Jakarta (Antara Bali) - Lembaga riset Founding Fathers House (FFH) menyatakan mayoritas publik menuntut terciptanya regenerasi kepemimpinan nasional dalam sistem politik Indonesia untuk menembus sekat-sekat yang membatasi munculnya tokoh pemimpin muda.
"Regenerasi kepemimpinan merupakan keniscayaan dalam sistem politik di negara mana pun, tidak terkecuali Indonesia. Respon publik atas regenerasi kepemimpinan nasional kini semakin tinggi," kata peneliti FFH Dian Permata dalam pemaparan hasil riset FFH di Jakarta, Senin.
Dian mengatakan berdasarkan hasil riset FFH periode 27 November hingga 29 Desember 2014 terhadap 1.090 responden, mayoritas diantaranya menilai regenerasi kepemimpinan nasional sangat penting.
"Sebanyak 57,61 persen responden menilai regenerasi kepemimpinan nasional sangat penting, sebanyak 29,81 persen menilai hal itu penting, sebanyak 2,11 persen menyebut tidak penting dan 10,36 persen menyatakan tidak tahu," kata dia.
Dia menekankan, tingginya respon publik mengenai isu regenerasi kepemimpinan nasional tidak bisa dilepaskan dari pelajaran pada Pilpres 2004, 2009 dan 2014 dimana capres-cawapres di garis edar masih dikuasai wajah lama.
"Untung saja pada Pilpres 2014 ada sedikit warna berbeda dengan hadirnya Joko Widodo," kata dia.
Menurut Dian, hadirnya Jokowi sebagai capres bak oase dalam peta politik nasional karena posisi Jokowi bukan sebagai ketua umum atau ketua dewan pembina partai politik.
Dia menegaskan, tingginya respon publik tentang regenerasi kepemimpinan nasional dan pemimpin alternatif juga tidak bisa dilepaskan dari faktor keengganan tokoh senior dalam memberikan ruang dan kesempatan kepada tokoh muda untuk muncul dipermukaan.
"Rakyat sudah bosan dan etika sekat-sekat kepemimpinan pun tidak bisa ditembus. Maka lahirnya tokoh alternatif seperti Joko Widodo, Azwar Anas, Ridwan Kamil tidak bisa ditunda lagi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Regenerasi kepemimpinan merupakan keniscayaan dalam sistem politik di negara mana pun, tidak terkecuali Indonesia. Respon publik atas regenerasi kepemimpinan nasional kini semakin tinggi," kata peneliti FFH Dian Permata dalam pemaparan hasil riset FFH di Jakarta, Senin.
Dian mengatakan berdasarkan hasil riset FFH periode 27 November hingga 29 Desember 2014 terhadap 1.090 responden, mayoritas diantaranya menilai regenerasi kepemimpinan nasional sangat penting.
"Sebanyak 57,61 persen responden menilai regenerasi kepemimpinan nasional sangat penting, sebanyak 29,81 persen menilai hal itu penting, sebanyak 2,11 persen menyebut tidak penting dan 10,36 persen menyatakan tidak tahu," kata dia.
Dia menekankan, tingginya respon publik mengenai isu regenerasi kepemimpinan nasional tidak bisa dilepaskan dari pelajaran pada Pilpres 2004, 2009 dan 2014 dimana capres-cawapres di garis edar masih dikuasai wajah lama.
"Untung saja pada Pilpres 2014 ada sedikit warna berbeda dengan hadirnya Joko Widodo," kata dia.
Menurut Dian, hadirnya Jokowi sebagai capres bak oase dalam peta politik nasional karena posisi Jokowi bukan sebagai ketua umum atau ketua dewan pembina partai politik.
Dia menegaskan, tingginya respon publik tentang regenerasi kepemimpinan nasional dan pemimpin alternatif juga tidak bisa dilepaskan dari faktor keengganan tokoh senior dalam memberikan ruang dan kesempatan kepada tokoh muda untuk muncul dipermukaan.
"Rakyat sudah bosan dan etika sekat-sekat kepemimpinan pun tidak bisa ditembus. Maka lahirnya tokoh alternatif seperti Joko Widodo, Azwar Anas, Ridwan Kamil tidak bisa ditunda lagi," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015