersebut.
Kegiatan ritual tersebut bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar usaha tani yang digelutinya dapat berhasil baik.
Windia menjelaskan, kegiatan ritual yang dilakukan petani subak secara berjenjang berawal akan memulai kegiatan di sawah untuk bertanam.
Permakluman kepada Tuhan YME, bahwa petani memulai melakukan aktivitas pertanian di sawah. Menyusul segera setelah benih disemai, memohon kepada Tuhan, agar bibit yang disemai dapat tumbuh dengan baik. Demikian pula pada saat akan menanam benih padi di sawah. memohon kepada Tuhan, agar proses penanaman bibit dapat berjalan dengan lancar.
Setelah tanaman padi berumur 12 hari menggelar ritual "Mubuhin" untuk memohon kepada Tuhan YME agar tanaman padi tetap dapat tumbuh dengan baik, hingga ritual berikutnya sampai tanaman padi siap dipanen dan menyimpannya ke dalam lumbung.
Windia menambahkan, ritual di masing-masing lahan dilakukan oleh petani bersangkutan dan tingkat subak dilakukan petani secara bersama-sama.
Ritual di tingkat subak itu antara lain "mendak toya" (menjemput air) yang dilaksanakan pada sumber air dari subak yang bersangkutan dan piodalan, ujar Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Dengan demikian organisasi pengairan tradisional bidang pertanian itu tidak sekedar mengurus dan mengatur masalah pengairan, namun juga padat terhadap kegiatan ritual," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, aktivitas ritual itulah yang membedakan antara sistem irigasi yang biasa diterapkan para petani di daerah lainnya di Indonesia dengan sistem irigasi subak di Pulau Dewata.
Subak berfungsi untuk mendistribusikan air irigasi secara merata, memelihara saluran irigasi, mengerahkan sumberdaya dan kegiatan ritual.
Kegiatan ritual dilaksanakan pada tingkat petani (lahan sawah masing-masing), tingkat subak (pura subak), dan tempat suci lain yang dianggap berkaitan dengan sumber air irigasi subak tersebut.
Kegiatan ritual tersebut bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar usaha tani yang digelutinya dapat berhasil baik.
Windia menjelaskan, kegiatan ritual yang dilakukan petani subak secara berjenjang berawal akan memulai kegiatan di sawah untuk bertanam.
Permakluman kepada Tuhan YME, bahwa petani memulai melakukan aktivitas pertanian di sawah. Menyusul segera setelah benih disemai, memohon kepada Tuhan, agar bibit yang disemai dapat tumbuh dengan baik. Demikian pula pada saat akan menanam benih padi di sawah. memohon kepada Tuhan, agar proses penanaman bibit dapat berjalan dengan lancar.
Setelah tanaman padi berumur 12 hari menggelar ritual "Mubuhin" untuk memohon kepada Tuhan YME agar tanaman padi tetap dapat tumbuh dengan baik, hingga ritual berikutnya sampai tanaman padi siap dipanen dan menyimpannya ke dalam lumbung.
Windia menambahkan, ritual di masing-masing lahan dilakukan oleh petani bersangkutan dan tingkat subak dilakukan petani secara bersama-sama.
Ritual di tingkat subak itu antara lain "mendak toya" (menjemput air) yang dilaksanakan pada sumber air dari subak yang bersangkutan dan piodalan, ujar Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015