Jakarta (Antara Bali) - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) apresiasi keputusan Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah telah memutuskan menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 kepada sekolah (lembaga pendidikan) yang tidak siap.
Mereka dipersilakan kembali ke Kurikulum KTSP 2006, sementara bagi sekolah yang dianggap siap melaksanakan Kurikulum 2013 diminta tetap melaksanakan kurikulum tersebut.
"Sebagai sebuah tindakan jangka pendek, ketentuan tersebut perlu diapresiasi," kata Koordinator Nasional NEW Indonesia/JPPI Abdul Waidl, dalam siaran persnya, Minggu.
Menurut Waidi, keputusan tersebut setidaknya untuk mengurangi berbagai kontroversi terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013.
Namun demikian, lanjutnya, keputusan tersebut seolah memberi legitimasi bahwa Kurikulum 2013 sudah baik, dan yang dianggap belum siap seolah merupakan "sekolah lambat" yang diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian sampai benar-benar siap melaksanakan Kurikulum 2013.
Waidi menilai keputusan Menteri Anies Bawesdan kurang tepat, karena melaksanakan sekaligus dua sistem kurikulum yang berbeda, yang tentu membingungkan dan tidak memberikan kepastian.
Kedua, keputusan tersebut seolah memilah sekolah yang sudah bagus yang berarti siap melaksanakan Kurikulum 2013 dan ada sekolah yang kurang bagus dan karenanya silakan menggunakan KTSP dan akan didorong menjadi bagus dan siap melaksanakan K-2013.
JPPI menilai Kurikulum 2013 itu sendiri harus pula dievaluasi, karena, pada dasarnya mengandung banyak masalah.
Apalagi dasar perubahan KTSP ke Kurikulum 2013 semata disebabkan "salah tafsir" terhadap salah satu mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014).
RPJMN tersebut hanya memberi mandat untuk perbaikan Kurikulum 2006 agar memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti dan kecintaan terhadap budaya dan bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Nasional.
Waidi mengatakan kurikulum 2013 bahkan tidak menyinggung mengenai bagaimana memperdalam kecintaan terhadap bangsa dan negara Indonesia dan tidak melakukan penyesuaian terhadap sistem Ujian Nasional (UN).
Selain itu, kelemahan Kurikulum 2013 juga adalah konsep Kompetensi Inti (standar kompetensi lulusan) yang selalu mengaitkan dengan sikap spiritual, sikap social, pengetahuan, dan ketrampilan.
Selain menjadikan semua mata pelajaran tematik yang mengaitkan dengan kompetensi spiritualitas, juga sering menyebabkan kompetensi tersebut tidak bisa diukur.
Oleh karena itu, JPPI meminta Menteri Anies agar serius melakukan evaluasi terhadap Kurikulum 2013 itu sendiri, dengan melibatkan dan memperhatikan masukan dari berbagai elemen masyarakat.
"Bapak Menteri sebaiknya berhati-hati membuat keputusan lembaga yang dianggap siap untuk melaksanakan Kurikulum 2013 dan yang dianggap belum siap agar kembali melaksanakan KTSP 2006," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Mereka dipersilakan kembali ke Kurikulum KTSP 2006, sementara bagi sekolah yang dianggap siap melaksanakan Kurikulum 2013 diminta tetap melaksanakan kurikulum tersebut.
"Sebagai sebuah tindakan jangka pendek, ketentuan tersebut perlu diapresiasi," kata Koordinator Nasional NEW Indonesia/JPPI Abdul Waidl, dalam siaran persnya, Minggu.
Menurut Waidi, keputusan tersebut setidaknya untuk mengurangi berbagai kontroversi terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013.
Namun demikian, lanjutnya, keputusan tersebut seolah memberi legitimasi bahwa Kurikulum 2013 sudah baik, dan yang dianggap belum siap seolah merupakan "sekolah lambat" yang diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian sampai benar-benar siap melaksanakan Kurikulum 2013.
Waidi menilai keputusan Menteri Anies Bawesdan kurang tepat, karena melaksanakan sekaligus dua sistem kurikulum yang berbeda, yang tentu membingungkan dan tidak memberikan kepastian.
Kedua, keputusan tersebut seolah memilah sekolah yang sudah bagus yang berarti siap melaksanakan Kurikulum 2013 dan ada sekolah yang kurang bagus dan karenanya silakan menggunakan KTSP dan akan didorong menjadi bagus dan siap melaksanakan K-2013.
JPPI menilai Kurikulum 2013 itu sendiri harus pula dievaluasi, karena, pada dasarnya mengandung banyak masalah.
Apalagi dasar perubahan KTSP ke Kurikulum 2013 semata disebabkan "salah tafsir" terhadap salah satu mandat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2010-2014).
RPJMN tersebut hanya memberi mandat untuk perbaikan Kurikulum 2006 agar memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti dan kecintaan terhadap budaya dan bahasa Indonesia melalui penyesuaian sistem Ujian Nasional.
Waidi mengatakan kurikulum 2013 bahkan tidak menyinggung mengenai bagaimana memperdalam kecintaan terhadap bangsa dan negara Indonesia dan tidak melakukan penyesuaian terhadap sistem Ujian Nasional (UN).
Selain itu, kelemahan Kurikulum 2013 juga adalah konsep Kompetensi Inti (standar kompetensi lulusan) yang selalu mengaitkan dengan sikap spiritual, sikap social, pengetahuan, dan ketrampilan.
Selain menjadikan semua mata pelajaran tematik yang mengaitkan dengan kompetensi spiritualitas, juga sering menyebabkan kompetensi tersebut tidak bisa diukur.
Oleh karena itu, JPPI meminta Menteri Anies agar serius melakukan evaluasi terhadap Kurikulum 2013 itu sendiri, dengan melibatkan dan memperhatikan masukan dari berbagai elemen masyarakat.
"Bapak Menteri sebaiknya berhati-hati membuat keputusan lembaga yang dianggap siap untuk melaksanakan Kurikulum 2013 dan yang dianggap belum siap agar kembali melaksanakan KTSP 2006," katanya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014