Jakarta (Antara Bali) - Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kabalitbangdiklat), Abd. Rahman Mas’ud mengatakan, penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Umat Beragama (PUB) dibangun berdasarkan semangat konstitusi yang melindungai Hak Asasi Manusia.

Menurutnya, RUU yang sedang disusun akan mengakomodir berbagai aspirasi dan kepentingan, tidak hanya dari kelompok keagamaan yang mainstream, tetapi juga kelompok keagamaan minoritas.

Hal ini disampaikan Abd. Rahman Mas’ud saat menghadiri Workshop yang diselenggarakan oleh Human Right Working Group (HRWG). Hadir pula dalam kegiatan ini adalah Direktur HAM Kementerian Luar Negeri dan perwakilan dari Kementerian Kesehatan.

Workshop yang mengambil tema “Masyarakat Sipil dan Pemerintah Indonesia terkait dengan Pelaksanaan Rekomendasi-Rekomendasi Kunci Hak Sipil dan Politik” diselenggarakan kemarin di Jakarta. Pada kesempatan ini, Kabalitbangdiklat diminta menyampaikan tanggapan pemerintah terhadap rekomendasi paragraf 25 Komite HAM.

Sebagaimana diketahui, Komite HAM pada tanggal 25 Juli 2013 mengeluarkan 29 butir rekomendasi yang memerintahkan Pemerintah Indonesia memperbaiki pelaksanaan hak sipil dan hak politik pada berbagai isu. Salah satu rekomendasi tersebut adalah paragraf ke 25 yang merekomendasikan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 Tentang Penodaan Agama.

Dalam kesempatan itu, Abd. Rahman Mas’ud menyatakan bahwa berdasarkan UUD 1945 pasal 29, RUU PUB disusun untuk menjamin kebebasan dan kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut. Meskipun demikian, semangat kebebasan juga harus tetap dibatasi dengan seperangkat norma dan aturan untuk menciptakan toleransi, kedamaian dan kerukunan antarumat beragama di tengah masyarakat.

“Dalam konteks menciptakan masyarakat yang toleran,tenggangrasa, dan haroni itulah sebuah regulasi perlu dihadirkan, karena tanpa regulasi, pengelolaan atas keragaman menjadi riskan,” jelasnya.

Terkait pencabutan UU Nomor 1 Tahun 1965, Kabalitbang-Diklat mengatakan bahwa upaya itu sudah pernah dilakukan oleh kelompok masyarakat melalui mekanisme judicial review yang diajukan pada 2010 dan telah mendapatkan keputusan hukum tetap oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam amar putusannya, MK menyatakan “menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.” Dengan demikian, UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan karenanya memiliki kekuatan hukum yang mengikat kepada setiap orang.

Menurut Kabalitbangdiklat, meskipun MK menolak untuk mencabut UU Nomor 1 tahun 1965, tetapi MK memerintahkan kepada pemerintah untuk merevisi UU tersebut baik dalam lingkup formil maupun materiil. Oleh karena itu, dalam merespon amar putusan MK tersebut, Kementerian Agama, melalui Badan Litbang dan Diklat sedang menyusun draft rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB). (WDY)

Pewarta:

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015