Denpasar (Antara Bali) - Lima seniman menggelar pameran bersama mengusung tema "Jaya Giri Jaya Bahari" yakni kemaritiman di Bentara Budaya Bali (BBB), lembaga kebudayaan nirlaba Kompas-Gramedia di Ketewel, Kabupaten Gianyar, Minggu.

Kelima perupa menyuguhkan 29 karya seni tersebut terdiri atas GM Sudarta, Hermanu, Hari Budiono, Ipong Purnama Sidhi, dan Wiediantoro yang pembukaannya dilakukan oleh pendiri dan pengelola Museun Neka Ubud, Pande Wayan Suteja Neka.

Kelima seniman tersebut selama ini dikenal reputasinya, masing-masing dan juga aktif sebagai kurator maupun merintis sejak awal kelahiran BBB, lembaga kebudayaan nirlaba tersebut.

Penanggungjawab teknis pameran BBB Putu Aryastawa menjelaskan, tema "Jaya Giri Jaya Bahari" diterjemahkan sebagai filosofi yang mempertautkan tradisi kegunungapian dan kelautan yang selama ini mempengaruhi peradaban Nusantara, atau di Bali disebut dengan "Nyegara Gunung".

"Tema Jaya Giri Jaya Bahari adalah sebuah sikap kritis yang menimbang betapa budaya daratan selama ini telah menguasai praktis seluruh kehidupan nusantara sehingga seringkali kita abai pada laut berikut segala potensinya," ujar Putu Aryastawa.

Sebagai bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang bidang kemaritiman atau kelautan, tersohor dari zaman ke zaman.
Oleh sebab itu pameran seni rupa Asam Garam Bentara menjadi salah satu langkah kecil untuk mendekatkan kedua budaya tersebut, dengan mendorong para seniman yang berlatar orang darat untuk menggumuli masalah-masalah kelautan.

Dengan cara mereka masing-masing, perupa menggarap problematik budaya laut yang terkadang ditempatkan di dalam posisi saling tergantung dengan budaya darat.

Mereka menampilkan dalam lukisan, drawing, karya dwimatra dengan teknik media campur, dan patung. Di samping karya-karya yang khusus terkait dengan tema, mereka juga menyertakan sejumlah lukisan yang memberi gambaran kekaryaan mereka sehari-hari lengkap dengan kecenderungan artistiknya.

Budaya bahari sejak lama terabaikan dalam kehidupan bersama, bahkan ekstrimnya, bagi sebagian besar masyarakat laut terasa begitu jauh. Laut hanya ada di foto wisata, film, atau buku cerita.

Dengan demikian boleh dikatakan, laut dan budayanya adalah sang liyan. Berbagai masalahnya adalah urusan di luar kita, sehingga tidak perlu benar-benar digubris sampai menghabiskan energi dan fikiran.

Untuk itu upaya menghidupkan perkembangan bahari, membangkitkan ekonomi, mendorong pengelolaan kekayaan alam berbasis laut, tidak hanya dilakukan dengan membuat seperangkat peraturan dan pembangunan fisik.

Upaya itu dibarengi dengan usaha untuk memahami kultur kelautan, dan menyemai benih-benih kebersamaan antara budaya laut dan budaya daratan.

Puluhan karya seni yang ditampilkan terdiri dari lukisan dua dimensi dan patung, merupakan rangkaian dari perayaaan empat windu atau 32 tahun Bentara Budaya. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015