Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia menilai, Kota Denpasar, ibukota Provinsi Bali kini mulai mengenal kebanjiran yang parah, padahal hujan hanya berlangsung sekitar tiga jam.

"Hujan lebat yang mengguyur Kota Denpasar pada hari Jumat (20/2) adalah hari yang bersejarah bagi Kota Denpasar yakni mengenal banjir yang sangat parah, bahkan sampai merenggut dua korban jiwa," kata Prof Windia di Denpasar, Senin.

Ia mengatakan, banjir di Kota Denpasar kini berbeda dengan kondisi sepuluh tahun yang silam, karena pada saat itu, banjir di Denpasar terjadi akibat luapan Sungai (Tukad) Badung yang mengalir membelah Kota Denpasar.

"Banjir kali ini memang sangat parah, karena jalanan di kota menjadi macet total, banyak sepeda motor yang terjebak, dan mengapa hal ini terjadi?" tanya Windia.
Jawabannya, karena Kota Denpasar sudah semakin "tua" yakni sudah tidak mampu lagi menampung beban yang sudah sangat berlebihan.

Sementara itu anak-anaknya sudah sangat nakal. Mereka membuang sampah (plastik) sembarangan, tidak mau membuat sumur resapan, dan sawah-sawah yang sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau dibabat habis oleh kaum kapitalis menjadi tempat pemukiman maupun usaha pariwisata.

Windia menjelaskan, pada sisi lain, pemerintah belum mampu membangun sistem drainase kota yang baik. Penduduk Denpasar meningkat rata-rata empat persen setiap tahun, dan lebih dari 50 persen di antaranya karena kedatangan migran dari luar Bali. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015