Gianyar (Antara Bali) - Sedikitnya tujuh paranormal memantau SMP PGRI 3 Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, guna mengantisipasi terjadinya "kerauhan" atau kesurupan massal susulan pada siswa setempat.

"Ya, paranormal itu datang secara sukarela untuk memantau keadaan sekolah ini dalam beberapa hari, setelah sejumlah siswa kami kesurupan," kata I Wayan Sandia, salah seorang guru IPS SMPN 3 itu, Selasa.

Setelah dilakukan pembicaraan dan "teropong" atau penerawangan secara gaib oleh sejumlah paranormal tersebut, jelas Sandia, penyebab sejumlah murid SMP PGRI 3 itu "kerauhan" dapat diketahui.

Menurut paranormal itu, katanya, sejumlah siswa mengalami kesurupan atau semacam kehilangan kesadaran (trance), diakibatkan "rencangan" atau para pengawal Ida Bhetara Pura Dalem Peliatan Ida Bhetara Ratu Lingsir serta Pura Desa Peliatan sedang "memargi"(berjalan).

Karena "linggih" atau "istana rencangan" Ida Bhetara itu berada dekat sekolah, maka para siswa di sekolah itu disusupi oleh "rencangan" tersebut. "Tetapi kejadian 'trance' itu untuk mengingatkan kita agar senantiasa mengingat kebesaran Tuhan," ucapnya.

Peristiwa "kerauhan" itu terjadi beberapa kali, di antaranya pada Sabtu (18/9) dan Selasa (21/9). Murid yang terakhir kesurupan yakni Gung Istri Dwi dan Ni Kadek Uci, dengan menari-nari diluar kesadarannya di kuburan samping sekolah tersebut.

Terkait persoalan itu, kata Sandia, pihaknya akan menggelar upacara utama yang disebut "mapereman", yakni ritual yang dilengkapi "banten bebangkit" (seperangkat sesajen upacara besar) untuk menetralisir para bhuta kala.

Upacara itu, kata Sandia, wajib dipuput (diselesaikan) oleh pemimpin ritual/upacara yang disebut Ida Pedanda.

Selain dipuput oleh Ida Pedanda, jelas Sandia, pada saat upacara nanti mesti dipersembahkan tarian sakral seperti Baris Gede dan Tarian Rejang. "Maksud tarian ini untuk menghibur serta mengagungkan nama Tuhan," katanya.

Mengingat begitu besarnya upacara yang akan dilakukan, kata Sandia, sementara waktu para siswa tidak diberikan pelajaran. Sementara mereka menjalani "ngayah", yakni semacam gotong royong secara ikhlas untuk membuat sarana upacara sekaligus berlatih tarian sakral.

"Mudah-mudahan dengan upacara yang akan dilaksanakan bertepatan Hari Raya Saraswati, Sabtu (25/9), siswa kami dan kita semua di sekolah ini bisa kembali tenang dan tidak ada yang kesurupan lagi," harapnya.(*)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010