Depok, Jawa Barat (Antara Bali) - Posisi Indonesia dilema menghadapi kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) internasional karena terikat dengan kesepakatan bilateral ataupun regional antarnegara, kata Kepala Bidang Pengkajian dan Penelitian Komisi Nasional HAM Elfansuri.

"Posisi Indonesia dilema, di satu sisi berharap pelanggaran HAM di suatu negara bisa diselesaikan dan menyeret pelakunya ke pengadilan, namun di sisi lain harus menghormati batas-batas hubungan antarnegara," ujar Elfansuri di Universitas Indonesia (UI), Depok, Rabu.

Hal ini disampaikannya dalam seminar dan dialog internasional "Khojaly, Pelajaran Untuk Masa Depan" di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, yang membahas pelanggaran HAM di Khojaly, Azerbaijan, oleh Armenia.

Contohnya adalah kesepakatan "non-interference" atau tidak boleh mencampuri urusan negara lain antarsesama anggota ASEAN.

"Misalnya dalam kasus muslim Rohingya di Myanmar. Posisi Indonesia menjadi sulit karena sebenarnya ingin agar permasalahan tersebut cepat diselesaikan namun tergancal aturan "non-intereference", yang bisa dianggap melakukan intervensi terhadap Myanmar," kata dia.

Tanggapan ini juga disampaikan Elfansuri dalam kaitannya dengan konflik dan pelanggaran HAM negara lain, dimana kedua pihak bertikai saling meminta dukungan Indonesia, seperti Azerbaijan-Armenia serta Korea Selatan-Korea Utara. (WDY)

Pewarta: Oleh Michael Teguh Adiputra Siahaan

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015