Jakarta (Antara Bali) - Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Perpu Pilkada) tidak memenuhi syarat formil.
"Perpu Pilkada ini termasuk inkonstitusional, bahkan bisa dikategorikan penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut karena Perpu tidak memenuhi syarat formil yang menjadi syarat mutlak pembentukannya," ujar Irman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Syarat formil tersebut terkait dengan hal kegentingan yang memaksa.
"Jikalau Perpu tidak memenuhi syarat tersebut, maka semulia apapun materinya, Perpu itu tidak dapat disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan harus dinyatakan inkonstitusional oleh MK," kata Dia.
Berdasarkan putusan MK Perkara Nomor 03/PUU-III/2005 hingga Perkara Nomor 1 dan 2/PUU-XII/2014 tentang syarat formil Perpu, Irman menjelaskan bahwa Perpu memiliki syarat umum dan khusus yang harus dipenuhi oleh Presiden sebelum mengeluarkan Perpu.
Putusan MK Nomor 03/PUU-III/2005 menjelaskan tentang salah satu syarat umum yang harus dipenuhi sebelum pembentukan Perpu.
"Putusan itu memberikan hak subjektif politik kepada Presiden untuk mengeluarkan Perpu berdasarkan intensi politik semata," kata Irman.
Sedangkan syarat khusus pembentukan Perpu, antara lain adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara percepat berdasarkan undang-undang; undang-undang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tapi tidak memadai.
"Ketiga syarat khusus ini adalah syarat mutlak yang harus terpenuhi dari sebuah Perpu, yang harus terjabarkan dan terjelaskan secara jelas dalam konsideran Perpu tersebut. Tidak terpenuhinya kondisi ini, maka siapa pun Presiden akan cenderung menyalahgunakan kewenangan dan akan kesulitan mempertanggungjawabkan Perpu itu secara terukur," pungkas Irman. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Perpu Pilkada ini termasuk inkonstitusional, bahkan bisa dikategorikan penyalahgunaan kewenangan. Hal tersebut karena Perpu tidak memenuhi syarat formil yang menjadi syarat mutlak pembentukannya," ujar Irman di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis.
Syarat formil tersebut terkait dengan hal kegentingan yang memaksa.
"Jikalau Perpu tidak memenuhi syarat tersebut, maka semulia apapun materinya, Perpu itu tidak dapat disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan harus dinyatakan inkonstitusional oleh MK," kata Dia.
Berdasarkan putusan MK Perkara Nomor 03/PUU-III/2005 hingga Perkara Nomor 1 dan 2/PUU-XII/2014 tentang syarat formil Perpu, Irman menjelaskan bahwa Perpu memiliki syarat umum dan khusus yang harus dipenuhi oleh Presiden sebelum mengeluarkan Perpu.
Putusan MK Nomor 03/PUU-III/2005 menjelaskan tentang salah satu syarat umum yang harus dipenuhi sebelum pembentukan Perpu.
"Putusan itu memberikan hak subjektif politik kepada Presiden untuk mengeluarkan Perpu berdasarkan intensi politik semata," kata Irman.
Sedangkan syarat khusus pembentukan Perpu, antara lain adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara percepat berdasarkan undang-undang; undang-undang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang tapi tidak memadai.
"Ketiga syarat khusus ini adalah syarat mutlak yang harus terpenuhi dari sebuah Perpu, yang harus terjabarkan dan terjelaskan secara jelas dalam konsideran Perpu tersebut. Tidak terpenuhinya kondisi ini, maka siapa pun Presiden akan cenderung menyalahgunakan kewenangan dan akan kesulitan mempertanggungjawabkan Perpu itu secara terukur," pungkas Irman. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015