Suasana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Krobokan di Kabupaten Badung, Rabu dini hari berubah menjadi tegang tatkala pasukan pengendali massa (dalmas) memasuki halaman penjara tempat kedua warga Australia terpidana mati itu meringkuk.

Tidak lama kemudian disusul kehadiran prajurit TNI dan polisi antihuru-hara bersenjata tongkat dan tameng untuk mengamankan evakuasi Andrew Chan (31) dan Myuran Sukumaran (28) yang dikenal sebagai kelompok "Bali Nine" ke Nusakambangan, Jawa Tengah.

Pengamanan ketat dalam tiga lapis itu untuk memberikan kemudahan kepada dua kendaraan taktis (rantis) baracuda menjemput kedua terpidana mati untuk diantarkan ke Bandara Ngurah Rai.

Suasana tegang berlangsung hampir selama dua jam itu akhirnya kembali normal setelah terpidana mati meninggalkan Lapas sekitar pukul 05.15 Wita.

Kedua unit rantis yang melaju secara beriringan menuju Bandara Ngurah Rai berjarak sekitar tujuh kilometer dari lapas itu dikawal dua unit water canon, yakni mobil penyemprot air pembubar massa.

Semua proses pemindahan kedua terpidana mati itu berjalan lancar, sesuai dengan skenario pengamanan yang dilakukan oleh Polri dan TNI tanpa menemui suatu hambatan. Detik-detik pemidahan yang menegangkan itu memang sejak lama ditunggu-tunggu oleh belasan wartawan dalam dan luar negeri.

Bahkan para pemburu berita, fotografer dan kameramen televisi itu selama dua minggu terakhir siaga siang dan malam di Lapas terbesar di Pulau Dewata tersebut.

Begitu kedua terpidana mati Andrew Chan dan Myuran Sukumaran memasuki pesawat sewa Wings Air dengan nomor penerbangan ATR-72-600 PK-WGO yang siap terbang tiba-tiba saja turun hujan deras.

Hujan deras mengiringi keberangkatan kedua terpidana mati yang ditangkap tahun 2005 karena menyelundupkan 8,2 kilogram heroin melalui Bandara Ngurah Rai, Bali.

Pesawat carter Wings Air dengan nomor penerbangan ATR-72-600 PK-WGO lepas landas pada pukul 06.50 Wita menuju Bandara Tunggul Wulung, Cilacap, Jawa Tengah, yang diperkirakan tiba di Bandara Tunggul Wulung pukul 06.50 WIB. Dari Tunggul Wulung keduanya langsung dibawa ke Pulau Nusakambangan.

Dalam pesawat khusus itu kedua terpidana mendapat pengawalan ketat sebanyak 20 personel Brimob Polda Bali.

Bawa Pakaian

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Krobokan Sudjonggo menjelaskan Andrew Chan dan Myuran Sukumaran yang dipindahkan ke Nusakambangan meminta agar bisa membawa pakaiannya.

Pakaian sehari-harinya itu dibawa sebagai permintaan terakhir. Sementara Myuran Sukumaran, selain pakaian juga meminta agar bisa membawa pensil untuk melukis.

Sedangkan Andrew Chan hanya meminta membawa pakaian sehari-hari ke Nusakambangan. "Karena itu permintaan terakhir, kami melakukan pemeriksaan dan ternyata tidak ada barang berbahaya kami izinkan semua," ujarnya.

Kedua terpidana mati menjelang dipindahkan dari Lapas Krobokan sangat rajin ke gereja yang ada di kompleks penjara tersebut.

Menurut Sudjonggo, kedua terpidana mati asal Negeri Kanguru itu ingin menjadi pelayan Tuhan.

Sedangkan sejumlah lukisan hasil karya Myuran Sukumaran selama menghuni penjara tersebut tidak akan dilelang oleh Lembaga Pemasyarakatan, namun disimpan dengan baik di galeri.

Jumlah lukisannya cukup banyak dan sebagian ada yang dibagikan kepada terpidana lainnya dan para keluarganya dan sisanya akan tetap disimpan dalam museum.

Kepala Lapas Sudjonggo mengaku memiliki sejumlah kenangan dengan kedua terpidana mati selama membinanya.

"Banyak kenangan yang kami lalui, baik saat makan bersama dan kebersamaan lainnya," katanya, seraya menjelaskan, selama beberapa bulan terkhir telah menghabiskan waktu banyak dengan kedua terpidana untuk membinannya.

Namun, karena keputusan hukuman sudah final dan wajib dijalani. Kedua terpidana diharapkan bisa menjalani hukuman dengan tenang. Dia mengakui bahwa mereka terlihat sudah ikhlas menjalani hukuman final tersebut.

Sementara Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Dr I Gusti Ngurah Sudiana mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat karena eksekusi terhadap dua terpidana mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan diputuskan dilaksanakan di luar Pulau Dewata.

"Kami sangat bersyukur jika eksekusi terpidana Bali Nine itu, di luar Bali," ujarnya.

Menurut dia, jika eksekusi itu dilaksanakan di Bali akan berdampak membawa "kekotoran" secara spiritual atau dalam istilah masyarakat Bali disebut dengan "leteh".

Bali tidak memiliki tempat untuk melakukan eksekusi mati terhadap kedua terpidana mati yang terlibat kasus narkoba tersebut. Kuburan di Bali itu hanya untuk menanam jenazah dan ngaben (membakar jenazah) dan bukan untuk eksekusi.

Di sisi lain, jika eksekusi dipaksakan di Bali dibutuhkan ritual upacara yang besar dan waktu yang lama untuk membersihkan secara spiritual.

Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan terkait eksekusi mati, pihaknya memang harus menghormati kearifan lokal dan sosial yang berlaku di masyarakat Bali.

"Tentu Kejaksaan Agung harus menghormati kearifan lokal dan sosial yang berlaku di Bali. Tempat masih akan dibahas," kata Jaksa Agung. (WDY)

Pewarta: Oleh Wira Suryantala dan Sutika

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015