Denpasar (Antara Bali) - Matadagangan rumput laut dan ikan nener kini hilang dari daftar matadagangan ekspor Bali, padahal kedua matadangangan itu sebelumnya potensial menghasilkan devisa.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, Kamis mencatat realisasi perdagangan luar negeri, rumput laut dan ikan nener selama dua tahun terakhir nihil.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar mengatakan, Bali memiliki potensi besar dalam pengembangan rumput laut dan mempunyai prospek yang cukup cerah.
Pengembangan komoditas rumput laut di daerah pesisir, khususnya di sekitar Pulau Nusa Penida, yang terpisah dengan daratan Bali cukup menjanjikan, karena mampu memberikan nilai ekonomis yang cukup besar. Usaha budidaya rumput laut seluas 100 meter persegi (satu are) biaya produksi hanya Rp0,48 juta, hasil panen mampu menghasilkan sebesar Rp1,1 juta, sehingga memperoleh keuntungan dua kali lipat dari modal awal.
Panasunan Siregar menjelaskan, data tersebut diperoleh dari hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dikaji kembali secara rinci terhadap komoditas perikanan dan kelautan untuk mendukung program perikanan dan kelautan yang menjadi primadona pemerintah pusat, khususnya pelaksanaan di Pulau Dewata.
Produksi rumput laut di Bali selama ini baru mampu memenuhi kebutuhan pasaran lokal dan sebagian lainnya diperdagangkan antarpulau tujuan Jawa. Biaya produksi budidaya rumput laut di Bali itu mencapai 43,31 persen (Rp0,48 juta) terhadap nilai produksi sehingga memperoleh keuntungan 56,69 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, Kamis mencatat realisasi perdagangan luar negeri, rumput laut dan ikan nener selama dua tahun terakhir nihil.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panasunan Siregar mengatakan, Bali memiliki potensi besar dalam pengembangan rumput laut dan mempunyai prospek yang cukup cerah.
Pengembangan komoditas rumput laut di daerah pesisir, khususnya di sekitar Pulau Nusa Penida, yang terpisah dengan daratan Bali cukup menjanjikan, karena mampu memberikan nilai ekonomis yang cukup besar. Usaha budidaya rumput laut seluas 100 meter persegi (satu are) biaya produksi hanya Rp0,48 juta, hasil panen mampu menghasilkan sebesar Rp1,1 juta, sehingga memperoleh keuntungan dua kali lipat dari modal awal.
Panasunan Siregar menjelaskan, data tersebut diperoleh dari hasil sensus pertanian tahun 2013 yang dikaji kembali secara rinci terhadap komoditas perikanan dan kelautan untuk mendukung program perikanan dan kelautan yang menjadi primadona pemerintah pusat, khususnya pelaksanaan di Pulau Dewata.
Produksi rumput laut di Bali selama ini baru mampu memenuhi kebutuhan pasaran lokal dan sebagian lainnya diperdagangkan antarpulau tujuan Jawa. Biaya produksi budidaya rumput laut di Bali itu mencapai 43,31 persen (Rp0,48 juta) terhadap nilai produksi sehingga memperoleh keuntungan 56,69 persen. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015