Denpasar (Antara Bali) - Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali menerima sebanyak 474 kali pengaduan konsumen selama tahun 2014 terkait pelayanan kepada masyarakat luas.
"Dari pengaduan yang diterima itu paling banyak menyangkut sorotan terhadap pelayanan PT PLN dan berbagai permasalahannya," kata Direktur YLPK Bali I Putu Armaya SH di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, jumlah pengaduan konsumen selama tahun 2014 itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang tercatat 338 kasus.
Hal itu menunjukkan masyarakat konsumen di Bali mulai berani mengadukan masalah dan persoalan menyangkut perlindungan konsumen dengan harapan mendapat penanganan sebagaimana mestinya.
I Putu Armaya menambahkan pengaduan konsumen tersebut terdiri atas pelayanan PLN 130 kasus, penipuan Investasi 80 kasus, pelayanan Lessing (Finance) 87 kasus, pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) 77 kasus dan pelayanan PDAM 41 kasus.
Selain itu juga pengaduan menyangkut pelayanan E Comerce 20 kasus, pelayanan Angkasa Pura 15 kasus, pelayanan perumahan 10 kasus, pelayanan rumah sakit sembilan kasus dan pelayanan multi level marketing (MLM) tujuh Kasus.
I Putu Armaya.SH menambahkan, pengaduan konsumen yang paling tinggi terhadap PT PLN Bali menuntut instansi pelayanan publik itu untuk berbenah diri dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Konsumen selama ini mengadukan dan mengeluhkan pelayanan listrik, terutama menyangkut pemadaman listrik, biaya tagihan listrik pasca bayar yang tidak transparan, dan tidak ada kepastian biaya, kepastian waktu serta standar dalam penyambungan listrik baru.
Masalah pembayaran tagihan listrik direkening konsumen dipungut biaya pajak penerangan jalan (PPJ), padahal tidak ada informasi yang cukup berapa PPJ yang dipungut tiap-tiap daerah oleh Pemda, sehingga konsumen merasa dirugikan.
Demikian juga ketika konsumen memasang sambungan baru, pelayanan pihak PLN lambat, bahkan tidak diberikan standar kepastian biaya, jangka waktu itu membuat pelayanan tidak maksimal.
Pihak PLN banyak pulsa listrik serta alasan-alasan, dan ujung ujungnya konsumen dikenakan biaya sambungan sangat tinggi.
Armaya mempertanyakan pelayanan PLN Distribusi Bali yang sempat mengklaim pelayanan kelas dunia (World Class Service) perlu dikaji lagi, jika pengaduan konsumen masih banyak sehingga tidak layak mendapat pengakuan tersebut.
"Pelayanan PLN Bali sejak GM PLN Bali dijabat IB Mardawa, serta Humasnya Agung Mastika sangat terbuka dengan teman-teman LSM, bahkan sering mengundang dan melibatkan setiap pertemuan untuk mendapatkan masukan dan kritikan sebagai bahan upaya perbaikan," katanya.
Namun sekarang tidak transparan lagi, bahkan bagian humasnya menutup rapat kehadiran LSM.
Menurut Koordinator Bagian Hukum dan Pengaduan YLPK Bali, Benny Haryono.SH.,MH, dari Kasus tersebut pihaknya akan mengirim surat resmi tentang keluhan konsumen kepada pihak pelaku usaha tersebut.
Laporan tersebut tidak menutup kemungkinan jika tidak bisa dimediasi antara pelaku usaha dengan konsumen pihaknya akan bertindak tegas dengan cara menempuh jalur hukum, bahkan bisa digugat secara "class action", karena sesuai Undang Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang melanggar bisa ditindak, sanksinya ada tindak pidana konsumen penjara lima tahun denda Rp 2 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Dari pengaduan yang diterima itu paling banyak menyangkut sorotan terhadap pelayanan PT PLN dan berbagai permasalahannya," kata Direktur YLPK Bali I Putu Armaya SH di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, jumlah pengaduan konsumen selama tahun 2014 itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang tercatat 338 kasus.
Hal itu menunjukkan masyarakat konsumen di Bali mulai berani mengadukan masalah dan persoalan menyangkut perlindungan konsumen dengan harapan mendapat penanganan sebagaimana mestinya.
I Putu Armaya menambahkan pengaduan konsumen tersebut terdiri atas pelayanan PLN 130 kasus, penipuan Investasi 80 kasus, pelayanan Lessing (Finance) 87 kasus, pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) 77 kasus dan pelayanan PDAM 41 kasus.
Selain itu juga pengaduan menyangkut pelayanan E Comerce 20 kasus, pelayanan Angkasa Pura 15 kasus, pelayanan perumahan 10 kasus, pelayanan rumah sakit sembilan kasus dan pelayanan multi level marketing (MLM) tujuh Kasus.
I Putu Armaya.SH menambahkan, pengaduan konsumen yang paling tinggi terhadap PT PLN Bali menuntut instansi pelayanan publik itu untuk berbenah diri dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Konsumen selama ini mengadukan dan mengeluhkan pelayanan listrik, terutama menyangkut pemadaman listrik, biaya tagihan listrik pasca bayar yang tidak transparan, dan tidak ada kepastian biaya, kepastian waktu serta standar dalam penyambungan listrik baru.
Masalah pembayaran tagihan listrik direkening konsumen dipungut biaya pajak penerangan jalan (PPJ), padahal tidak ada informasi yang cukup berapa PPJ yang dipungut tiap-tiap daerah oleh Pemda, sehingga konsumen merasa dirugikan.
Demikian juga ketika konsumen memasang sambungan baru, pelayanan pihak PLN lambat, bahkan tidak diberikan standar kepastian biaya, jangka waktu itu membuat pelayanan tidak maksimal.
Pihak PLN banyak pulsa listrik serta alasan-alasan, dan ujung ujungnya konsumen dikenakan biaya sambungan sangat tinggi.
Armaya mempertanyakan pelayanan PLN Distribusi Bali yang sempat mengklaim pelayanan kelas dunia (World Class Service) perlu dikaji lagi, jika pengaduan konsumen masih banyak sehingga tidak layak mendapat pengakuan tersebut.
"Pelayanan PLN Bali sejak GM PLN Bali dijabat IB Mardawa, serta Humasnya Agung Mastika sangat terbuka dengan teman-teman LSM, bahkan sering mengundang dan melibatkan setiap pertemuan untuk mendapatkan masukan dan kritikan sebagai bahan upaya perbaikan," katanya.
Namun sekarang tidak transparan lagi, bahkan bagian humasnya menutup rapat kehadiran LSM.
Menurut Koordinator Bagian Hukum dan Pengaduan YLPK Bali, Benny Haryono.SH.,MH, dari Kasus tersebut pihaknya akan mengirim surat resmi tentang keluhan konsumen kepada pihak pelaku usaha tersebut.
Laporan tersebut tidak menutup kemungkinan jika tidak bisa dimediasi antara pelaku usaha dengan konsumen pihaknya akan bertindak tegas dengan cara menempuh jalur hukum, bahkan bisa digugat secara "class action", karena sesuai Undang Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen pelaku usaha yang melanggar bisa ditindak, sanksinya ada tindak pidana konsumen penjara lima tahun denda Rp 2 miliar. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014