Denpasar (Antara Bali) - Pengamat dan pelaku seni budaya Bali, Kadek Suartaya, SS Kar, MSi menilai, seni gong kebyar selama 100 tahun telah menunjukkan eksistensinya di tengah kehidupan masyarakat Pulau Dewata.
"Seni gong kebyar yang kini eksis dan memasyarakat di Bali itu berawal dari munculnya gong kebyar di Bali Utara pada tahun 1915," kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, kehadiran gamelan dengan gaya estetik-musikal yang sarat gairah itu, memicu menguaknya seni tari baru yang berbeda dari tari tradisi yang telah mengkristal sebelumnya.
Tari nafas baru dengan iringan gong kebyar itulah yang disebut seni kebyar atau kakebyaran yang kini perkembangannya tidak pernah henti menggeliat dan menggebrak dalam kancah seni pertunjukan di Pulau Dewata.
Suartaya, kandidat doktor Kajian Budaya program pascasarjana Universitas Udayana itu menjelaskan, I Ketut Marya dapat disebut sebagai pionir lahirnya seni kebyar tersebut, karena lewat karya cipta tarinya yang berjudul Kebyar Duduk mulai dikenal masyarakat sejak tahun 1925.
Era seni kebyar menggelinding di Bali, pada tahun 1942 lahir tari Panji Semirang dan tari Mergapati karya I Nyoman Kaler. Tahun 1950 mencuat tari Tarunajaya olahan I Gede Manik.
Selanjutnya, Ketut Marya yang namanya menginternasional dengan sebutan Mario menciptakan tari duet Oleg Tambulilingan (1952), I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes menelorkan tari Tenun dan I Wayan Beratha melahirkan tari Tani (1957).
Dalam perkembangan selanjutnya berdenyut kencang pada tahun 1980-an dengan lahirnya deretan tari yang bertema fauna, di antaranya, tari Manukrawa karya I Wayan Dibia, Kidangkencana (I Gusti Ngurah Supartha) dan tari Cendrawasih ( NLN. Swanthi Bandem), tutur Kadek Suartaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Seni gong kebyar yang kini eksis dan memasyarakat di Bali itu berawal dari munculnya gong kebyar di Bali Utara pada tahun 1915," kata Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, kehadiran gamelan dengan gaya estetik-musikal yang sarat gairah itu, memicu menguaknya seni tari baru yang berbeda dari tari tradisi yang telah mengkristal sebelumnya.
Tari nafas baru dengan iringan gong kebyar itulah yang disebut seni kebyar atau kakebyaran yang kini perkembangannya tidak pernah henti menggeliat dan menggebrak dalam kancah seni pertunjukan di Pulau Dewata.
Suartaya, kandidat doktor Kajian Budaya program pascasarjana Universitas Udayana itu menjelaskan, I Ketut Marya dapat disebut sebagai pionir lahirnya seni kebyar tersebut, karena lewat karya cipta tarinya yang berjudul Kebyar Duduk mulai dikenal masyarakat sejak tahun 1925.
Era seni kebyar menggelinding di Bali, pada tahun 1942 lahir tari Panji Semirang dan tari Mergapati karya I Nyoman Kaler. Tahun 1950 mencuat tari Tarunajaya olahan I Gede Manik.
Selanjutnya, Ketut Marya yang namanya menginternasional dengan sebutan Mario menciptakan tari duet Oleg Tambulilingan (1952), I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes menelorkan tari Tenun dan I Wayan Beratha melahirkan tari Tani (1957).
Dalam perkembangan selanjutnya berdenyut kencang pada tahun 1980-an dengan lahirnya deretan tari yang bertema fauna, di antaranya, tari Manukrawa karya I Wayan Dibia, Kidangkencana (I Gusti Ngurah Supartha) dan tari Cendrawasih ( NLN. Swanthi Bandem), tutur Kadek Suartaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015