Jakarta (Antara Bali) - Risiko kambuh pada pasien pengguna narkoba sangat mungkin terjadi bila ia berada pada fase kecanduan.

Beragam faktor pencetus kekambuhan juga berperan, salah satunya stigma negatif dari berbagai pihak termasuk keluarga.

"Kekambuhan itu sangat tinggi terjadi pada mereka yang sudah kecanduan. Artinya kecanduan, itu penggunaan dosisnya dia naik terus. Kemudian, kalau dia diberhentikan atau diturunkan, timbul gejala-gejala sakaw," ujar Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), dr. Diah Setia Utami, SpKJ, Ma, saat ditemui di kantornya pertengahan pekan ini.

Stigma negatif, lanjutnya, kerapkali berasal dari keluarga pasien.

"Misalnya, melalui perkataan-perkataan semacam, 'Kalau ada barang yang hilang di rumah, pasti dia nih'," kata dr Diah.

"Itu pemicu sehingga pasien akan kembali pakai narkoba. Pulih itu tidak segampang di bawa rehab langsung sembuh. Ada proses untuk pemulihan total," kata dia.

Stigma negatif lainnya adalah dari masyarakat. "Kalau masyarakat stigma negatifnya  kuat, pasien akan merasa seperti warga negara kelas dua. Itu juga bisa menjadi faktor pemicu kambuh narkoba," kata dia.

Dia mengatakan pasien yang ingin terlepas dari kecanduan harus benar-benar memantapkan diri dengan menguatkan kekuatan ego.

"Ego strenght-nya, dijaga terus. Kalau dia menghadapi situasi (yang berat) dia harus bisa berespon positif," kata dia.

Hal lain adalah seberapa intensif pasien program rehabilitasi.

"Kalau dia cuma di detoks tiga minggu, ya dua tiga hari juga bisa pakai lagi. Tetapi kalau kita berikan rehab yang intensif, sesuai kebutuhan dia, ya Insya Allah dia bisa bertahan setahun atau dua tahun," kata dia.

Lebih lanjut dr. Diah mengatakan, masa rehabilitasi bagi setiap pasien berbeda-beda bergantung pada hal seperti adanya masalah psikososial, kejiwaan, dan sebagainya. (WDY)

Pewarta: Oleh Lia Wanadriani Santosa

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015