Denpasar (Antara Bali) - Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Bali Made Gunaja mengatakan berbagai jenis ikan hias di Perairan Amed, Kabupaten Karangasem tergolong rawan pengeboman.
"Daerah yang berpotensi terjadinya pengeboman ikan itu di Amed karena di sana ada potensi ikan hiasnya dan juga terumbu karang yang bisa dijual," katanya, di Denpasar, Kamis.
Pada 2014 saja, ucap dia, tercatat ada satu kali pengeboman yang terjadi di Amed, dan kejadian serupa juga pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pengeboman itu tidak dilakukan oleh nelayan asing, namun nelayan lokal yang tidak terbatas dari Bali saja.
"Padahal sudah tahu penangkapan ikan lewat pengeboman itu berbahaya, tetapi memang masih ada nelayan yang menggunakan cara itu, mungkin karena keahlian mereka untuk menangkap ikan seperti itu (lewat pengeboman)," ucapnya.
Gunaja menambahkan, untuk menekan terjadinya aksi pengeboman, pihaknya dalam melakukan pengawasan secara luas juga bekerja sama dengan satuan kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) yang berpusat di Pelabuhan Benoa, Denpasar.
"Merekalah yang bertugas melakukan pengawasan secara intensif, tidak hanya pengawasan terhadap penangkapan dengan pengeboman, termasuk juga mengawasi ada tidaknya jenis-jenis ikan hasil tangkapan yang termasuk dilindungi seperti misalnya ikan napoleon," ujarnya.
Di samping itu, pengawasan juga dilakukan lewat kerja sama dengan Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmawas).
Menurut Gunaja, untuk di berbagai pantai di Buleleng yang jumlah Pokmawasnya banyak, terbukti cukup menekan terjadinya aksi pengeboman ikan. Seperti halnya di daerah Sumberkima, Les, dan Tejakula tidak ada laporan terjadinya aksi pengeboman.
"Beberapa Pokmawas juga kami ajak untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang di samping diberikan pembinaan-pembinaan terkait sosialisasi aturan yang terbaru," kata Gunaja. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Daerah yang berpotensi terjadinya pengeboman ikan itu di Amed karena di sana ada potensi ikan hiasnya dan juga terumbu karang yang bisa dijual," katanya, di Denpasar, Kamis.
Pada 2014 saja, ucap dia, tercatat ada satu kali pengeboman yang terjadi di Amed, dan kejadian serupa juga pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pengeboman itu tidak dilakukan oleh nelayan asing, namun nelayan lokal yang tidak terbatas dari Bali saja.
"Padahal sudah tahu penangkapan ikan lewat pengeboman itu berbahaya, tetapi memang masih ada nelayan yang menggunakan cara itu, mungkin karena keahlian mereka untuk menangkap ikan seperti itu (lewat pengeboman)," ucapnya.
Gunaja menambahkan, untuk menekan terjadinya aksi pengeboman, pihaknya dalam melakukan pengawasan secara luas juga bekerja sama dengan satuan kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) yang berpusat di Pelabuhan Benoa, Denpasar.
"Merekalah yang bertugas melakukan pengawasan secara intensif, tidak hanya pengawasan terhadap penangkapan dengan pengeboman, termasuk juga mengawasi ada tidaknya jenis-jenis ikan hasil tangkapan yang termasuk dilindungi seperti misalnya ikan napoleon," ujarnya.
Di samping itu, pengawasan juga dilakukan lewat kerja sama dengan Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmawas).
Menurut Gunaja, untuk di berbagai pantai di Buleleng yang jumlah Pokmawasnya banyak, terbukti cukup menekan terjadinya aksi pengeboman ikan. Seperti halnya di daerah Sumberkima, Les, dan Tejakula tidak ada laporan terjadinya aksi pengeboman.
"Beberapa Pokmawas juga kami ajak untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang di samping diberikan pembinaan-pembinaan terkait sosialisasi aturan yang terbaru," kata Gunaja. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015