Denpasar (Antara Bali) - Fraksi Demokrat DPRD Bali terkait Rancangan Perda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali mengapresiasi dirancangnya Ranperda kepariwisataan yang akan dipergunakan sebagai pedoman dalam pembangunan kepariwisataan daerah, baik kabupaten dan kota.
"Kami menyarankan pada pasal 14 ayat 2 pada Ranpeda tersebut, juga mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali dan Ranperda Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi Bali yang sedang kita bahas," kata juru bicara Fraksi Demokrat Wayan Adnyana pada sidang umum pandangan fraksi di DPRD Bali, di Denpasar, Selasa.
Adnyana mengatakan dalam pasal 7 pihaknya menyarankan untuk ditambahkan pada pengertian "Tri Hita Karana" dengan kalimat : yang dijiwai oleh agama Hindu, sehingga pasal 7 berbunyi sebagai berikut "yang dimaksud dengan :Tri Hita Karana" adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang dijiwai agama Hindu yang membuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, lingkungan dan hubungan dengan Tuhan.
"Mengingat kegagalan kita di dalam memperjuangkan otonomi khusus dan semangat menggebu-gebu, kami menyarankan agar UU Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Bali, NTB dan NTT sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, diharapkan bisa direvisi sehingga menjadi UU tersendiri untuk Provinsi Bali," ujarnya.
Dikatakan dengan UU Pembentukan Provinsi Bali yang baru diharapkan bisa menjadi pintu masuk untuk peraturan dan perundang-undangan yang lain dengan bersumber dari hal-hal yang ada dan tumbuh berkembang di Bali.
"Sehingga menjadi lebih jelas terhadap pungutan terhadap wisatawan dalam rangka menikmati kawasan yang mendapat penghargaan dari badan dunia, yakni `world heritage` terhadap hamparan sawah di Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Pura Taman Ayun (Badung) dan Subak (Gianyar). Karena hal kawasan itu memerlukan biaya untuk pemeliharaan dan pelestariannya serta untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Bali, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kami menyarankan pada pasal 14 ayat 2 pada Ranpeda tersebut, juga mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali dan Ranperda Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi Bali yang sedang kita bahas," kata juru bicara Fraksi Demokrat Wayan Adnyana pada sidang umum pandangan fraksi di DPRD Bali, di Denpasar, Selasa.
Adnyana mengatakan dalam pasal 7 pihaknya menyarankan untuk ditambahkan pada pengertian "Tri Hita Karana" dengan kalimat : yang dijiwai oleh agama Hindu, sehingga pasal 7 berbunyi sebagai berikut "yang dimaksud dengan :Tri Hita Karana" adalah falsafah hidup masyarakat Bali yang dijiwai agama Hindu yang membuat tiga unsur yang membangun keseimbangan dan keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, lingkungan dan hubungan dengan Tuhan.
"Mengingat kegagalan kita di dalam memperjuangkan otonomi khusus dan semangat menggebu-gebu, kami menyarankan agar UU Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Bali, NTB dan NTT sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, diharapkan bisa direvisi sehingga menjadi UU tersendiri untuk Provinsi Bali," ujarnya.
Dikatakan dengan UU Pembentukan Provinsi Bali yang baru diharapkan bisa menjadi pintu masuk untuk peraturan dan perundang-undangan yang lain dengan bersumber dari hal-hal yang ada dan tumbuh berkembang di Bali.
"Sehingga menjadi lebih jelas terhadap pungutan terhadap wisatawan dalam rangka menikmati kawasan yang mendapat penghargaan dari badan dunia, yakni `world heritage` terhadap hamparan sawah di Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Pura Taman Ayun (Badung) dan Subak (Gianyar). Karena hal kawasan itu memerlukan biaya untuk pemeliharaan dan pelestariannya serta untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Bali, katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015