Enam puluh delapan tahun yang silam, tepatnya 20 Nopember 1946 Ia pergi untuk selama-lamanya. Namun, namanya tetap terpatri di hati setiap insan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Dewata.
Namanya itu juga diabadikan untuk Bandara Internasional di Pulau Dewata, nama jalan di berbagai tempat, Gedung Olahraga (GOR) maupun untuk nama sebuah perguruan tinggi swasta di Bali.
Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang gugur di medan perang bersama 1.370 orang ketika memimpin perang habis-habisan (Puputan) Margarana, mengusir penjajah Belanda yang ingin kembali menancapkan kukunya di Nusantara, 20 Nopember 1946.
Perjuangan fisik mempertahankan negara Indonesia itu, diperingati dalam upacara bendera dengan inspektur upacara Gubernur Bali Made Mangku Pastika di bekas pertempuran dulu yang kini berdiri megah candi di kawasan Taman Pujaan Bangsa (TPB) Makam Pahlawan Margarana, Desa Marga, Kabupaten Tabanan 25 km barat laut Kota Denpasar, Kamis (20/11).
Lokasi pertempuran yang dipimpin Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang gugur di medan perang itu kini ditata di atas lahan seluas sembilan hektare dengan dibangun sebuah candi yang megah dan 1.371 pusara untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan laga sebagai "kusuma bangsa".
Gubernur Bali Made Mangku Pastika pada kesempatan itu mengajak seluruh masyarakat Bali, khususnya generasi muda penerus bangsa untuk memantapkan nilai-nilai nasionalisme sebagai wujud rasa hormat dan bakti kepada jasa-jasa para pahlawan.
Sikap rela berkorban harus hendaknya mampu diimplementasikan dalam kehidupan sekarang dan meneruskan perjuangan pahlawan yang lalu. Untuk itu generasi muda harus mampu mewarisi semangat kepahlawanan, agar mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.
Oleh sebab itu semangat patriotisme, cinta tanah air, heroisme, rela berkorban, kesetiakawanan harus tetap dapat dilaksanakan dalam kehidupan sekarang dan dimasa mendatang.
Pelaksanaan peringatan Hari Puputan Margarana ke-68 kali ini merupakan wujud penghormatan dan penghargaan terhadap para pahlawan, dimana para pejuang terdahulu dengan penuh historis dan semangat rela berkorban mempertahankan tanah air.
"Peringatan ini merupakan momentum reaktualisasi nilai-nilai historis perjuangan bangsa, sekaligus menjadi pijakan dalam melanjutkan perjuangan saat ini," tegas Gubernur Pastika.
Pasukan Ciung Wanara
Sejarah Taman Pujaan Bangsa (TPB) Makam Pahlawan Margarana, Desa Marga, Kabupaten Tabanan berawal ketika terjadi peristiwa berdarah 68 tahun yang silam, pasukan yang tergabung dalam "Ciung Wanara" dengan inti kekuatan pasukan induk resimen Tri Sunda Kecil di bawah komando I Gusti Ngurah Rai dalam pertempuran yang tidak seimbang melawan kekuatan tantara NICA, yang jauh lebih kuat dari segi personil dan persenjataan.
Meskipun NICA berhasil dalam pertempuran di Margarana, kabupaten Tabanan, namun mereka tidak mampu memenangkan perang di Bali, terbukti ketidakmampuannya kembali menjajah rakyat Bali dan Indonesia pada umumnya.
Untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan laga sebagai "kusuma bangsa", dibangun candi pahlawan Margarana setinggi 17 meter. Di halaman depan candi yang megah itu dijadikan tempat peringatan Hut Puputan Margarana setiap 20 Nopember.
Candi yang kini berusia lebih dari setengah abad, diresmikan 20 Nopember 1954 itu merupakan hasil budaya yang menggambarkan kemegahan dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia.
Gagasan pendirian candi yang memuat pahatan bagian dari surat jawaban I Gusti Ngurah Rai kepada Belanda itu berasal dari Pak Cilik (almarhum), yang juga seorang pejuang kemerdekaan RI.
Sementara arsiteknya, Ida Bagus Kalam, seniman lukis sekaligus anggota veteran pejuang. Bangunan candi yang cukup megah itu terdiri atas bagian utama yakni kaki candi dengan empat tingkat, badan candi dan atap candi berbentuk meru.
Susunan tersebut merupakan wujud "Candra Sengkala" modern yakni 17 meter tiang, delapan (8) susun dan 45 (empat tangga dan lima pilar), serta setiap sudut pilar dipahat Lambang Negara Garuda Pancasila.
Bangunan candi di atas areal seluas sembilan hektare itu pernah mengalami kerusakan akibat gempa bumi 14 Juli 1976, kemudian dilakukan perbaikan secara menyeluruh menggunakan kontruksi beton yang tahan gempa.
Di hamparan lahan terbuka selain terdapat candi yang megah, dua buah bangunan terbuka masing-masing menghadap ke halaman candi juga dibagian belakang dibangun 1.372 buah tugu kecil, termasuk sebuah diantaranya untuk memperingati arwah para pahlawan yang tak dikenal.
Sebanyak 1.371 pahlawan yang gugur di medan perang Puputan Margarana terdiri atas 635 pahlawan yang sudah berkeluarga, 654 pahlawan taruna, 71 pahlawan ABRI dan sebelas warga negara Jepang yang membantu perjuangan bangsa Indonesia.
20 Nopember 1946 di tengah hamparan ladang rimbun ditumbuhi tanaman jagung atau tepat di depan candi Pahlawan Margarana sekarang, I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Putu Wisnu memberikan tembakan komando sekitar pukul 09.00 waktu setempat, saat pasukan NICA mendekati inti pertahanan "Ciung Wanara".
Tembakan yang dahsyat dan serentak menyebabkan banyak korban yang berjatuhan di pihak NICA yang kemudian menjadi kacau dan mundur, namun kemudian melaju lagi secara bersyarat dan berpencar.
Pada jarak tembak yang efektif, secara serentak pasukan "Ciung Wanara" memuntahkan pelurunya, hingga memaksa pihak NICA harus mundur kembali untuk melakukan konsolidasi menghadapi segala kemungkinan yang timbul.
Pertempuran babak kedua kembali berlangsung setelah NICA mendatangkan bantuan pasukan dari seluruh Bali dengan kekuatan besar, sehingga pertempuran semakin seru dan sengit.
Menjelang tengah hari, seperti yang diceriterkan kembali setiap detik-detik peringatan HUT Puputan Margarana, datang sebuah pesawat terbang, jenis capung yang terbang berputar-putar di atas kedudukan pasukan "Ciung Wanara".
Pesawat capung itupun hilang, tak lama kemudian muncul pesawat pembom, pesawat tempur Belanda yang memuntahkan pelurunya ke pasukan gerelya yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai.
Pertempuran bertambah seru, karena pesawat NICA menjatuhkan bom-bom asap dan gas airmata, disamping mendaratkan pasukan andalnya, menjadikan sedikit-demi sedikit pasukan "Ciung Wanara" terdesak dari segala arah.
Pertempuran babak ketiga ditandai keluarnya perintah kepada seluruh pasukan "Ciung Wanara" untuk bertempur sampai titik darah penghabisan.
Seluruh anak buah pasukan I Gusti Ngurah Rai berdiri dan maju menyerang tantara NICA sambil berteriak "Puputan". Pasukan "Ciung Wanara" mengamuk dengan gencarnya. Tembakan yang gencar dari pihak NICA telah membuat satu per satu anggota "Ciung Wanara" jatuh dan gugur, sebagai "Ratna di medan laga". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Namanya itu juga diabadikan untuk Bandara Internasional di Pulau Dewata, nama jalan di berbagai tempat, Gedung Olahraga (GOR) maupun untuk nama sebuah perguruan tinggi swasta di Bali.
Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang gugur di medan perang bersama 1.370 orang ketika memimpin perang habis-habisan (Puputan) Margarana, mengusir penjajah Belanda yang ingin kembali menancapkan kukunya di Nusantara, 20 Nopember 1946.
Perjuangan fisik mempertahankan negara Indonesia itu, diperingati dalam upacara bendera dengan inspektur upacara Gubernur Bali Made Mangku Pastika di bekas pertempuran dulu yang kini berdiri megah candi di kawasan Taman Pujaan Bangsa (TPB) Makam Pahlawan Margarana, Desa Marga, Kabupaten Tabanan 25 km barat laut Kota Denpasar, Kamis (20/11).
Lokasi pertempuran yang dipimpin Brigjen Anumerta I Gusti Ngurah Rai, pahlawan nasional yang gugur di medan perang itu kini ditata di atas lahan seluas sembilan hektare dengan dibangun sebuah candi yang megah dan 1.371 pusara untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan laga sebagai "kusuma bangsa".
Gubernur Bali Made Mangku Pastika pada kesempatan itu mengajak seluruh masyarakat Bali, khususnya generasi muda penerus bangsa untuk memantapkan nilai-nilai nasionalisme sebagai wujud rasa hormat dan bakti kepada jasa-jasa para pahlawan.
Sikap rela berkorban harus hendaknya mampu diimplementasikan dalam kehidupan sekarang dan meneruskan perjuangan pahlawan yang lalu. Untuk itu generasi muda harus mampu mewarisi semangat kepahlawanan, agar mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.
Oleh sebab itu semangat patriotisme, cinta tanah air, heroisme, rela berkorban, kesetiakawanan harus tetap dapat dilaksanakan dalam kehidupan sekarang dan dimasa mendatang.
Pelaksanaan peringatan Hari Puputan Margarana ke-68 kali ini merupakan wujud penghormatan dan penghargaan terhadap para pahlawan, dimana para pejuang terdahulu dengan penuh historis dan semangat rela berkorban mempertahankan tanah air.
"Peringatan ini merupakan momentum reaktualisasi nilai-nilai historis perjuangan bangsa, sekaligus menjadi pijakan dalam melanjutkan perjuangan saat ini," tegas Gubernur Pastika.
Pasukan Ciung Wanara
Sejarah Taman Pujaan Bangsa (TPB) Makam Pahlawan Margarana, Desa Marga, Kabupaten Tabanan berawal ketika terjadi peristiwa berdarah 68 tahun yang silam, pasukan yang tergabung dalam "Ciung Wanara" dengan inti kekuatan pasukan induk resimen Tri Sunda Kecil di bawah komando I Gusti Ngurah Rai dalam pertempuran yang tidak seimbang melawan kekuatan tantara NICA, yang jauh lebih kuat dari segi personil dan persenjataan.
Meskipun NICA berhasil dalam pertempuran di Margarana, kabupaten Tabanan, namun mereka tidak mampu memenangkan perang di Bali, terbukti ketidakmampuannya kembali menjajah rakyat Bali dan Indonesia pada umumnya.
Untuk menghormati para pahlawan yang gugur di medan laga sebagai "kusuma bangsa", dibangun candi pahlawan Margarana setinggi 17 meter. Di halaman depan candi yang megah itu dijadikan tempat peringatan Hut Puputan Margarana setiap 20 Nopember.
Candi yang kini berusia lebih dari setengah abad, diresmikan 20 Nopember 1954 itu merupakan hasil budaya yang menggambarkan kemegahan dan kebesaran jiwa bangsa Indonesia.
Gagasan pendirian candi yang memuat pahatan bagian dari surat jawaban I Gusti Ngurah Rai kepada Belanda itu berasal dari Pak Cilik (almarhum), yang juga seorang pejuang kemerdekaan RI.
Sementara arsiteknya, Ida Bagus Kalam, seniman lukis sekaligus anggota veteran pejuang. Bangunan candi yang cukup megah itu terdiri atas bagian utama yakni kaki candi dengan empat tingkat, badan candi dan atap candi berbentuk meru.
Susunan tersebut merupakan wujud "Candra Sengkala" modern yakni 17 meter tiang, delapan (8) susun dan 45 (empat tangga dan lima pilar), serta setiap sudut pilar dipahat Lambang Negara Garuda Pancasila.
Bangunan candi di atas areal seluas sembilan hektare itu pernah mengalami kerusakan akibat gempa bumi 14 Juli 1976, kemudian dilakukan perbaikan secara menyeluruh menggunakan kontruksi beton yang tahan gempa.
Di hamparan lahan terbuka selain terdapat candi yang megah, dua buah bangunan terbuka masing-masing menghadap ke halaman candi juga dibagian belakang dibangun 1.372 buah tugu kecil, termasuk sebuah diantaranya untuk memperingati arwah para pahlawan yang tak dikenal.
Sebanyak 1.371 pahlawan yang gugur di medan perang Puputan Margarana terdiri atas 635 pahlawan yang sudah berkeluarga, 654 pahlawan taruna, 71 pahlawan ABRI dan sebelas warga negara Jepang yang membantu perjuangan bangsa Indonesia.
20 Nopember 1946 di tengah hamparan ladang rimbun ditumbuhi tanaman jagung atau tepat di depan candi Pahlawan Margarana sekarang, I Gusti Ngurah Rai dan I Gusti Putu Wisnu memberikan tembakan komando sekitar pukul 09.00 waktu setempat, saat pasukan NICA mendekati inti pertahanan "Ciung Wanara".
Tembakan yang dahsyat dan serentak menyebabkan banyak korban yang berjatuhan di pihak NICA yang kemudian menjadi kacau dan mundur, namun kemudian melaju lagi secara bersyarat dan berpencar.
Pada jarak tembak yang efektif, secara serentak pasukan "Ciung Wanara" memuntahkan pelurunya, hingga memaksa pihak NICA harus mundur kembali untuk melakukan konsolidasi menghadapi segala kemungkinan yang timbul.
Pertempuran babak kedua kembali berlangsung setelah NICA mendatangkan bantuan pasukan dari seluruh Bali dengan kekuatan besar, sehingga pertempuran semakin seru dan sengit.
Menjelang tengah hari, seperti yang diceriterkan kembali setiap detik-detik peringatan HUT Puputan Margarana, datang sebuah pesawat terbang, jenis capung yang terbang berputar-putar di atas kedudukan pasukan "Ciung Wanara".
Pesawat capung itupun hilang, tak lama kemudian muncul pesawat pembom, pesawat tempur Belanda yang memuntahkan pelurunya ke pasukan gerelya yang dipimpin I Gusti Ngurah Rai.
Pertempuran bertambah seru, karena pesawat NICA menjatuhkan bom-bom asap dan gas airmata, disamping mendaratkan pasukan andalnya, menjadikan sedikit-demi sedikit pasukan "Ciung Wanara" terdesak dari segala arah.
Pertempuran babak ketiga ditandai keluarnya perintah kepada seluruh pasukan "Ciung Wanara" untuk bertempur sampai titik darah penghabisan.
Seluruh anak buah pasukan I Gusti Ngurah Rai berdiri dan maju menyerang tantara NICA sambil berteriak "Puputan". Pasukan "Ciung Wanara" mengamuk dengan gencarnya. Tembakan yang gencar dari pihak NICA telah membuat satu per satu anggota "Ciung Wanara" jatuh dan gugur, sebagai "Ratna di medan laga". (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014