Denpasar (Antara Bali) - Ratusan pesawat berbadan lebar setiap hari mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali membawa puluhan ribu penumpang untuk berliburan di daerah tujuan wisata Pulau Dewata.

Kondisi itu jelas membawa dampak positif terhadap pembangunan dan ekonomi Bali, sekaligus mengangkat taraf hidup masyarakat setempat, namun pada sisi lain menimbulkan tingkat inflasi yang cukup tinggi, di samping menimbulkan beban lingkungan.

Kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali selama 2014 mencapai 3,76 juta meningkat 14 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 3,27 juta.

"Kondisi demikian jelas berpengaruh terhadap harga kebutuhan pokok masyarakat setempat, terutama di pusat-pusat pariwisata Pulau Dewata," tutur Wakil Gubernur Bali Drs I Ketut Sudikerta yang juga ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)

Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mencatat inflasi di daerah ini pada tahun 2014 mencapai 8,43 persen, lebih tinggi daripada tingkat nasional yang hanya 8,36 persen.

Khusus bulan Desember 2014 tercatat 2,13 persen yang terdiri atas di Kota Denpasar 1,99 persen dan Singaraja, Bali utara 2,80 persen.

Inflasi yang cukup tinggi itu akibat kenaikan indeks pada tujuh kelompok pengeluaran yang meliputi bahan makanan 4,91 persen, transport, komuniksi dan jasa keuangan sebesar 3,91 persen serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,83 persen.

Selain itu juga kelompok sandang besar 0,64 persen, kelompok kesehatan 0,51 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,13 persen, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,04 persen.

Komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,18 persen, komponen administratif 0,90 persen dan komponen volatile 0,91 persen. Komoditas yang mengalami peningkatan harga antara lain beras, cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, pisang, telur ayam ras, tarif listrik, batako dan tarif angkutan antarkota.

Komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain kangkung, tomat sayur, kol putih, sawi hijau, pepaya dan ikan tongkol pindang.

Kepala Bank Indonesia Provinsi Bali Dewi Setyowati menjelaskan, pihaknya mencatat matadagangan daging babi merupakan komoditas dengan frekuensi tertinggi menyumbang inflasi di Kota Denpasar pada tahun 2014 yakni sebanyak 11 kali.

Selain itu juga daging ayam ras menyumbang frekuensi tinggi yakni delapan kali, dan beras, ikan-ikanan serta cabai masing-masing enam kali.

Semua komoditas itu berkontribusi menyumbang inflasi di Bali yang berada di atas nasional yakni sebesar 8,36 persen. Beberapa komoditas penyumbang inflasi lainnya adalah cabai rawit dan cabai merah, pada tahun 2013 tercatat surplus masing-masing sebanyak 15,152 ton per tahun dan 10,158 ton per tahun.

Meski demikian, cabai rawit dan cabai merah masih tetap menjadi penyumbang inflasi akibat permasalahan ketidaksesuaian antara waktu kebutuhan dengan waktu pasokan.

Dipicu kenaikan pakan

Umat Hindu di Bali setiap Hari Raya Galungan, hari Kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (Keburukan) yang dirayakan dua kali dalam setahun itu memotong ribuan babi secara massal.

Pemotongan babi pada Hari Penampahan Galungan, sehari sebelum Hari suci terbesar di Pulau Dewata itu untuk kelengkapan ritual dan konsumsi masyarakat yang dihidangkan dalam berbagai menu makanan.

Kebutuhan babi dalam jumlah banyak pada waktu yang bersamaan dalam beberapa tahun terakhir dapat dipenuhi dari produksi Bali sendiri, tidak lagi mendatangkan babi dari luar daerah.

Kepala Bidang Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, Agus Suryawan menjelaskan bahwa, peningkatan harga daging babi, terutama menjelang Hari Suci Galungan itu dipicu oleh kenaikan pakan ternak.

Oleh sebab itu Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) baik di provinsi maupun kabupaten dituntut terus meningkatkan koordinasi dalam melakukan upaya pengendalian inflasi daerah.

Untuk itu Bank Indonesia Provinsi Bali segera membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah di seluruh kabupaten/kota di provinsi ini paling lambat hingga Juni 2015.

"Kami targetkan sebelum Juni 2015 sudah terbentuk TPID di daerah," ujar Dewi Setyowati.

Selama ini TPID baru terbentuk di tingkat provinsi, yakni Kota Denpasar dan Singaraja di Kabupaten Buleleng, sedangkan tujuh kabupaten lain seperti Bangli, Karangasem, Gianyar, Klungkung, Jembrana, Tabanan, dan Badung belum terbentuk.

Dengan adanya TPID diharapkan mampu mendukung pemerintah dalam menekan laju inflasi guna menyokong pertumbuhan ekonomi di Pulau Dewata.

Wagub Sudikerta mengapresiasi terbentuknya TPID di sembilan kabupaten dan kota di daerah ini untuk melakukan sinergi dan langkah strategis dalam mengatasi inflasi, jika inflasi dibiarkan terus-menerus bisa berdampak meningkatkan kemiskinan.

Untuk itu tujuh kabupaten yang belum memiliki TPID diharapkan segera dideklarasikan,l 29 atau 30 Januari 2015.

Asisten II Pemprov Bali Ketut Wija menjelaskan, pada pendeklarasian pembentukan semua TPID tersebut akan diisi dengan penandatanganan serentak oleh Gubernur Bali dan Bupati/Wali Kota se-Bali.

Selain itu juga penandatanganan komitmen pengendalian inflasi sehingga pembentukan TPID dibarengi komitmen dan langkah selanjutnya untuk memastikan proses produksi, distribusi, dan keamanan bahan pangan, sehingga inflasi dapat dikendalikan, harap Ketut Wija. (WDY)

Pewarta: Oleh I Ketut Sutika

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015